Side Story : Mino Pov.

333 48 44
                                    

'tuk...tuk...tuk...' seseorang mengetuk dengan keras Dan terburu-buru.

Aku yang baru bangun mau tidak mau beranjak. Dipintuku terdapat salah satu tetanggaku. Aku berpikir. Ya! Namanya Jennie kalau tidak salah.

"Ayo cepat bantu temanku..." Ia kemudian menarik lenganku kedepan. Aku mengerutkan dahiku.

"Ada apa? Siapa yang dibantu?" Ia masih menyeretku.

"Oh iya, tolong bawa peralatanmu untuk membenarkan keran air. Aku tidak bisa. Suamiku sedang tidak ada... Jadi ayo cepat...!" Perintahnya.

Aku mengerjap. Wanita ini kenapa?! Tapi ya! Aku hanya bisa menuruti wanita itu, aura Dan kata-kata sedikit menyeramkan sebenarnya.

Aku Dan Jennie sampai di sebuah rumah yang aku tahu tidak pernah ditempati. Jennie masih menyeretku omong-omong.

Jennie mengetuk keras pintu itu, terlihat sesosok wanita yang basah kuyup disana. Rambutnya basah sekali bajunya juga hingga aku bisa melihat bagian payudara Dan pinggangnya yang tercetak jelas.

Setelah dengan susah payah membetulkan keran air wanita itu aku buru-buru pulang. Kutahu nama wanita satu lagi itu Irene.

***

Aku kaget, wanita yang tempo hari kubantu membetulkan keran air itu sekarang duduk dihadapanku. Melamar pekerjaan di kafeku.

Dia gugup, cara bicaranya sangat amatiran sekali, tidak kupercaya dia mantan koki di Seoul Hotel. Aku mengetesnya tentu saja.

Dia lalu membawakan sebuah kue aneh, sangat sederhana dengan tidak ada hiasan apapun. Aku memandangnya sinis. Dia itu mengajakku bercanda atau apa?!

Aku mau tidak mau mencobanya, mencicipi hanya seujung sendok kecil. Aku memiringkan kepalaku. Kue ini tidak istimewa sebenarnya, kue yang dia bilang lemon drizzle cake ini tidak sedikitpun mewah.

Aku mencobanya, ada rasa yang solid disana, rasa yang aku tidak pernah mencobanya. Ini aneh, aku memiringkan kepalaku lagi, ini aneh. Kue ini lezat hanya dengan tampilan sederhananya. Kue ini menakjubkan dengan tampilan yang sama sekali tidak menawan.

***

Kue itu terus menerus menghantuiku, beberapa kalipun aku mencobanya tapi rasanya tetap aneh, jauh dari apa yang wanita itu buat.

Aku kemudian dengan menjatuhkan banyak harga diriku bertanya padanya. Disinilah kami, didapur kafe membuat kue sialan itu dengan arahannya.

Setelah kue itu jadi aku mencicipi milikku terlebih dahulu. Ada yang kurang, entah apa tapi itu tidak sesempurna miliknya tempo lalu. Aku lalu mencoba kue buatannya.

Aku kembali memiringkan kepalaku, ini rasa yang aku Cari, aku yakin bahwa aku mengikuti caranya dengan benar. Aku bertanya-tanya, apakah ini karena aku memang tidak bisa membuatnya atau hanya dari tangan wanita itu yang bisa membuat kue sesempurna itu?

***

Aku terus tersenyum sepanjang malam, menyentuh bibirku yang tadi siang tidak sengaja bersentuhan dengan bibir Irene.

Aku masih ingat bagaimana lembut Dan basahnya bibir itu, aku masih ingat ketika tanganku merengkuh pinggang Irene yang hampir jatuh. Oh tuhan! Bisa gila aku! Ini akan jadi candu selanjutnya setelah kue itu!!!

***

Wanita itu kini tengah berada diatas motorku, ia memelukku dengan erat, masih tercetak bagaimana wajahnya kemerahan karena alkohol sialan. Ia lucu. Sangat lucu.

***

Aku melihatnya menangis. Didepan rumah Jennie, sialan! Jennie apakan Ireneku sampai ia menangis terseguk-seguk?

Aku merengkuhnya, ia menerima dekapanku, menangis pada dadaku. Gila! Bagaimana orang yang sedang menangis bisa tetap cantik seperti ini?!

Irene Dan bola matanya yang tidak tercela menatapku, Tak lama ia kemudian menciumku! Ya! Bibir yang aku dambakan setiap hari itu kembali mendarat padaku.

Aku tahu bahwa aku brengsek karena memanfaatkan kesempatan. Tapi aku juga tidak bisa menepis hasratku, Irene... Wanita itu sangat tidak bisa ditolak.

Irene tidak menolak atau mencegahku, ia dengan wajah menawan Dan suara desahan yang membuatku semakin gila.

Malam itu malam pertama kami bercinta, aku yang jelas-jelas tahu kenapa wanita itu seberani Dan senekat itu bercinta denganku. Tapi aku ingin lebih, aku bahkan sudah memuja bagaimana tubuh Irene berlenggok ketika bersamaku. Aku mendambanya Dan memujanya.

***

Irene bukan wanita yang mudah didekati, tentu saja. Dari sorot matanya saja terlihat dia bukan wanita lemah yang rapuh.

Hingga aku mendapatkannya. Hari itu adalah Hari Paling indah seumur hidupku. Hari dimana kami bercinta Tanpa adanya alasan, hanya saling menginginkan.

Aku tidak bisa lagi kehilangannya. Irene dalam sekejap telah merenggut seluruh hidupku, seolah-olah hidupku memang pada akhirnya berpusat pada dirinya.

***

Hingga Hari dimana Irene hilang entah kemana, aku terus menelponnya berhari-hari. Aku kalap, semua yang aku damba hilang sudah.

Aku kemudian bertanya-tanya, kenapa Irene meninggalkanku padahal kami berbagi luka yang serupa, apakah ada yang salah diriku? Apakah ia tidak puas denganku?

Hingga satu persatu pertanyaanku terjawab. Oleh orang yang selama ini ada didekatku. Kim Jennie.

Aku sedih tentu saja, Irene pujaanku nyatanya tidak menginginkanku. Irene yang terlihat baik-baik saja nyatanya menyimpan luka yang jauh lebih dalam.

Aku merelakannya. Demi Ireneku. Demi wanita yang aku puja. Demi dia untuk bahagia.

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang