Sialan! Aku malam ini tidak bisa tidur. Bagaimana bisa setelah tahu Dan Sadar bahwa di sofa Sana ada Mino yang tengah terlelap?!
Pikiranku terus dipenuhi dengan bagaimana aku menjalani Hari esok? Bagaimana aku menghindarinya? Dan bagaimana aku harus bersikap padanya?
Pergi Dan langsung menuju toko kurasa kurang bagus, karena bisa saja ia menungguku Dan tetap kami harus bertemu.
Aku menyelimutinya yang tengah terlelap disofa kecilku sampai-sampai kakinya yang panjang keluar dari Sana. Menahan hasratku untuk menyeretnya ke tempat tidur untuk memelukku. Gila!
Lekukan wajahnya tetap sama, bagaimana Mino tetap tampan meski sedang tidur. Dengan mulutnya yang sedikit terbuka Dan rambut yang acak-acakan nyatanya tidak sedikitpun mengurangi pesonanya.
Aku buru-buru kembali ke kamar sebelum aku membangunkannya. Kurasa esok pagi mataku akan menghitam.
***
Berperilaku seperti biasa sangatlah sulit apalagi Sadar bahwa Mino masih ada disana.
Masakanku juga jadi tidak karuan karena pikiranku terus melayang kepadanya.
Aku mendengar sebuah suara gemerisik yang Mino hasilkan. Sialan! Apakah dia sudah bangun?! Aku panik.
Aku selesai menata meja makan saat Mino berada didepanku. Menatapku dengan bingung.
"I...I...Rene... Aku... Aku... Maaf... Aku akan pergi... Maaf..." Ucapnya dengan gugup.
Aku juga menatapnya, memikirkan menarik lengannya untuk makan atau membiarkannya pergi.
"Jangan... Makan dulu..." Tidak keduanya, aku hanya menyentuh lengannya saja.
Ia kemudian duduk didepanku.
"Maafkan aku, semalam sepertinya aku mabuk..." Ucapnya sambil menunduk."Tidak apa-apa..." Jawabku singkat.
Kami lalu makan Tanpa suara.
"Jadi... Bagaimana kabarmu?" Tanyanya ragu-ragu.
Aku kembali menatapnya.
"Yaa... Seperti biasa?"Ia kemudian menghentikan makannya.
"Kalau aku kacau..." Ia berucap dengan nada yang sangat pelan.Aku tersentak, mendengar ia berbicara seperti itu. Apa maksudnya?
"Nyatanya berpisah denganmu lebih sulit dari yang aku Kira..." Ia kemudian menatapku.
Giliran aku yang menunduk.
"Maafkan aku..."Mino menggelengkan kepalanya.
"Tidak... Kau tidak salah... Aku saja yang terlalu egois..." Ucapnya lesu."Tidak aku lebih egois dari yang Kau Kira..." Jawabku pelan.
"Aku orang paling egois di dunia ini..." Ia kembali menjawab.
Aku menggeleng Dan tertawa pelan.
"Lucu sekali rasanya dua orang egois berebut siapa yang paling egois..."Ia ikut tersenyum.
Kami lalu hening. Melanjutkan makan Tanpa berkata apapun.
"Aku harus pergi bekerja..." Ucapku ragu-ragu.
Ia yang melihatku langsung berdiri.
"Ooh... benar... Maafkan aku membuatmu telat..."Ia kemudian mengambil jaketnya disofa sementara aku membersihkan meja.
"Terimakasih... maaf merepotkanmu..."Aku menatapnya, menjawab dengan senyuman Dan anggukan.
Ia kemudian terlihat berhenti diambang pintu.
"Pesan yang terakhir aku kirim... Aku masih merasakannya..." Kemudian ia berlalu.Pikiranku melayang pada pesan terakhir yang ia kirim. Pesan yang menyampaikan bahwa ia akan selalu mencintaiku dimanapun aku berada.
***
Setelah kemarin Mino yang secara tidak sadar mengunjungi rumahku, hatiku terus menerus mendorongku untuk mengikutinya.
Ya... Kini giliran otakku yang mengalah, hatiku lebih penting. Mino yang dalam waktu yang sangat singkat dapat mencuri semuanya dariku.
Ya... Aku harus mengambilnya kembali, dengan resiko apapun.
Aku dengan langkah tergesa menuju kerumahnya. Dengan terlebih dahulu memarkirkan mobilku dengan sembarangan.
Namun langkahku tiba-tiba terhenti. Kepalaku kembali mendominasi. Aku menjadi ragu kembali. Yang aku lakukan hanya diam didepan rumahnya.
Aku berbalik kembali kerumahku, namun seseorang memanggilku.
"Irene...!!!" Aku menoleh kearahnya.
"Ketuk saja, dia ada dirumah...!!!" Itu Hanbin, Hanbin yang tengah menyiram bunga-bunga milik Jennie di halamannya.
Aku hanya menatap Hanbin.
"Ayolah, tidak akan seru kalau berakhir seperti ini...!" Teriak Hanbin sampai ia Lupa bahwa air itu meluber ketanah.
Ia tersenyum lebar. Aku mengangguk mengerti.
'tuk...tuk...tuk...'
Ia membuka pintunya. Mino yang masih acak-acakan karena ini masih pagi. Sudah lama aku tidak melihatnya seperti itu.
"Irene...?" Ia menyipitkan matanya sambil menilikku.
Aku tiba-tiba kosong, yang aku lakukan hanya menunduk malu.
"Ada apa Kau kesini?" Tanya Mino setelah memastikan bahwa wanita didepannya itu adalah aku.
Aku tidak bicara apa-apa lagi. Yang kulakukan hanya menjinjitkan kakiku sedikit, mengecup bibirnya yang kurindukan, menyalurkan seluruh perasaanku pada satu ciuman itu.
Dia kaget, tentu saja. Namun pada akhirnya ia memejamkan kedua matanya Tanpa banyak basa-basi.
Tidak kusangka moment ini perlu waktu lama untuk terjadi. Aku akan selalu mengingatnya.
Aku kemudian melepaskan ciuman itu karena kehabisan napas. Menatapnya sebentar kemudian melihat ia malah menaikkan satu alisnya. Aku menunduk malu.
"Sudah kubilang bibirmu itu sangat berbahaya..." Ucapnya kemudian mendekapku, aku tersenyum di dadanya yang bidang. Ikut memeluknya erat.
"Aku... Mencintaimu..." Ujarku pelan sambil lebih mengeratkan pelukanku.
Ia sedikit tertawa sambil mengelus kepalaku.
"Bagaimana? Mau lanjut ke ronde yang berikutnya?" Ia berkata sambil tersenyum.
Kami kemudian menyesap bibir satu sama lain dengan liar sambil masuk kedalam rumah.
Aku tahu semua itu Tak cukup untuk mengungkapkan semua perasaanku terhadapnya. Tapi inilah aku, berbicara bukan satu hal yang jadi prioritasku.
Mino yang kusadari telah merubahku, Mino yang mengubah jelaga itu menjadi tempat berseri untukku, Mino yang aku mohon untuk selalu disampingku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelaga Yang Payah
FanfictionAku pulang, kembali kerumah tua yang reyot itu. Aku pulang, kembali ke desa yang menjadi pusat memoarku. Aku pulang, kembali pada kenanganku dulu. Aku pulang, kembali lagi jadi wanita penuh rasa ragu. Aku pulang, memulai Hal yang baru. Tapi aku data...