Seperti yang diketahui, kini aku jadi tertular Mino yang mesum Dan Suka seks, sekeras apapun aku menolaknya namun lagi-lagi pesona pria itu sungguh Tak tertahankan Dan Tak ada yang jadi bandingannya. Aku jadi heran apa yang ia punya untuk membuatku jadi segila ini?
Aku bangun membuka mataku, dalam keadaan aku yang telanjang sepasang lengan melingkari pinggangku, memelukku posesif seakan bisa kapan saja aku menghilang.
Aku perlahan melepas pelukan itu, membuatnya bangun Dan menatapku. Aku yang ketahuan hanya bisa terkekeh.
"Pagi... Aku mau Mandi Dan membuat sarapan..."Ia masih dengan mata setengahnya.
"Aku tidak mau sarapan, aku mau begini saja..." Sambil ia yang mengeratkan lagi lengannya.Aku memaksa. Kucoba lepaskan lagi lengan itu dari pinggangku.
"Tidak bisa... Ini sudah menjelang siang Mino..."Mino akhirnya membuka matanya sepenuhnya, memandangiku yang sekarang telanjang dibawah selimutnya. Ia lalu menarik tanganku kembali terjerembab dalam dekapnya. Diciumnya aku berkali-kali Tanpa bosan. Aku tidak bisa menolaknya. Sekali lagi, Mino adalah orang yang memiliki pesona Tak tertahankan.
Keadaan semakin tidak kondusif saat dia mulai merayap kedadaku, meremasnya penuh hasrat sambil tetap menciumi bibir Dan wajahku. Aku mulai melenguh saat ciumannya turun kebagian leherku yang mungkin sudah penuh dengan tandanya.
"Eeeuuuunngghhh..."Tidak. Aku harus bangun. Otakku terus berputar, antara merasakan hasrat itu lagi atau keinginan untuk bangun Dan menjalankan aktivitasku.
"Tidak... Kau sudah mendapatkannya tadi malam..." Ucapku seraya menghentikannya.Ia menatapku penuh kecewa.
"Sekali lagi bagaimana?" Ucapnya penuh harap.Aku tidak akan terkecoh!
"Tidak, Kau sudah mendapatkannya tadi malam Dan sekarang giliran Mandi Dan sarapan..."Mino kembali pada posisi tidurnya.
"Kau kejam sekali kepadaku..." Rajuknya. Aku sering tertawa mendengar beruang besar itu merajuk.***
Aku keluar dari rumah Mino dengan baju besarnya. Ya... Karena aku tidak membawa baju ganti jadi aku terpaksa memakai bajunya.
Saat aku digerbang, terlihat Jennie sedang berjalan keluar, ia melihatku. Ia kaget, matanya membelalak Dan mulutnya menganga.
Ia buru-buru menghampiriku.
"Maafkan aku Rene, aku belum terbiasa Kau bersama Mino..."Aku tertawa.
"Mau kemana?" Tanyaku."Kerumahmu..." Jawabnya.
Aku akhirnya pergi berdua bersama Jennie, bergandengan tangan seperti sepasang kekasih yang baru bertemu.
Tidak banyak yang aku bicarakan dengan Jennie, hanya beberapa topik menyenangkan mengenai bibi Sooyoung atau ladang kakek Hyunjin yang kebakaran.
Aku membuatkan Jennie teh hangat sesampainya kami dirumah. Memberikan kepadanya yang sedang duduk disofa. Aku ikut duduk disana.
"Sepertinya aku akan memaafkan Hanbin..." Ucapnya dengan berat.
Aku menoleh kearahnya.
"Kau yakin...?" Tanyaku pelan-pelan.Ia mengangguk lesu.
"Ibu menyuruhku untuk melupakannya, lagipula anakku masih butuh ayahnya...""Tapi apakah rasanya akan sama? Maksudku, Kau masih mencintai Hanbin...?" Selidikku hati-hati.
"Tentu saja aku masih mencintainya, aku hanya kecewa dengan perbuatannya... Dan ya... Rasanya tidak mungkin sama seperti Sebelumnya, seberapa kuat aku mencoba melupakannyapun aku pada akhirnya tetap ingat bahwa dia pernah menyakitiku..." Tuturnya sedih.
"Kau tidak harus memaksakan dirimu..." Ujarku hati-hati.
Aku masih memegang teh hangat itu, begitupun dengan Jennie.
"Aku harus memaksakannya, aku tidak boleh egois karena bagaimanapun aku masih mencintainya..."
"Tidak ada jaminan kan bahwa ia tidak akan mengulang kesalahannya?" Tanyaku meyakinkannya.
Ia tertawa.
"Memang tidak ada. Haha... Rene Kau terlalu mengkhawatirkan Hal yang belum terjadi..."Aku menatapnya lurus.
"Hanbin bagaimanapun pernah menyakitimu Dan Kau memaafkannya, bagaimana kedepannya ia terus menyakitimu karena berpikir Kau akan memaafkannya...?"Ia tertawa lagi.
"Semua orang berhak dapat kesempatan, setidaknya aku harus memastikan satu Kali lagi kalau dia telah berubah..."Kami berdua menghela napas, kemudian saling tatap Dan tertawa bersama. Aku sangat merindukan moment ini bersama Jennie.
Kami sama-sama menyeruput teh dar gelas masing-masing.
"Bagaimana denganmu?" Tanyanya tiba-tiba.
Aku mengernyitkan dahi.
"Bagaimana apa?"Ia menatap malas kepadaku.
"Mino..."Giliran aku yang menghela napas.
"Hhhh... Entahlah, aku tidak mengerti..." Ucapku."Kenapa? Memangnya Kau tidak mau memiliki hubungan yang lebih jauh?" Tanya Jennie.
"Setidaknya aku yang begitu, Kau tahu aku selalu merasa bersalah setiap bermalam dengannya..." Aku kemudian menghela napas panjang.
"Entah kami hanya berbagi kehangatan atau kami yang berharap satu sama lain..." Lanjutku.Tatapan Jennie menyendu.
"Mino sepertinya tulus mencintaimu..." Ujar Jennie hati-hati.Aku mengangguk.
"Setidaknya itu yang ia katakan kepadaku. Aku tidak mengira satu malam itu akan semengacaukan ini..." Ujarku melayang pada malam pertama aku berhubungan seks dengannya."Kalian hanya akan saling menyakiti kalau tetap bersama, salah satu dari kalian akan lebih sakit dari yang lain... Kau harus menegakan apa tujuanmu" Jennie berucap tegas.
"Aku tidak tahu, aku juga mungkin mencintainya, tapi aku tidak siap berada dalam ikatan apapun..." Ucapku menunduk.
"Kau tahu, kalau alasanmu karena takut Hal sepertiku atau ibumu Kau alami, Kau konyol Rene, ya... Aku tahu itu mungkin saja terjadi, tapi Hal itu belum terjadi, apa yang perlu Kau takutkan?" Ujarnya
"Kau terlalu mengkhawatirkan itu sehingga menyakiti dirimu sendiri..." Lanjutnya.Aku mencelos, kata-kata Jennie seperti tembakan untukku, dia berucap seolah-olah aku orang paling salah didunia ini. Atau mungkin memang aku yang salah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelaga Yang Payah
FanfictionAku pulang, kembali kerumah tua yang reyot itu. Aku pulang, kembali ke desa yang menjadi pusat memoarku. Aku pulang, kembali pada kenanganku dulu. Aku pulang, kembali lagi jadi wanita penuh rasa ragu. Aku pulang, memulai Hal yang baru. Tapi aku data...