29. Hukuman

325 47 18
                                    

Aku kembali menatap jendelaku yang mulai menampakkan bahwa langit kian gelap.

Meringkuk dikasur lagi Dan lagi, menghela napas lagi dan lagi, otakku yang terus berputar lagi dan lagi.

Jennie membuatku sedikit Sadar sebenarnya, aku juga ingin hidup seperti orang lain sebenarnya, aku juga ingin Mino kembali sebenarnya.

Tapi bagaimana? Mino sepertinya terlanjur membenciku, ia menatap seolah tidak mengenalku Dan geriknya seakan tidak menyukaiku. Mino yang kutahu sekarang lebih mirip Mino yang pertama kukenal namun lebih dingin Dan sorot matanya yang lebih tajam.

Helaan napas lagi sepertinya tidak ada habisnya. Memang penyesalan selalu datang pada akhirnya sebagaimanapun Kau menghindarinya. Aku menyadarinya. Aku mengalaminya.

***

Aku berusaha menampakkan senyum cerah ketika beberapa pelanggan datang. Walau kepalaku dipenuhi pikiran memusingkan.

Mino terlalu bisa mengalihkan duniaku, seakan dia memang akhir dari segalanya.

Pikiranku akhirnya teralihkan saat aku lihat seseorang didepanku saat ini. Ia menyerahkan beberapa roti untuk dibayar.

"Heeeeyyyy...! Irene... Aku tidak tahu Kau bekerja disini..." Ucapnya kegirangan. Aku tertawa, memang sifat pria yang satu ini sangat lucu.

"Seunghoon..." Sapaku.

Aku keluar dari meja kasirku untuk lebih dekat dengannya. Berjalan cepat kearahnya sambil tersenyum lebar.

Ia langsung menarikku dalam pelukannya. Membawaku merasakan hangat tubuhnya.
"Kau... Kenapa menghilang huh?" Tanyanya sedikit marah.

Aku tersenyum.
"Aku tidak menghilang..." Ucapku asal.

"Yak! Kalau aku tahu ternyata kau di Gangnam, aku akan menerormu setiap hari..." Candanya padaku.

Aku tertawa. Dia memang selalu bisa membuat orang jadi terintimidasi.
"Uuuu... Lee Seunghoon..."

"Ya! Aku rindu sekali padamu, hampir setahun tidak ada kabar sedikitpun huh?! Kau pikir itu adil untukku?" Ujarnya merasa tersinggung.

Aku hanya tertawa.
"Aku tidak akan kabur jadi tidak usah repot-repot menerorku ya Lee Seunghoon..." Ucapku sambil mendelik canda.

"Jadi, dari Mana saja selama ini?" Tanyanya mulai serius.

Aku mengangkat bahuku.
"Entahlah... Aku kesana kemari..." Setelah itu aku tertawa.

Ia menatapku malas.
"Ya... Apa yang bisa aku harapkan dari seorang Irene? Dia selalu berbuat sesuka hatinya..." Kemudian ia tertawa.

"Haha... Kau juga tahu itu Seunghoon... Haha..."

***

Mino. Sebuah nama yang masih mengganjalku, entah sampai kapan.

Aku bergelung dengan selimutku. Hari ini aku merasa dingin sekali.

Pikiranku melayang, hingga sebuah bayang datang kalau dulu pasti ada yang memelukku kalau kedinginan buru-buru memberiku kehangatan. Aku tersenyum gila.

Kalau saja, dulu aku tidak pergi mungkin aku kini tidak akan kedinginan bersama selimut itu. Mungkin akan berbeda kalau ada seseorang yang mendekapku.

Ya... Tapi kurasa itu hanya anganku semata, nyatanya semuanya berantakan. Lebih tepatnya aku membuat semuanya berantakan.

Mino kini membenciku Dan aku malah semakin merindukannya. Mino semakin menjauhiku Dan aku malah semakin ingin didekatnya. Mini yang semakin tidak mengenaliku Dan aku malah semakin ingin bersamanya.

Tuhan memang punya cara berbeda untuk menghukum manusia. Cara yang sama sekali tidak terduga.

Aku mendengar seseorang menggedor pintuku dengan keras. Siapa itu? Kurasa aku tidak ada jadwal menerima tamu Hari ini, tidak akan sebenarnya karena tidak ada yang tahu aku tinggal disini.

Gedoran pintu itu semakin kencang, aku perlahan menuju pintu. Membukanya perlahan.

Dia yang menggedorku terlihat memakai setelan hitam, dengan jaket kulit kesukaannya.

Kami hanya saling memandang sesaat. Gila. Dari Mana dia tahu rumahku?

"I...I...Rene..." Ucapnya sebelum ambruk dipelukanku. Aku langsung menangkapnya, membawanya susah payah menuju sofaku.

Ya ampun. Disana adalah Mino, orang yang dari tadi aku pikirkan. Hukuman apalagi yang akan tuhan beri padaku?!

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang