16. Sekelumit Cerita Tentang Malam

480 55 23
                                    

Aku masih memeluk pria itu. Merasakan tubuhnya yang mematung karena aku tiba-tiba memeluknya.

Netraku kembali, aku menjauhkan diriku dari pelukan pria itu. Ia menatapku. Kembali memelukku dengan erat. Tangannya menyentuh rambutku lembut. Aku terisak didadanya.

Setelah tangisku reda aku kembali menjauhkan tubuhku. Gila! Aku menatap pria itu. Bos Mino.
"M...ma...maafkan aku..." Ucapku gugup.

Ia menatapku lekat-lekat, tangannya dengan lembut menyentuh pipiku. Aku terpejam, ia menyentuh bibirku dengan jari-jarinya yang lentik.

Aku perlu pengalihan perhatian, aku butuh melupakan sejenak masalahku dengan Jennie Dan Hanbin.

Aku menjinjitkan kakiku, menyejajarkan wajahku dengan wajah Bos Mino. Aku Gila? Iya!!! Aku hanya hancur...

Aku sapukan bibirku pada bibir Bos, merasakan kelembutan itu lagi, yang kemarin aku rasakan dengan tidak sengaja. Ia langsung menutup matanya, menyesap juga bibirku lembut.

"Imbalanmu..." Ucapku pelan sambil merasakan hawa panas dipipiku.

Ia kembali menatapku tajam, memindai apakah aku serius atau memang gila.
"Bukan begitu caranya..." Ucapnya Tanpa sedikitpun mengalihkan pandangannya dari bibirku.

Ia kembali menciumku, menyesap bibirku lebih dalam, lebih intens dari yang aku lakukan. Aku membalasnya, merasakan lagi bibir itu.

Kami berciuman dengan panas hingga Tak Sadar aku telah masuk ke kamar bosku sendiri.

Bos mulai menjalarkan usapan bibirnya pada area tubuhku yang lain. Aku yang seharusnya tahu bahwa ini tidak pantas dilakukan lebih memilih tidak peduli.

Bos menyesap leherku lembut, membuatku memiringkan kepalaku, aku terlena. Aku memejamkan mataku.

Ia mengajakku untuk berbaring dikasurnya, Bos kembali menyesap leherku hingga kemerahan. Kami sama-sama dibalut nafsu. Kami sama-sama menginginkan.

Tiba-tiba kemudian ia menjauhkan bibirnya dari leherku. Ia menatapku intens, menatapku mungkin karena Sadar yang tengah mereka lakukan.

Aku tidak peduli, aku mengalungkan lenganku ke lehernya mengajaknya kembali untuk beradu lidah didalam mulut kami. Aku terpejam, ia juga terpejam.

Saat keadaan kami yang sama-sama panas, ia akhirnya membantuku membuka kaosku. Aku dengan terburu-buru membuka juga sweaternya. Kami masih menyesap. Ia kemudian menyentuh payudaraku, membuatku menggelenyar nikmat merasakan sentuhan lembutnya.

Ia menemukan mangsa baru. Ia menyesap dalam putingku, membuat punggungku melengkuk karena ingin merasakan yang lebih.

Aku sangat basah. Aku ingin apapun yang ada didalam dirinya menyentuhku. Aku ingin lebih...

"Eeuugghhh..." Desahku Tak karuan.

Ia menuju perutku, menggelitik pinggangku dengan usapan lidahnya, jemarinya dengan lihai membuka seluruh celanaku. Aku telanjang.

Aku tidak mau kalah, aku berusaha membuka celananya. Mengajaknya beradu lebih dalam lagi. Ia menyentuh vaginaku dengan jari-jarinya. Aku semakin menggelinjang dibuatnya.

Kami telanjang, kami saling bergumul, kami saling ingin mendapat puncaknya. Aku menatapnya dengan sensual, menatap dada bidangnya yang dipenuhi dengan beberapa tatto, tentu saja aku belum pernah melihatnya.

Aku sudah tidak kuat, begitupun dengan dirinya.
"Masukan...eeehhggmmm..." Perintahku padanya.

Ia menatap kilat mataku yang kalut dibuatnya. Aku bergerak Tak karuan, ia terlalu menggairahkan.
"Eeehhhmmm..."

Kami sama-sama dipenuhi peluh, keringat kami berdua sudah bercampur sampai Tak bisa membedakannya.

Ia kemudian memasukan penisnya kedalam vaginaku pelan-pelan. Aku kembali melengkungkan tubuhku. Sensasi ini terlalu nikmat.

Ia menggeram Dan aku mendesah sensual. Ini terlalu dalam. Aku memeluknya erat, ia sesekali menyesap lagi bibirku sambil area bawahnya bekerja Tanpa henti.

Ia mengangkat Dan menumbukkan tubuhnya padaku. Aku memejam nikmat, ia menatapku intens. Ia mengulang gerakan menumbuk tubuhku dengan cepat. Aku jadi ikut bergerak tidak karuan.

Kami sama-sama memejamkan mata kami saat gelenyar itu keluar, kami sampai pada puncaknya. Ia masih berada diatasku menikmati aliran cairannya yang perlahan memasuki vaginaku.

"Aaahhhh..." Ucap kami lega.

Ia kembali menatapku Dan menyingkirkan anak rambutku dengan jarinya.
"Bibirmu membuatku gila..." Ucapnya tajam.

***

Matahari masuk melalui celah kaca yang tertutup gorden itu. Aku terusik, aku merasakan perutku yang dilingkari lengan dengan erat.

Aku membuka mataku perlahan. Mandapati wajah Bos yang terlelap disampingku. Aku mengerutkan wajahku.
'sialan!'

Aku lalu menyingkirkan lengan itu dengan perlahan berharap Bos belum bangun sampai aku pergi. Aku jelas-jelas ingat semua yang kami lakukan semalam, Dan ya! Itu gila.

***

Beruntung Bos belum bangun sampai aku pergi. Mengendap-endap seperti sudah jadi kebiasaanku sekarang.

Aku putuskan membersihkan tubuhku sebelum berangkat ke kafe.

Perjalanan menuju kafe dipenuhi banyak pikiran. Tentu saja dengan masalahku Dan Jennie, tapi yang membuatku kaget dengan pikiranku adalah aku memikirkan kegiatan malamku dengan Bos. Bagaimana aku harus bersikap didepannya?

Aku langsung menuju dapur Tanpa menyapa Chanyeol yang sedang membereskan kursi-kursi kafe.

Aku terus menundukan kepala sambil menggelengkannya meyakinkan diriku untuk bersikap seolah-olah tidak terjadi apapun antara aku Dan Bos.

Aku mulai membuat kue dan menyiapkan bahan-bahannya. Memulai pembuatan kue sambil berusaha menyingkirkan pemikiran kotor yang gila tentang pergulatanku dengan Bos Mino semalam.

Aku menghela napasku, kejadian semalam benar-benar jadi pengalihan yang ampuh atas masalahku dengan Jennie. Ya... Walaupun tidak akan selesai jika aku tidak bicara dengannya.

Aku tersentak saat melihat Bos yang sedang melipatkan lengan di dadanya. Menatap tajam kearahku.

"Pe...permisi..." Aku pura-pura tidak mengindahkan presensinya dan pergi menuju manapun asal tidak berhadapan dengan pria itu.

Ia mencengkram lenganku. Kilatan matanya menusuk kearahku.
"Kenapa kabur hm...?" Ia berkata dengan suara beratnya.

"Ch...chanyeol membutuhkan bantuanku..." Aku dengan gugup bicara sambil menunduk dari tatapan Bos.

"Jelaskan padaku... Tentang semalam..." Ucapnya tegas. Perintah itu sangat menakutkan untukku, maksudku bagaimana aku menjelaskan kepadanya? Bilang bahwa aku butuh pelampiasan? Atau karena aku terngiang-ngiang oleh bibirnya yang tempo hari tidak sengaja menciumku? Gila!

"Irene... Saatnya Kau menyiram bung--" Chanyeol menatap kami, aku kaget. Bos Mino biasa saja.

"Aa...ahh... Iya aku akan segera menyiram bunga!!!" Ucapku kikuk sambil berusaha melepaskan cengkraman tangan Bos padaku.

Chanyeol mengerutkan keningnya, meneliti wajah kami berdua.
"Tunggu dulu, tanda apa yang ada dileher kalian berdua?"

Sialan! Kenapa harus Chanyeol lagi?!

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang