5. Pelamar Baru

303 52 9
                                    

Menu Kali ini adalah ubi bakar, aku hendak membakarnya di perapian rumah, meski aku punya oven tapi membakarnya langsung diperapian akan membuat ubinya terasa lebih enak.

Kucuci tiga buah ubi manis yang tadi aku beli di pasar. Aku menuju perapian, sudah lama sekali pasti perapian ini tidak menyala.

Oh...tidak! Kayu bakarnya tidak ada! Perapian itu kosong melompong.

Aku coba keluar rumah, mencari ranting kayu yang bisa aku gunakan untuk menyalakan perapian.

Sebuah lampu menyorot jalan, sangat terang, Dan aku lihat itu adalah sebuah motor! Motor itu melesat kencang, menimbulkan suara bising ditengah malam.

Aku langsung ingat pria yang membantuku dengan kran airku yang kata Jennie sering berkeliaran dengan motor malam-malam. Pantas saja dia di gosipi bibi Sooyoung, suaranya yang sangat bising mungkin membuat warga desa bangun ditengah malam.

Kembali pada tujuan utamaku menyalakan perapian. Namun kayu bakar ataupun ranting tidak ada dimana-mana. Sebenarnya aku bisa saja mengambilnya ke hutan di dekat rumah, tapi karena keadaan yang amat gelap membuatku mengurungkan niatku.

Aku kembali masuk kerumahku, memutuskan untuk memanggang ubi-ubiku di oven saja.

***

Tiga hari disini rasanya cukup bosan, aku tidak punya Hal apapun untuk dikerjakan. Menganggu Jennie untuk datang kerumah rasanya tidak cukup sopan karena sekarang Jennie punya seseorang yang harus dia urus.

Seketika aku teringat lowongan kerja di kafe milik Mino, terdengar terasa akrab aku memanggilnya dengan sebutan namanya saja.

Kurasa tidak ada salahnya mencoba, aku putuskan untuk bersiap-siap, berganti baju Dan membawa dokumen yang kuperlukan.

Setelah semuanya terlihat rapi aku keluar rumah, menguncinya Dan hendak pergi.

'tiin...tiiin...tiinnn...' suara klakson Mobil menghentikanku, aku menoleh ke Sumber suara.

"Mau kemana?" Ternyata itu Hanbin, sepertinya ia akan berangkat kerja.

Aku menunduk hormat terlebih dahulu.
"Ke kafe dekat pasar, katanya disana butuh koki, jadi aku akan mencobanya..."

Hanbin mengangguk-angguk.
"Butuh tumpangan?" Tanyanya ramah.

Aku berpikir sejenak dengan ajakannya.
"Tidak apa-apa, teman Jennie temanku juga..." Ucap Hanbin lagi.

Aku akhirnya mengangguk kecil, Dan masuk ke Mobil Hanbin. Duduk dikursi samping Hanbin rasanya cukup aneh, meski ia adalah suami sahabatku tapi nyatanya Kita hanya pernah sekali bertemu.

Hanbin mulai menyalakan mesin mobilnya. Ia tiba-tiba mendekat kearahku, sangat dekat. Wajah kami saling memandang, aku kaget karena gerakan tiba-tiba Hanbin yang ternyata hanya akan memasangkan sabuk pengamanku.

Keadaan menjadi canggung sejak moment saling tatap tadi berlangsung. Aku langsung mengusir pemikiran gilaku tentang Hal tadi.

"Kudengar kemarin kran airmu rusak?" Hanbin membuka pembicaraan.

Aku mengangguk canggung.
"Iya, tapi sekarang sudah tidak apa-apa..."

Hanbin tersenyum kearahku, akupun balas senyum canggung terhadapnya.
"Apa tidak merepotkanmu aku menumpang seperti ini?" Tanyaku memastikan.

Hanbin tertawa.
"Tentu tidak, lagi pula kantorku searah dengan kafe itu..."

Aku tersenyum tipis.
"Apa pekerjaanmu?" Tanyaku basa-basi.

Ia menoleh kearahku.
"Aku akuntan bank..."

Aku hanya mengangguk kecil.

Perjalanan akhirnya sampai di kafe kemarin, aku keluar dari Mobil Hanbin Dan menunduk sopan padanya.
"Terimakasih Hanbin..." Ucapku sopan.

"Kalau ada apa-apa dengan rumahmu panggil aku saja..." Ia tersenyum sambil berbicara lewat jendela Mobil.

Aku hanya tersenyum sopan.

***

Aku langsung menginjakan kakiku di lantai kafe, menuju kasir Dan bertanya pada pria yang memakai topi merah Dan celemek disana.

Ia tersenyum kepadaku Dan bertanya pesanan apa yang aku perlukan, namun aku menggelengkan kepalaku.
"Saya ingin melamar pekerjaan disini..."

Pria itu tersenyum ramah kepadaku, memperlihatkan lesung pipinya yang cukup. ia berkata bahwa dia akan mengantarku ke ruangan bosnya dilantai atas.

Aku mengikuti langkahnya, punggungnya begitu lebar hingga seluruh tubuhku terhalang olehnya. Pria itu berhenti didepan sebuah pintu berwarna cokelat tua.

Pria itu mengetuk dengan hari-hari, tidak lama suara berat muncul dari dalam Sana.
"Masuk..."

Pria itu masuk terlebih dahulu, berbicara sebentar dengan bosnya yang aku tahu bahwa itu Mino. Pria penjaga kasir itu keluar Dan memberitahuku untuk masuk kedalam.

Aku tersenyum Dan berterimakasih kepadanya, ia juga tersenyum Tak kalah lebarnya.

Aku melangkahkan kakiku ke dalam ruangan. Kesan pertama yang aku dapat adalah 'pria ini pasti sedikit gila'. Lukisan-lukisan besar terpampang diseluruh jendela, hampir tidak ada celah.

Semua lukisan, patung orang, Dan berbagai barang seni lainnya ada disini. Aku berani bertaruh bahwa mungkin patung-patung Dan lukisan itu bergerak kalau malam-malam.

"Kau...?" Ucap pria itu dingin. Aku membungkuk hormat kepadanya.

Ia tetap memerhatikanku dari ujubg kepala sampai ujung kaki, membuatku merasa agak kikuk. Ia menopang dagunya pada meja kayu aneh didepannya.
"Duduklah..."

Aku buru-buru didepan kursi yang agaknya seperti Kursi bar dibanding kursi biasa. Gagangnya agak tinggi Dan berwarna merah cerah. Untung saja hari ini aku tidak mengenakan rok.

Maksudku untuk apa dia menempatkan Kursi setinggi ini? Dia itu mesum atau apa?!

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang