22. Tuntutan Cinta

377 52 27
                                    

Pada akhirnya aku menurut Naik motor Mino. Yah, pilihan yang tidak Begitu buruk sebenarnya karena kalau tidak aku akan diciumnya.

"Pegangan yang erat..." Perintahnya.

Aku menempelkan tanganku pada pinggangnya.

"Peluk aku atau aku akan ngebut Dan Kau akan jatuh?" Perintahnya lagi.

Aku mendengus, namun tetap menuruti kemauan mesum pria itu.

***

Aku jalan buru-buru mendahuluinya. Bahkan melampaui Chanyeol yang sedang menyapu lantai.

"Irene...!" Pekiknya saat melihatku.

Aku langsung menuju dapur, segera membuat kue karena aku telat gara-gara pria mesum itu.

"Irene...! Aku senang kau mendengarkan ucapanku..." Ucap Chanyeol sambil kepalanya yang melongok dari pintu dapur.

Aku tersenyum kearahnya.
"Yaah... Kupikir kalau aku tidak kerja aku akan makan apa?"

Chanyeol hanya tersenyum.
"Selamat datang kembali...!"

Aku tertawa karena tingkah Chanyeol.

"Eee...Bos?" Suara dari luar terdengar.

Kemudian pria mesum itu datang kedapur. Aku menatap kearahnya. Ia mendekat kepadaku.

"Kenapa Kau tertawa?" Selidiknya.

Aku menatap bingung kearahnya.
"Apa aku tidak boleh tertawa?" Singgungku.

"Sudahlah keatas, aku harus menyelesaikan kue-kue ini..." Ketusku sambil melanjutkan untuk membuat adonanku.

"Satu ciuman Dan aku akan keatas..." Pintanya dengan wajah menjijikan.

Aku tidak menghiraukannya sedikitpun, hanya melanjutkan adonanku.

"Baiklah..." Ucapnya ketus. Ia kembali kearahku, menyentuh daguku dan mencuri ciuman dariku.

Ia hanya pergi sambil terkekeh geli. Sialan!

***

Aku duduk disebelah Chanyeol untuk makan siang. Ia mencetus saat melihatku.
"Kukira Kau kembali karena aku..." Ucapnya sedih.

Aku mendengarkannya.
"Memang karenamu kok..." Ucapku mantap.

Ia menatapku bosan.
"Kau Kira aku tidak tahu tadi kalian berciuman didapur...?" Gerutu Chanyeol.

Aku hanya terkekeh malu didepan Chanyeol. Sialan lagi!

Selagi aku tertawa bersama Chanyeol, presensi Mino terpampang didepanku.

Chanyeol nampak akan berdiri, tapi aku memegang lengannya untuk mencegahnya. Chanyeol akhirnya duduk lagi.

"Ada apa?" Tanyaku pada Mino yang tengah mengawasi pergerakan aku Dan Chanyeol.

"Kenapa Kau tidak bilang akan makan?" Tanyanya penasaran.

Aku menatap bingung kearahnya.
"Ini memang jam makan siang kan?"

Aku kembali mengalihkan perhatianku pada Chanyeol.

"Setelah selesai makan Kau keatas..." Ujarnya tegas. Aku mengernyitkan dahiku, namun ekspresi muka dari Mino seolah-olah tidak ada yang boleh membantahnya.

"Baiklah Bos..." Ujarku malas.

"Tidak ada panggilan Bos lagi...!" Tuturnya tegas.

"Benarkah?" Tanya Chanyeol menyerobot.

Mino menatap tajam Chanyeol.
"Bukan untukmu...!" Ucapnya dingin. Chanyeol menciut setelah jawaban menyakitkan dari Mino.

Mino akhirnya pergi, berjalan cepat menuju lantai atas.

Aku menoleh perlahan kearah Chanyeol. Memasang senyum permintaan maafku.

"Hhh... Baru saja aku punya teman makan dalam sebulan ini... Kurasa aku akan sendirian lagi..." Ia menghela napasnya.

Aku memasang muka minta maaf.
"Maafkan aku Chan..."

"Cepatlah keatas...!" Gerutunya.

***

Aku Naik ke lantai dua. Menemukan Mino yang tengah membaca laporannya.

Aku duduk didepan mejanya, ia kemudian membuka makanannya. Lanjut kepada melahapnya.

Setelah ia melahap makanan Tanpa bicara, ia menyuruhku untuk duduk disampingnya, menarik kursi yang tadi aku duduki kesamping kursinya.

"Kau sebaiknya jangan dekat-dekat dengan Chanyeol..." Ucapnya manja.

"Kenapa?" Tanyaku singkat.

"Tidak usah dekat saja..." Ia menaikkan kedua bahunya

"Kau tahu tidak...? Kau sangat berbeda..." Ucapku pelan.

Ia menaikkan salah satu alisnya.

"Aku hanya merasa aneh, Kau yang dingin, tidak pernah menyapa, tidak pernah mengobrol, tidak pernah tertawa... Sangat jauh berbeda ketika Kau bersamaku..." Aku menatap sendu kearahnya.

Keadaan menjadi hening. Aku sangat bingung sekarang. Mino yang dingin atau yang cemburuan, Mino yang irit bicara atau Mino yang khawatiran, Mino yang tidak tertawa atau Mino yang sangat kekanak-anakan. Yang Mana Mino yang asli?

"Ada alasan kenapa aku hanya seperti itu terhadapmu. Kau orang pertama untukku, yang masuk kerumahku, tidur dirumahku, bercerita kepadaku, menangis dihadapanku, membuatkan bubur untukku. Aku tidak pernah berharap untuk dipedulikan, sedikitpun tidak... Tapi Kau tiba-tiba datang saat aku sama sekali tidak berharap, Kau sedikit atau banyak membantuku untuk berhenti berharap. Sikap itu keluar begitu saja, aku tidak ingin kehilangan siapa-siapa lagi..." Tuturnya. Membuatku ternganga karena seperti iu pemikirannya.

"Aku tidak pernah menyangka pemikiranmu seperti itu..." Ucapku lirih. Ia menatapku sendu. Aku lalu merengkuhnya didekapku, menyalurkan semua rasa sakit yang kami terima, rasa kehilangan yang kami rasa.

"Bahkan aku tidak pernah berpikir untuk menjalin hubungan seperti ini, aku punya banyak luka didalam tubuhku, keluargaku meninggal, hampir semua hartaku dikuasai pamanku, dari Sana aku mulai mengembangkan sifatku, sifat menyebalkanku, sifat dinginku, Dan sifat egoisku..." Aku menghela napasku.

"Kita sama-sama pernah kehilangan, aku juga punya banyak luka, aku juga ingin menyembuhkannya..." Lirihku penuh arti.

Aku Dan Mino masih dalam posisi berpelukan, saling menyerap energi masing-masing, saling berharap, saling memberikan pengharapan tentang masa depan yang lebih baik.

Tapi itu cukup hanya kubayangkan, aku tahu mungkin suatu saat aku menyakitinya lebih dari rasa sakitnya sekarang, aku takut, takut suatu saat ia memintaku untuk menjalin hubungan yang lebih.

'tuk...tuk...tuk...' suara pintu mengetuk.

Terlihat Chanyeol membuka pintu itu.
"Rene, seseorang bernama Hanbin menunggumu dari tadi..."

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang