3. Tukang Ledeng yang Baru

327 53 4
                                    

Pagi-pagi di desa ini sangat tenang, hanya kicauan burung yang ada. Agendaku hari ini adalah bersantai, sama seperti dua hari kebelakang.

Aku beranjak dari ranjang dan pergi menuju kamar Mandi, yah setidaknya aku harus bersih ketika bersantai.

Aku lepas semua bajuku, dan menyapakan kran air yang sudah macet, aku paksakan kran itu agar mengucurkan air.

Namun sialan! Keran air itu malah rusak, air menyembur kemana-mana, aku buru-buru menyumpalnya dengan apapun yang ada dalam jangkauanku, Dan yang terdekat denganku hanyalah handuk oranyeku, aku keluar kamar Mandi dengan telanjang, menuju kamarku Dan berganti baju.

Aku bahkan sudah basah kuyup sebelum Mandi. Dan lagi Mana ada tukang ledeng yang mau kesini dicuaca yang sangat dingin ini?

Aku buru-buru menelpon Jennie, ia satu-satunya teman Dan orang yang terpikirkan olehku.

"Jen..."

"Hallo Ireneku sayang..." Ujar Jennie diseberang Sana.

"Kau tahu tukang ledeng yang bisa aku panggil sekarang?" Tanya ku langsung.

"Kenapa? Pipa airmu rusak?" Tanya Jennie kembali.

"Aku tidak sengaja merusak kran airku, sekarang kamar mandiku penuh air...!"

Jennie terdengar berpikir.
"Mmmm... Hanbin sedang bekerja sekarang, tukang ledeng pasti lama jika ditelpon..."

Aku tambah panik.
"Jadi bagaimana ini?"

"Yasudah, Kau tunggu disana, aku akan ke tempatmu..." Setelah itu panggilan dituup oleh Jennie.

Aku bingung, air tetap menyembur kemana-mana meski telah aku sumpal oleh baju Dan handukku, air juga mulai menggenang di lantai rumahku, aku tidak tahu cara mematikan mesin airnya.

***

'tuk...tuk...tuk...' suara ketukan pintu.

Aku buru-buru kedepan rumah untuk membukakan pintu, Jennie melongo melihatku yang basah kuyup, bahkan badanku tercetak jelas.

Dan tunggu dulu, dibelakang Jennie ada seorang pria sekitar akhir 20an. Astaga! Gila, aku buru-buru masuk kedalam Dan membawa mantel Ibuku yang tergeletak di kursi bekas kemarin aku membongkarnya.

Jennie Dan pria itu masuk, ia langsung bertanya dimana kran yang rusak Dan Jennie langsung menuntunnya masuk ke kamar Mandi yang aku maksud.

"Kau... Kenapa bisa sampai basah kuyup begini?" Jennie bertanya sambil membawa handuk baru dari kamarku.

Aku yang tengah meringkuk sambil memakai mantel apek milik Ibuku Dengan kepala yang sedang dikeringkan oleh Jennie.

Belum aku menjawab pertanyaan Jennie, pria tadi keluar, sedikit basah juga tentunya.

"Mesin airnya di sebelah Mana?" Tanya pria itu dengan suara berat.

Aku bergidik menandakan tidak tahu. Jennie memelotot kearahku.
"Kau tidak tahu dimana letak mesin airnya hingga Kau basah begini..."

Aku hanya mengangguk lemah, sedangkan pria tadi kini tengah berkeliling rumah untuk mencari mesin air.

***

Aku segera berganti baju, sudah tiga baju hanya untuk hari ini! Jennie Dan pria tadi masih ada di rumahku. Jennie sedang asyik membaca buku yang ada diruang tengah sedangkan pria itu masih sibuk mengurusi kran airku.

"Pria itu siapa?" Tanyaku setelah duduk di sofa reyot bersama Jennie.

Jennie menoleh kearahku.
"Oohh itu, dia Salah satu tetanggaku. Dia pindah ke desa Ini tahun lalu..."

Ucapan Jennie terpotong dengan presensi pria yang dibicarakan, rambut pria itu terlihat basah karena membetulkan kran airku.

Aku memberikan sehelai handuk baru kepadanya, namun ia menggeleng.

"Tidak apa-apa..." Ucapnya singkat.

"Eeuuhh... Terimakasih..." Ucapku menggantung, karena bingung harus memanggil pria itu apa.

"Mino..." Ucapnya.

"Oohh, terimakasih Mino, sebelum Kau pulang minumlah jahe hangat dulu, Kau kedinginan kan?" Ucapku hangat atas dalih kesopanan.

Pria itu kembali menggeleng.
"Tidak usah, aku akan langsung pulang saja..."

Aku sedikit tertegun akannya.
"Oouuhh... Baiklah, sekali lagi terimakasih Mino..."

"Terimakasih Mino..." Pekik Jennie.

Dan pria bernama Mino itu pergi, namun Tak lama ia berbalik.
"Lain Kali jika Hal ini terjadi lagi, matilan dulu air mesinnya, mesinnya ada di halaman belakang..." Ucapnya tegas sesudah itu pergi.

Aku mengangguk lemah, kembali duduk disebelah Jennie. Jennie melihatku yang keheranan dengan sikap dingin pria itu.

"Tidak apa-apa, biarkan saja, dia memang seperti itu..." Ucap Jennie sambil mengayunkan tangannya.

Aku mengangguk-angguk.
"Aaaahhh... Baiklah..."

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang