Epilogue

590 54 41
                                    

Aku menatapnya lembut. Ia tengah terlelap sekarang. Aku menggerakan tanganku menuju garis wajahnya.

Aku tahu Ia tidak sepenuhnya terlelap, buktinya sekarang ia tengah tersenyum geli karena sentuhanku.

Ia kemudian memelukku, mengusap-usap perutku yang mulai membesar. Aku merasakannya. Ia mengelus-elus perutku dengan halus. Aku mulai memejamkan mata Dan melenguh pelan.

Ia kemudian bangkit. Manatapku mesra, menciumku sebentar.
"Tidak Sayang, Kau sedang hamil..." Mini berucap dengan manisnya.

Aku mencebik kesal. Dia tidak tahu apa orang hamil itu sensitif?!

***

Aku, Mino, Hanbin, serta Jennie kini tengah berkumpul bersama. Menikmati senja, sambil makan beberapa camilan.

Para pria tengah sibuk mengurusi daging sapi yang harus dipanggang, sedangkan para wanita hanya diam sambil menunggu.

Biarlah Hari ini aku Dan Jennie bersantai Dan tidak menyiapkan makanan.

"Tidak menyangka ya Kita bisa seperti ini?" Ucap Jennie sambil menatapku.

Aku menoleh kearahnya.
"Ya... Kalau saja Hanbin waktu itu tidak memohon padamu mungkin sekarang Kau tidak hamil lagi Jen..." Gurauku.

Ia mendelik canda.
"Dan kalau Kau tidak kembali pada Mino, mungkin sekarang Kau ada di Seoul Dan melupakanku lagi..." Aku tertawa.

"Oh iya, bagaimana kemarin hasil USGnya?" Tanyaku penasaran.

Jennie tersenyum sumringah.
"Aku sekarang akan mendapat perempuan... Aaaaaa..."

"Bagaimana denganmu?" Tanyanya lagi.

"Aku punya dua anak laki-laki..." Aku tersenyum.

Jennie membelalakan matanya.
"Kau akan punya anak kembar?"

Aku mengangguk setuju.

"Perhatian perhatian, untuk para ibu hamil untuk segera ke meja makan karena santapan sudah siap...!" Ujar Haru sambil berlari kearahku Dan Jennie.

Kami berdiri, berjalan pelan menuju meja makan.

"Untuk para tuan putri, waktunya makan..." Ucap Hanbin sambil menyediakan tempat untuk aku Dan Jennie.

"Mana Naeun?" Tanya Jennie padaku.

Tidak lama, seorang pria tengah menggendong putrinya datang. Terlihat putri itu meronta-ronta.

"Kenapa dengan Naeun?" Ucapku penasaran. Naeun masih menangis Dan meronta-ronta untuk diturunkan dari gendongan ayahnya.

"Naeun ingin dipanggil tuan putri juga jadi dia menangis" Haru yang tengah menyiapkan piring berbicara.

"Naeun akan selalu jadi tuan puteri ayah Dan ibu..." Ucap ayahnya.

Mendengar Hal itu Naeun mulai mereda, ia kemudian turun perlahan dari gendongan ayahnya.

Naeun berlari kearahku sambil mengusap sisa-sisa air matanya.
"Naeun ingin dipanggil tuan puteri juga..." Ujarnya lesu.

Semuanya tertawa, melihat tingkah Naeun yang lucu.
"Baiklah tuan puteri, sini duduk disamping ibu..." Ucapku sambil menepuk-nepuk bangku sebelahku.

Naeun akhirnya duduk disebelahku sambil tersenyum senang.

Kami lalu makan dengan tenang, diselingi beberapa candaan yang dilontarkan si kocak Haru Dan beberapa selingan percakapan ringan.

***

Ya... Tidak terasa Lima tahun sudah aku Dan Mino bersama, memiliki seorang puteri lucu yang kami beri nama Song Naeun.

Ya... Naeun anak yang amat lucu, walau ia sedikit cengeng, dia cantik Dan berbakat. Aku selalu terkaget-kaget dengan kemampuan menari baletnya yang sangat indah.

Aku tengah mengelus-elus perutku, disana terdapat dua calon bayiku, dua bayi yang akan meramaikan suasana rumah ini.

Mino datang kekamar selagi aku melamun. Ia tersenyum kearahku. Ia kemudian memelukku sambil ikut mengusap-usap perutku.
"Aku mencintaimu..." Ujarnya penuh mesra.

Aku tersenyum kearahnya.
"Aku tahu... Dan aku juga..."

Ia mulai menopangkan dagunya dipundakku.
"Aku tidak sabar menunggu si kembar lahir..."

Aku kemudian sedikit menoleh kearahnya.
"Ya... Aku juga..."

Ia kemudian bergerak kearah depanku, perlahan mendekatkan bibirnya kearahku, mencium bibirku dengan lembut. Melumat bibirku dengan kasih Sayang. Aku Suka seperti ini, meski ia pria pencuri ciuman, tapi aku Suka diciumnya, aku Suka saat bibirku basah karenanya.

"Ibu Dan ayah sedang apa?" Naeun Tanpa permisi datang ke kamar kami.

Karena kaget kami langsung melepaskan satu sama lain. Ya... Tertawa dengan kikuk menghadapi Naeun yang penuh ingin tahu.

***

Cukup seperti ini saja. Aku menyukainya, berkumpul bersama keluargaku, bahagia bersama mereka.

Tiba-tiba bel pintu berbunyi, aku yang mulai susah berdiri karena kehamilanku memaksakannya.

Menuju pintu. Tidak Ada siapapun disana, hanya ada sekotak paket dengan surat diatasnya.

Aku mengambil surat itu, membukanya perlahan.

'Irene... Bagaimana kabarmu di Korea? Aku di Amsterdam baik-baik saja loh, disini tidak seru kalau tidak ada Kau... Oh iya, aku minggu depan pulang ke Korea, pastikan Kau menemuiku ya... Aku menyayangimu...

-Lee Seunghoon-'

Aku membaca suratnya dengan seksama, tersenyum kearah surat penuh cinta itu. Tanpa Sadar bahwa si pencemburu Mino dari tadi ada dibelakangku, membaca juga suratku. Aduh... Gawat!!!

"Irene..." Ucapnya dingin. Sialan! Kenapa dia ada disini?!

*** End ***

Author Note :

Really really thank you for who always read this story. I don't believe that it complete this fast compare to my other stories.

At first I don't really have a high expectations for this, but for those people who always comment this story, voted this story, that's why I keep continuing my work.

I always laughed read your comments guys, it's like a healing for me, thank you for support... Luv yaaa...

-The Property of Murphy-

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang