4. Kue Cokelat Panas

317 52 3
                                    

Aku tengah berjalan santai bersama Jennie, aku mengajak Jennie untuk menemani belanja kebutuhanku dipasar.

Setelah aku Dan Jennie sampai dipasar, mataku Tak berhenti kagumnya melihat orang-orang, cukup jarang aku melihat orang-orang yang berkumpul hanya untuk bertegur sapa dikota.

Pekerjaanku disana hanya pergi ke hotel pagi-pagi sekali Dan pulang larut sekali. Tidak ada waktu untukku untuk sekedar berjalan santai seperti ini.

Jennie meraih tanganku Dan menuntunku melihat tomat-tomat besar yang berkilauan itu. Aku membelinya beberapa begitupun dengan Jennie.

Setelah berputar-putar Dan sesekali menyapa para pedagang atau lebih tepatnya pedagang yang mengenal Jennie, kakiku hampir meledak rasanya, karena jarang olahraga Dan selalu berkutat di dapur hotel.

"Ayo Kita minum kopi dulu..." Jennie dengan semangat menarik tanganku, menuju sebuah kafe kecil diperempatan jalan. Cukup mengejutkan kafe sebagus ini ada di desa.

Jennie masih menarik tanganku, aku dipaksa duduk di pojok dekat tanaman besar.

"Mau pesan apa?" Tanya Jennie semangat.

Aku berpikir sejenak.
"Ice latte Dan cheese cake?" Ujarku.

Jennie langsung berjalan kearah tempat pesan, sedangkan aku menunggunya sambil memperhatikan jalan.

Tidak ramai meski ini jam 5 sore. Berbeda sekali dengan Seoul, aku harus bersabar menanti macet berhenti setiap hari.

Jennie datang dengan membawa nampan, ia memesan milk hazelnut Dan kentang goreng.

"Sudah lama ya Kita tidak seperti ini..." Ucap Jennie sambil menyeruput milk hazelnutnya.

Aku mengangguk.
"Terakhir Kali pasti 8 tahun yang lalu..."

Jennie mengangguk cepat.
"Benar!!! Saat Kita SMA, Kak Suho sering sekali mendekatimu..."

Aku tersenyum tipis.
"Eeyyy... Sudah kubilang dia hanya mengajakku untuk belajar bersama..." Tepisku.

"Aaaahhh... Semua orang juga tahu kalau waktu itu kak Suho mengejar-ngejarmu..." Ucap Jennie sambil mencomot kentang gorengnya.

Aku hanya tersenyum tipis kembali.
"Tidak mungkin... Oh iya, aku tidak tahu kafe sebagus ini ada disini..." Ucapku untuk cepat-cepat mengalihkan topik.

"Itu karena Kau saja yang tidak pernah kesini, bangunan ini sudah lama, Dan diubah oleh pemiliknya menjadi kafe sekitar tahun lalu..." Cerocosnya, aku hanya mengangguk.

"... Dan Kau tahu, Mino adalah pemilik kafe ini..." Ucap Jennie dengan berbinar. Aku sedikit membukakan bola mataku.

"Banarkah?" Tanyaku memastikan, Jennie hanya mengangguk.

"Kau tahu?! Mino itu orang yang sedikit aneh, maksudku dia jarang sekali bergaul dengan warga lain, pekerjaannya hanya pergi ke kafe ini atau tidak diam dirumah..." Ujar Jennie tiba-tiba, aku hanya mendengarkannya saja.

"Mungkin dia memang introvert?" Responki asal-asalan.

Jennie menggeleng-geleng sambil meminum milk hazelnutnya, membuat sedikit warna putih tercetak dekat bibirnya.
"Tidak-tidak, ada yang bilang kalau dia itu punya ritual ajaran sesat dirumahnya..."

Aku masih mendengarkan, sedikit sangsi karena Mino bukan seperti orang pembawa ajaran sesat.
"Mana mungkin dia tidak terlihat seperti itu..."

"Eeeyyy, bibi Sooyoung bilang rumahnya sangat amat gelap, dia punya motor besar seperti geng motor Dan sering berkeliaran di malam hari..." Tutur Jennie bersemangat.

Wajar saja jika bibi Sooyoung yang bilang, karena apapun yang bibi Sooyoung bilang pasti akan jadi bahan gosipnya.

Aku lebih memilih menghabiskan cheesecake ku dibanding menggosip mengenai pria yang bahkan tidak aku kenal.

***

Aku Dan Jennie selesai makan Dan sedikit menggosip tentang orang-orang, kami berdua berjalan keluar dengan beberapa tentengan belanjaan. Aku berjalan mendahului Jennie yang sedang membetulkan Tali sepatunya.

"Tunggu, berarti sekarang Kau tidak punya pekerjaan ya?" Tanya Jennie, membuatku menoleh kearahnya.

Jennie tengah membaca selebaran yang menempel didinding kaca kafe tadi. Aku hanya mengangguk mengenai pertanyaan Jennie.

Jennie menunjuk selebaran tersebut.
"Bagaimana kalau bekerja disini, kafe ini cukup ramai pengunjung kok..."

Aku melihat dengan seksama lowongan pekerjaan itu, disana tertulis lowongan kerja untuk patissier.

"Yaah... Akan kupikirkan..." Ujarku sambil berlalu, diikuti oleh Jennie.

***

Aku merapikan segala yang aku beli tadi ke dalam kulkas, aku sangat kagum Karena kulkas ini masih berjalan baik, mungkin karena dulu Ibuku kerap Kali kesini dan merawat rumah ini.

Hhhhh...

Helaan napas itu kulakukan begitu saja, tiba-tiba pikiranku melayang ke delapan tahun lalu, saat aku masih tinggal ditempat ini.

Dulu Ibuku kerap membuatkanku kue cokelat jika suasana hatiku sedang tidak bagus. Aku selalu dengan rakus makan kue-kue cokelat itu sampai-sampai ayahku Dan aku berebut kue cokelat terakhir.

Ibu tertawa, kami selalu tertawa ketika Hal itu terjadi, ayahku memang orang yang jenaka Dan aku cukup bodoh untuk dijahilinya.

Entahlah, saat itu aku hanya merasa bahagia...

Jelaga Yang PayahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang