Aku memakukan tatapanku pada pria yang tengah menunduk didepanku. Pria dulunya bersih Tanpa cela kini tumbuh sedikit kumis Dan brewoknya. Pria itu terlihat kacau.
Aku melipatkan kedua lenganku didepan dada. Masih menatap pria itu dengan malas.
"Cepat bicara atau aku pergi?!" Perintahku yang jenuh dengan dia yang terlalu diam.Dia perlahan mendongkakkan kepalanya, menuju kearahku.
"Aku...aku...bersalah..." Tuturnya sendu."Memang..." Singkatku.
"Lalu aku harus bagaimana?" Tanyanya.
Aku menatap bosan kearahnya. Dia yang berbuat salah tapi dia yang bertanya harus bagaimana?!
"Kau harusnya Tanya pada dirimu sendiri..." Ujarku masih ketus."Jennie memblokir nomor ponselku, setiap aku datang kerumah dia tidak mau berbicara kepadaku..." Kepalanya yang mulai tegak perlahan menunduk lagi.
"Kau terlalu percaya diri untuk melupakan Jennie saat Kau selingkuh dengan Dahyun... Sekarang Kau merengek karena merasa bersalah?!" Marahku kepadanya.
"Kau tahu, Kau hampir membuatku kehilangan satu-satunya yang aku punya, karena Kau Dan keserakahanmu..." Marahku lagi, sedang orang yang aku marahi masih menunduk malu.
"Aku Dan Dahyun tidak melakukan apapun... Kami hanya makan bersama dan pergi bersama..." Elaknya.
"Yang namanya selingkuh tetap selingkuh bajingan! Mau kau hanya membalas pesannya atau bercinta sampai bodoh dengannya tetap namanya Kau selingkuh!!!" Yah, sekarang aku berteriak kepadanya, hampir tidak peduli dengan pengunjung disekitarku.
"Aku mohon Rene, bujuk dia untuk setidaknya berbicara denganku..." Ia mendongkakkan kepalanya, menatapku dengan mata yang berair.
Aku masih dengan tatapan malasku.
"Setelah berbicara, apa? Mengajak Jennie melupakan segalanya Dan Kau hidup Tanpa masalah?!" Geramku."Aku akan melakukan yang terbaik mulai sekarang..." Air mata keluar dari pelupuk matanya. Tak ada rasa iba sedikitpun dariku kepadanya, ia keterlaluan kalau memintaku mengasihaninya.
***
Hanbin pergi meninggalkan kafe atau setidaknya aku mengusirnya sebenarnya. Aku ingin melakukan yang terbaik untuk Jennie.
Aku turun dari motor besar milik Mino, membuka kait helm yang aku pakai Dan kuberikan pada pria yang mengantarku kerumah Jennie sekarang.
"Terimakasih..." Ucapku sedih. Setelah pertemuanku dengan Hanbin moodku jadi acak-acakan.
Mino tersenyum kepadaku, menyentuh pipiku sebentar.
"Berikan ini kepada Jennie, untuk membuat mood lebih baik..." Ujar pria itu sembari memberikanku sekotak kue yang dibungkus plastik.Aku mengambil bungkusan itu Dan tersenyum kecil kearah Mino. Meninggalkan Mino yang aku yakin masih menatapku dari gerbang.
'tuk...tuk...tuk...'
Jennie membukakan pintu untukku. Melihatku yang murung ia dengan sigap merangkulku.
"Ada apa Rene?" Tanyanya sambil kami berjalan menuju sofa.
Aku masih bertahan pada wajah murungku. Aku lalu memberikan kotak kue yang Mino berikan.
"Dari Mino..." Ucapku.Jennie langsung membukanya.
"Ooouuuu, Mino mau menyogokku ya?" Aku hanya menanggapinya dengan senyuman."Yaah, dia harus baik terhadapku kalau ingin bersamamu... Eh tapi sejak kapan Kau mulai dekat dengannya?" Tanya Jennie penasaran.
"Masalah itu tidak penting..." Ujarku sambil duduk disofa.
Jennie melihatku dengan muka seriusnya.
"Hanbin menghubungimu lagi?" Tebaknya.Aku hanya mengangguk.
"Sebenarnya dia tadi datang ke kafe..." Gantungku."Hhh... Apa yang si sialan itu katakan?" Ucap Jennie ketus.
"Dia ingin bertemu denganmu..." Ucapku sendu.
"Setelah dia enak-enakan bertemu wanita lain dibelakangku?!" Ejeknya.
"Dia kembali membahas anak..."
"Anak?--" Gantungnya.
"Rene, bagaimana menurutmu jika aku membesarkan anak ini sendiri?" Tanyanya yang mulai sendu.Aku menatap kasihan kepadanya.
"Aku selalu bersedia membantumu membesarkan anakmu..."Jennie menatap lurus kearah meja kaca didepan kami.
"Sebenarnya kalau bukan karena anak aku tidak akan mempertimbangkan untuk kembali dengannya""Apapun pilihanmu, pilihlah yang membuatmu bahagia Jen..." Pungkasku.
***
'tuk... tuk...tuk...'
Pria itu membukakan pintu untukku, senyuman tercetak diwajahnya.
"Bolehkan aku berkunjung?" Tanyaku.
Ia masih mempertahankan senyumnya.
"Tentu saja Rene..."Aku duduk dikursi kayu anehnya lagi. Melihatnya yang tengah meracik kopi untukku. Aku memperhatikan punggungnya dari belakang.
"Minumlah..." Ujarnya, menyodorkan cangkir berwarna biru itu padaku.
Aku ikut tersenyum, melihatnya yang juga tersenyum. Dia duduk didepanku, Tanpa berkata-kata.
"Kau tidak bertanya tentang Jennie?" Ujarku pada akhirnya.Ia mengangkat tangannya yang Sebelumnya dibawah meja, menuju tanganku, menggenggamnya Dan mengusap punggung tanganku.
"Kau tahu kapan Kau harus bicara Rene..." Senyumnya teduh.Aku menatapnya jauh, melihat kilatannya yang kini nampak Tak berbahaya.
Tanganku kulepas untuk mengambil secangkir kopi yang tadi ia siapkan. Aku menyeruputnya dalam diam.
"Jennie satu-satunya keluarga yang aku punya..." Ucapku lirih.
"Aku yakin Kau tidak akan kehilangannya..." Tuturnya menenangkanku.
"Sepertinya aku akan selalu jadi pengaruh buruk untuk orang-orang disekitarku..." Aku tundukkan kepalaku.
Ia kembali menggapai tanganku.
"Tidak untukku..."Aku mencelos, kata-katanya seakan mantra untukku, ini yang selalu aku takutkan, ketika semua orang seharusnya hidup baik-baik saja dengan kehadiranku menjadi kacau.
Itu terjadi pada Ibuku, itupula yang menyebabkan Dahyun menghilang atau Jennie yang uring-uringan. Atau sekarang Mino yang hidup Tanpa harapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jelaga Yang Payah
FanfictionAku pulang, kembali kerumah tua yang reyot itu. Aku pulang, kembali ke desa yang menjadi pusat memoarku. Aku pulang, kembali pada kenanganku dulu. Aku pulang, kembali lagi jadi wanita penuh rasa ragu. Aku pulang, memulai Hal yang baru. Tapi aku data...