Reon terbangun dari tidur siangnya. Ini adalah tidur terbaik selama empat hari ini. Pemuda itu sedikit meregangkan otot tubuhnya. Duduk dan bersandar di papan kasur menatap sang gadis yang bergelung manja di selimut tebal miliknya. Reon menatap jendela kamarnya, hujan sedang turun tampaknya. Pantas saja siang ini terasa dingin, namun mendadak menjadi hangat ketika dia berada di dekat gadis ini.
Reon masih setia memandang kekasihnya itu. Dia tahu kalau diriinya tadi sangat keras kepada gadis ini. Sekali lagi Reon merutuki kebodohannya. Entah mengapa dia selalu emosi ketika gadis itu mencoba menjauh darinya. Tentu saja dia emosi, itu wajar bukan?
Reon merapikan anak rambut Ovi yang menutupi bebera bagian wajahnya, bermaksud agar tidur gadis itu tidak terganggu. Dilihat dari segi mana pun Reon akan tetap selalu menyayangi dan mencintai gadis ini. Ya, meskipun dia tahu Ovi selalu menolak segala perlakuannya. Maksudnya sebagian.
Reon beranjak dari tidurnya, menuju ke arah dapur. Dia lupa belum makan siang, dan pastinya Ovi sendiri juga tidak makan siang. Haruskah dia memesan makanan? Atau membeli saja? Mungkin opsi kedua lebih baik. Reon segera kembali ke kamarnya, gadis itu masih dalam keadaan yang sama pula. Reon menyambar jaket dan kunci mobilnya dengan cepat sebelum Ovi terbangun dari tidurnya. Pemuda itu sedikit was-was, takut jika kekasihnya ini kembali kabur darinya.
"Pak, soto dua bungkus, ya," kata Reon kepada pedagang soto yang sering dia beli. Cia sangat suka dengan soto, makanya Reon sering beli di sini. Mengingat adik kecilnya itu, dia menjadi rindu. Kapan gadis itu akan pulang?
"Siap!" jawab si penjual. Reon mengambil tempat duduk di dekat si penjual. "Tumben sendiri, Mas? Pacarnya gak ikut?" tanya si penjual yang sudah kenal dengan Reon karena dia adalah salah satu pelanggannya.
"Nggak, Pak. Dia lagi istirahat," jawab Reon seadanya. Selain Cia, dia juga sering membawa Ovi ke sini.
"Oh, pasti capek banget ya, Mas. Tugas kuliah banyak," jelas penjual tersebut yang membuat Reon tersenyum seadanya. Setelah pesanannya telah selesai dibuat, Reon segera kembali ke rumah, dia tidak ingin mengambil resiko kehilangan Ovi kembali.
Sesampainya di rumah, pemuda itu segera menaruh bungkusan soto di meja, dan segera ke kamar. Hal yang harus dia cek adalah keberadaan gadis itu. Dan Reon bernapas lega ketika Ovi masih di sana. Pemuda itu segera turun lagi ke bawah, menyiapkan makan siang keduanya. Hujan-hujan begini memang paling enak makan yang hangat-hangat. Dirasa cukup, pemuda itu segera menuju ke kamarnya, bermaksud membangunkan Ovi.
Dengan pelan Reon mengguncang tubuh Ovi, gadis itu menggeliat. Namun, bukannya bangun, dia malah berbalik membelakangi Reon, pemuda itu terkekeh geli. "Vi ...," panggilnya.
"Lima menit lagi, Bun. Ovi ngantuk," jawab gadis itu dengan mata yang terpejam. Seperti gadis ini lupa jika dia sedang tidak berada di rumahnya. uReon hanya menggeleng ringan melihat kelakuan kekasihnya. Pemuda itu mendekati Ovi, bermaksud membangunkan gadis itu dengan cara lain.
Cup
Satu kecupan ringan mendarat di pipi gembul gadis itu, sontak saja Ovi menjadi terkejut. Satu hal yang pertama dia lihat adalah, wajah Reon yang sangat dekat dengannya. "Ka-mu nga-ngapain?" tanyanya gugup karena pemuda itu masih setia dengan posisi yang sama.
"Bangunin kamu," jawab Reon yang enggan untuk kembali ke posisinya menjadi duduk. Dia sangat suka memperhatikan wajah Ovi dari dekat seperti ini. Tidak ada kata bosan dalam benaknya.
"A-aku sudah bangun. Ka-kamu jangan dekat-dekat," lirih gadis itu yang membuat Reon terkekeh geli.
Cup
Satu lagi kecupan ringan mendarat di pipi satunya dan Ovi kembali terkejut dengan tindakan Reon yang tiba-tiba itu. "Ayo bangun, aku sudah beli makanan. Kita makan siang dulu," perintah Reon yang segera beranjak dari ranjangnya.
"Iya, sebentar lagi aku nyusul. Mau ke kamar mandi dulu," jawab Ovi yang segera masuk ke dalam bilik kamar mandi Reon. Gadis itu sedang menormalkan detak jantungnya.
Sempat memikirkan rencana apa yang pas untuk bisa terlepas dari pemuda itu. Namun, mengingat hari ini Ovi sedikit pesimis dengan pemikirannya itu. Akan sangat susah bagi dirinya untuk bisa terlepas dari jeratan Reon. Gadis itu menghembuskan napas panjangnya. Hari-harinya tidak akan seperti empat hari ini.
Reon setia menunggu Ovi untuk turun. Hingga dia mendengar suara mendekat, tanpa menoleh pun dia tau jika itu Ovi. Gadis itu mengambil tempat duduk tepat di samping Reon. Memandang mangkuk yang berisi soto yang sering Reon belikan untuknya. Keduanya makan dalam diam. Reon yang tampak bahagia karena bisa kembali berada di dekat gadis ini, sedangkan Ovi memikirkan masa depannya nanti,
"Astaga!" pekik gadis itu secara tiba-tiba yang membuat Reon mengernyit.
"Ada apa?" tanya Reon yang berfokus kepada kekasihnya ini.
"Reon sekarang jam berapa?" tanya Ovi panik. Ponselnya ada di dalam kamar pemuda itu, bukan? Pasti ada beberapa panggilan di sana.
"Kalau kamu lupa, kita lagi makan siang. Itu artinya sekarang sudah mau menjelang sore," jelas Reon yang kembali menyuapkan kuah soto ke dalam mulutnya.
Ovi refleks berdiri dari duduknya. Sebelum gadis itu beranjak menuju ke kamar untuk mengambil barangnya, pemuda itu lebih dulu menghentikan langkah kaki kecilnya itu. "Kamu mau ke mana? Makananmu belum habis, Vi," ujar Reon syarat dengan akan perintah.
Ovi menggeleng. Ini bukan saatnya untuk makan, dia harus segera pergi. "Nggak, Re. Makannya bisa nanti aja. Aku harus segera pergi," jelas gadis itu yang masih panik. Reon menghembuskan napasnya lelah. Seberapa pentingkah urusan gadis ini hingga melupakan makan siangnya?
"Memang kamu ada urusan apa?"
"Aku harus pergi kerja."
Kerja
Kerja
Kerja
Tangan Reon mengepal kuat. Gadis ini benar-benar menguji kesabarannya lagi. "Nggak usah!" kata Reon tegas yang masih setia memegang tangan gadis itu untuk tidak kabur. Bekerja? Yang benar saja.
"Ayolah, Re. Nanti bos aku marah. Aku baru saja dapat pekerjaan dan ini sudah lewat dari jam masuk aku kerja. Please," pinta gadis itu. Tentu sana Ovi tidak enak kepada Roni. Gadis itu baru saja bekerja dan rasanya tidak sopan jika dia berperilaku seperti ini.
"Kamu gak usah kerja," perintah Reon tegas. Ovi yang mendapat perintah seperti itu pun segera menunjukkan protesnya. "Kamu apa-apaan, sih, Re! Aku harus kerja. Kalau aku nggak kerja nanti gimana aku bayar kuliah? Gimana aku mencukupi kebutuhanku dan Bunda? Jangan bertingkah seperti ini. Pokoknya aku harus kerja," jawab gadis itu yang masih mencoba terlepas dari cengkeraman kekasihnya ini.
"Reon lepas, ih! Sakit!" sentak Ovi yang merasa tangannya pasti memerah karena Reon terlalu kuat.
"Nggak! Aku nggak akan biarin kamu pergi!" tolak pemuda itu.
"Reon, please. Aku nggak akan pergi lagi, aku akan selalu ada di samping kamu. Janji," ucap Ovi. "Jadi, biarin aku kerja, ya?" lanjutnya yang bersikeras ingin tetap melakukan aktifitasnya itu.
"Kamu nggak usah kerja! Aku yang akan biayai semua kebutuhan kamu dan Bunda, termasuk kuliah," kata Reon dengan tegas. Ovi pun membola terkejut.
"Jangan ngaco! Kamu nggak ada kewajiban untuk lakuin itu semua."
"Aku punya."
"Nggak, Re. Berhenti bersikap egois. Kamu itu pacar aku, bukan suami aku yang punya kewajiban membiayai seluruh hidupku!"
"Ya sudah kita menikah saja," jawab Reon terdengar mudah baginya.
"Apa?!"
"Kita menikah."
Bhaks 😂😂
Mantul ye semua orang pada nikah. Corona, Re, corona. Nggak boleh nikah ish!
Males banget diingetin soal nikah T_TBtw ini cerita perkembangannya bagus banget. Dalam dua hari udah mau nambah 2k view. Terima kasih ya yang sudah baca. Terharu akutuh 😭
Jadinya, kan aku semangat banget nulisnya ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Teen Fiction[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...