Ovi pagi nampak lebih segar dari sebelumnya. Hari dia berencana untuk ke perusahaan Gerald untuk melakukan sesi wawancara dan menyerahkan data diri. Seperti kata Gerald kemarin bahwa ini salah satu bentuk formalitas semata. Ovi sendiri tak tahu hal ini baik atau tidak.
Gadis itu berjalan menuju ke meja makan di mana sang bunda telah menunggunya. Namun, bukan itu yang menjadi perhatian gadis ini, akan tetapi sosok lain yang sudah sangat ia kenali sedang duduk tenang di salah satu kursi meja makan di sana.
Ovi pun menatap sang bunda yang masih sibuk dengan piring-piring berisi lauk dan beberapa sayuran untuk disajikan di meja, kemudian dia beralih menatap sosok yang sama sekalo belum menoleh kepadanya. Ovi pun berinisiatif untuk duduk tepat di sebelah orang itu.
"Kamu di sini?" tanyanya yang membuat orang di sebelahnya menoleh dan menaruh ponsel yang sejak tadi menjadi perhatiannya.
"Iya," jawabnya.
"Ngapain?"
"Apa aku butuh alasan untuk ke rumah pacarku?"
Ya, itu Reon. Pemuda itu pagi-pagi sekali sudah berada di rumah kekasihnya. Bukan tanpa alasan dia berada di sini. Dia memang mengijinkan Ovi untuk pindah bekerja, namun bukan berarti gadis itu bisa bebas darinya. Kebiasaan mereka akan tetap sama yakni Reon akan mengantar-jemput kekasihnya itu.
"Butuh. Kamu pasti sibuk, mending kamu ke kantor aja," balas Ovi tanpa rasa bersalah. Padahal Reon sendiri sudah mencoba bersiap pagi ini meskipun dia sendiri harus ke kantor setelah mengantar Ovi tentunya.
Reon pun memperhatikan Rika yang masih sibuk dengan makanan yang akan mereka makan, kemudian pemuda itu beralih mendekati tempat Ovi duduk. Keduanya memang duduk bersebelahan, dan Ovi sudah memasang sikap waspadanya mengingat Reon selalu melakukan hal tak terduga.
"Aku memang ijinin kamu kerja, tapi jangan pernah lupa kesepakatan awal kita kalau aku akan tetap antar-jemput kamu," bisik Reon agar tak didengar oleh calon mertuanya. Ovi sendiri akhirnya pasrah, dia baru mengingat perjanjian mereka sejak awal.
Gadis itu pun nampak menunduk. Reon kembali ke tempatnya semula kemudian mengelus puncak kepala kekasihnya itu yang hanya mendapat respon diam dari Ovi. Setelah Rika selesai menghidangkan sarapan pagi ini, barulah mereka mulai makan. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang harmonis.
***
"Ingat! Kalau sudah selesai, segera hubungi aku. Jangan pulang sebelum aku jemput," peringat Reon yang sangat berhati-hati sekali menjaga kekasihnya ini. Ovi yang mendapat perlakuan berlebihan dari Reon pun sedikit kesal.
"Aku ingat. Tapi, aku juga nggak tau kapan selesainya. Bisa jadi aku cuma bentar, dan pastinya nggak mungkin juga kamu nyusul aku lagi ke sini. Mending biar nggak ngerepotin, aku naik ojol aja, Re."
Selalu kata penolakan yang pemuda itu dengar. Namun, namanya juga Reon, dia memiliki segala cara untuk membuat Ovi menurut kepadanya. "Ya sudah aku tunggu kamu di sini," jawabnya dengan santai.
"Astaga, Re. Nggak usah, ih! Nggak usah berlebihan kayak begini. Berhenti perlakuin aku kayak anak kecil. Aku udah gede. Udah bisa jaga diri. Kalau urusan pulang ke rumah itu gampang. Aku nggak akan lupa jalan menuju rumah," jawab Ovi dengan lantang.
Pemuda itu pun nampak lelah ketika harus selalu berdebat dengan Ovi. Dia beralih menatap kekasihnya itu dengan serius sedangkan yang ditatap malah terlihat salah tingkah.
"Begini. Entah itu sebentar atau lama, kamu hubungi aku. Ingat kesepakatan awal. Kalau kamu terus-terusan ngebantah, jangan marah kalau aku bakalan bertindak tegas," ucap Reon dengan alpa tone-nya yang seketika membuat gadis itu berhenti menyuarakan pendapatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Teen Fiction[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...