Keduanya masih dalam keadaan diam. Ovi yang memilih diam dalam menunjukkan protesnya, sedangkan Reon yang mencoba berpikir jernih agar tidak lepas kontrol. Keduanya telah sampai di depan rumah Ovi, namun gadis itu sepertinya tidak menyadari jika mereka telah sampai di tujuan.
"Sampai kapan kita seperti ini terus," ucap Reon memecahkan keheningan hingga gadis itu pun tersadar jika mereka berada di depan halaman rumahnya. Lantas Ovi pun segera membuka sabuk pengamannya dan ingin segera pergi dan masuk ke dalam rumah agar segera terlepas dari situasi canggung yang sedang keduanya alami. Reon yang sejak tadi memperhatikan pergerakan kekasihnya itu pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencegah kekasihnya pergi lebih dulu.
Suara pintu mobil yang dikunci pun terdengar, dan tentu saja Ovi membola terkejut. Langsung saja dia memberi tatapan penuh tanda tanya kepada si empu mobil.
"Kita harus selesaikan masalah kita sekarang." Itu sebuah perintah dari Reon. Ingatkan Ovi bahwa Reon termasuk ke dalam jajaran laki-laki yang jika memiliki masalah akan segera menyelesaikannya pada saat itu juga. Gadis ini memilih diam, menunggu tindakan apa yang akan Reon ambill selanjutnya.
"Aku sayang kamu," ungkap Reon seperti sudah hal biasa ketika gadis itu dengar.
"Aku sayang kamu, selamanya akan tetap begitu. Maaf sudah buat kamu menangis hari ini," lanjutnya.
Setiap hari kamu sudah buat aku menangis, Re, batin gadis itu.
"Aku dan Alifia nggak ada hubungan apa-apa. Kita hanya teman sekaligus partner kerja karena terkadang dia menggantikan papanya. Tadi, kita baru saja selesai membicarakan proyek yang kita kerjakan dan itu hanya sebentar. Saat itu aku bermaksud mengantar Alifia keluar dari ruanganku, tapi entah bagaimana dia malah hampir terjatuh. Tentu saja dengan gerakan refleks aku membantu dia. Aku yang tidak tahu sejak kapan aku dan dia dalam keadaan tadi. Maaf sudah terhanyut dalam keadaan, kukira tadinya itu kamu, tapi aku baru tersadar kalau itu bukan kamu. Dan sayangnya lagi aku baru sadar setelah tahu kamu berada di sana. Maaf, Vi," jelas Reon itu jujur tanpa adanya menambahkan atau melebihkan ceritanya. Toh tadi dia memang kelepas kontrol dan bodohnya lagi malah salah mengenali sosok kekasihnya sendiri.
"Tiga tahun kita bersama, Re. Apa waktu selama itu tidak bisa membuat kamu mengenalku lebih baik?" cerca Ovi yang enggan menatap manik mata Reon secara langsung. Gadis itu sedang gugup, terlihat jelas jika dia sedang meremas tangannya, dan Reon sudah tahu kebiasaan kekasihnya itu.
"Maaf, tadi aku lepas kontrol," belanya.
"Apa yang akan kamu lakukan kalau aku ciuman dengan cowok lain?" tanya Ovi balik.
"Aku akan bunuh cowok itu," jawab Reon langsung tanpa banyak berpikir. Tentu saja Ovi yang mendengarnya tampak terkejut. Dia memperhatikan raut wajah Reon yang serius, dan itu membuatnya bergidik ngeri jika hal itu terjadi."Ka-mu nggak serius, kan?" tanya Ovi sedikit gagap.
"Aku serius. Aku akan bunuh cowok yang berani menyentuh kamu. Apalagi jika itu terjadi di depan mata aku, maka aku akan bunuh dia saat itu juga," jawabnya mantab. Reon benar-benar horor, mungkin itu yang ada dalam pikiran Ovi saat ini. Dia merapatkan tubuhnya ke pintu untuk sedikit menjauh dari diri pemuda itu.
"Kamu tenang saja, aku hanya bunuh cowok itu dan bukan kamu," jelasnya, tapi tetap saja Ovi sedikit takut kepada pemuda yang berada di sampingnya itu.
"Ambil paperbag di belakang," perintah Reon kepada Ovi. Dengan sedikit takut dia segera melaksanakan perintah Reon. Papaerbag berwarna biru itu berada di pangkuan Reon. Ovi sedikit was-was ketika pemuda itu akan mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong itu. Bisa saja Reon membawa pisau, bukan? Astaga, pikiran Ovi sudah terkontaminasi karena jawaban Reon tadi.
Bunga dan kotak hadiah kecil berada di pangkuan Ovi saat ini. Dia bernapas lega jika pikirannya tentang Reon salah.
"Happy anniversary tiga tahun, Sayang. Maaf untuk hari ini. Aku nggak akan pernah lupa dengan hari ini. Hari di mana aku meminta kamu menjadi milikku-"
"Ralat. Lebih tepatnya memaksa aku untuk menjadi milik kamu," potong Ovi. Sepertinya gadis itu sudah menjauhkan rasa takutnya dari diri Reon.
"Iya kamu benar. Aku maksa kamu waktu itu. Aku nggak bisa romantis seperti cowok di luar sana. Kamu tahu sendiri sifat aku yang dingin dan malas untuk melakukan hal romantis-romantis. Tapi, satu yang harus selalu kamu ingat, aku akan tetap sayang sama kamu sampai kapan pun. Nggak peduli seberapa kamu membenciku, aku akan terus sayang sama kamu. Aku memang dingin dan ketus, tapi aku tahu apa yang harus aku prioritaskan saat ini dalam hidupku," kata Reon.
"Aku nggak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Mama dan Papa sudah pergi, Cia pun sudah pergi. Semua orang pergi tinggalin aku, dan aku nggak mau kamu pergi juga, Vi," kata Reon yang terdengar menyedihkan di telinga Ovi. Tentu saja Ovi tahu bagaimana keadaan pemuda ini. Dengan sigap gadis itu memeluk Reon dengan erat, menyalurkan energi semangatnya kepada Reon. Memberi Reon pengertian jika selalu ada dirinya yang berada di samping pemuda itu.
"Aku akan selalu ada untuk kamu. Aku nggak akan pergi, Re," balas Ovi terdengar tulus di telinga Reon.
"Terima kasih sudah mau bersabar untuk aku."
"Sama-sama."
Setelah beberapa saat, pelukan keduanya pun terlepas. Ovi yang menyadari jika Reon memberinya hadiah pun baru sadar jika ada sebuah kotak kado kecil sekali. "Ini apa?" tanyanya sambil menunjukkan kotak itu kepada Reon.
"Hadiah untuk kamu."
"Ha? Seriusan?"
"Iya, Sayang." Dengan sigap gadis itu segera membuka kado yang Reon berikan. Reon terkekeh geli melihat bagaimana antusiasnya Ovi membuka kado darinya itu.
"Kalung?"
"Hmmm."
Kalung berliontin bintang dan bulan tampak terlihat indah di mata Ovi. Reon tahu jika gadis itu pasti menyukai pemberiannya itu.
"Bagus, aku suka. Terima kasih, Re," ujar Ovi tulus.
"Nggak mau dipakai?" tanya Reon.
"Nanti di rumah saja."
"Di sini saja."
"Eh?"
"Biar aku yang pasang."
"Eh?"
Reon dengan sigap mengambil alih kotak hadiah itu. Mengambil kalung yang ia hadiahkan dan membuka pengaitnya. Ovi yang memang dasarnya lemot tidak menyadari jika jarak mereka sangat dekat. Dengan posisi wajah Reon yang dekat sekali dengan wajahnya. Dan tentu saja Reon tidak menyia-nyiakan momen di mana seberapa dekat dia dan Ovi seperti saat ini. Mata indah yang sangat terlihat jelas di mata Reon mampu menghipnotis pemuda itu.
"I love you," bisik pemuda itu dengan di akhiri kecupan di pipi kiri Ovi. Sontak saja gadis ini terkejut, dan seketika mukanya memerah mendapat perlakuan seperti ini dari Reon. Jarang sekali.
"Cantik." Satu kata yang mewakili Ovi di mata Reon saat ini.
Ovi pun semakin tersipu malu. "Terima kasih," balasnya.
"Kalungnya yang cantik, Sayang," celetuk Reon yang seketika membuyarkan rasa bahagia dalam diri Ovi. Gadis itu mencebik kesal, dan Reon menikmati ekspresi kekasihnya yang kesal itu. "Tapi, yang pakai nggak kalah cantik juga," lanjutnya sambil mengacak rambut Ovi.
Dan pada akhirnya hari ini semua terselesaikan dalam satu hari. Di hari ini Ovi mendapat kesedihan dan kebahagiaan dalam bersamaan. Tapi, dia sadar jika Reon memang laki-laki baik. Dan sampai kapan pun sepertinya laki-laki itu tidak akan pernah melepaskannya. Setidaknya itulah yang dapat dia tangkap dari pernyataan Reon sejak tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Genç Kurgu[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...