Reon saat ini sedang mengantar Ovi pulang. Setelah gadis itu ketiduran hingga sore, Reon segera mengantarnya pulang. Itu pun karena dia terus saja di telepon oleh orang tua gadis ini. Dan selama perjalanan pulang, Ovi tidak berkata apapun. Bahkan dia menyayangkan sekali bahwa dirinya malah ketiduran dan berakhir dengan berpelukan bersama Reon. Mengingat hal itu, kedua pipi gadis itu memerah. Bahkan dia bisa melihat dengan jelas bagaimana kesempurnaan ciptaan Tuhan. Aish, Ovi seharusnya marah bukannya malah menikmati pemandangan. Dan sekali lagi dia merutuki kebodohannya.
"Vi, sudah sampai." Perkataan Reon memecah keterdiaman keduanya dan segera mengembalikan Ovi ke dunia nyata.
"Eh - em, iya. Aku pulang." Gadis itu hendak membuka pintu untuk turun, namun Reon mencegahnya.
"Vi, percaya sama aku. Semua yang dikatakan Bella itu nggak benar. Aku nggak bakal lakuin hal di luar batasku. Kamu tau, kan?"
Sebenarnya gadis itu masih ragu dengan ucapan Bella, secara Reon selalu berada di sekelilingnya. Mungkin Bella hanya iseng ingin membuat hubungannya dengan Reon berakhir dan terlihat jelas jika Bella sangat menyukai Reon yang notabenya adalah kekasihnya. Dasar gadis licik.
"Maaf, Re. Maaf karena nggak percaya sama kamu." Mata Ovi kembali memanas memikirkan kebodohannya yang selalu terbawa emosi. Seharusnya dia lebih mempercayai Reon dibanding Bella. Dan Ovi yakin jika Reon tidak akan berbuat sebrengsek itu.
Reon tersenyum hangat, membelai kepala Ovi dengan lembut serta memberi kecupan di sana. "Iya aku maafkan. Lain kali jangan langsung percaya dengan ucapan orang. Kamu harus dengar semuanya dari aku. Paham?" Dan dibalas anggukan oleh Ovi.
"Ya sudah sana masuk. Mandi. Makan. Dan jangan lupa kerjain tugas."
"Oke, Kapten," jawab Ovi semangat dan dibalas kekehan oleh Reon.
Mobil Reon pun segera melesat meninggalkan pekarangan rumah Ovi. Ovi berjalan gontai ke dalam rumahnya dan mendapati sang bunda yang tengah asyik menonton infotainment. Ovi mendengkus kesal karena kebiasaan sang mama tidak pernah berubah.
"ASSALAMUALAIKUM, BUNDA." Dari dulu suara toa Ovi tidak pernah berubah.
"Astaghfirullah, Ovi. Kebiasaan nih anak. Anak gadis gak boleh teriak-teriak gitu, gak boleh."
"Ihh, gak apa-apa kali, Bun. Biar pada dengar semua orang rumah," jawab gadis itu sambil mengambil tempat duduk di sebelah mamanya yang tengah asyik menonton tv.
"Iya, iya, deh. Kamu habis dari mana seharian sama Reon? Jalan, ya?"
Ovi hanya mengangguk membenarkan pertanyaan mamanya, meskipun sebenarnya ada sedikit insiden tadinya.
"Btw, Papa ke mana, Bun? Tumben nggak ada di rumah."
"Papa? Em - Papa lagi ke kantor, kayaknya lembur."
"Oh. Kasihan Papa, tiap hari pulang malam terus," lirih Ovi sedih menyaksikan seberapa kerasnya sang papa dalam mencari nafkah. Rika memeluk anak semata wayangnya itu dengan sayang. Ovi adalah satu-satunya permata yang wanita paruh baya itu punya.
***
Bella yang tengah tertidur karena efek obat tidur yang dicampurkan ke minumannya pun terlelap dengan nyaman. Gadis itu belum tahu bahaya apa yang tengah mengintai dirinya. Hal yang mungkin saja akibat dari tindakan cerobohnya yang kesekian kali.
Berbeda dengan Bella, Ovi malah terlihat sibuk mengerjakan tugas-tugas kuliahnya. Gadis itu sepertinya belajar mati-matian agar selalu mendapat nilai bagus. Ya, meskipun seberapa giatnya di belajar, itu tidak akan mampu mengubah keadaan. Ingatkan bahwa kapasitas Ovi dan Cia sama. Mereka memang ditakdirkan memiliki kesamaan satu sama lain. Entah itu sifat, sikap, bahkan kepintaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Teen Fiction[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...