Ini adalah hari kedua Ovi mencari pekerjaan. Karena hari ini dia libur kuliah, jadi dia bisa leluasa untuk mendapatkan info. Sepertinya targetnya untuk bekerja di perusahaan tidak bisa tercapai. Biasanya yang masuk di perusahaan-perusahaan itu adalah pekerja tetap atau anak magang. Akan susah mencari pekerjaan part time di tempat seperti itu. Bisa juga dapat, tapi melalui jalur dalam hehe (sering terjadi di jaman seperti ini ><)
Ovi menyeka buliran keringat yang ada di dahinya. Cuaca cukup panas, ditambah lagi dia sekarang selalu menggunakan transportasi umum seperti bus untuk setiap perjalanannya. Selain untuk menghemat waktu, dia juga ingin belajar mandiri. Seperti saat ini, gadis ini sedang duduk di sebuah halte dengan beberapa orang yang sepertinya sama dengan dirinya tengah menunggu bus datang.
Sekali lagi Ovi melihat sepatunya. Sepatu putihnya kini sudah banyak berubah karena sudah ia pakai hampir seharian. Warnanya sudah tidak putih cerah karena banyak kotoran dan debu yang menutupinya. Maklum, Ovi memilih berjalan kaki jika dia masih mampu untuk berjalan, dan tentunya untuk menghemat biaya juga.
Semangat! Nggak boleh nyerah! batin gadis ini menyemangati dirinya sendiri. Memang kalau di saat seperti ini siapa lagi yang mau menyemangati kita sendiri jika bukan diri sendiri?
Ini adalah lowongan terakhir untuk hari ini. Sebuah cafe bernuansa anak muda sekali. Dan Ovi berharap ini akan menjadi akhir dari pencariannya. Seperti yang tertera di kaca depan cafe yang menjelaskan mencari waiter dengan cepat. Ovi pun menuju menghampiri salah karyawan di sana. "Mas, boleh tanya, nggak?"
Atensi si pelayan itu pun beralih kepada sosok gadis yang sedang berbicara kepadanya. "Iya, Mbak, mau tanya apa?" balas pelayan itu dengan sopan sesuai SOP yang sudah diajarkan di sini.
"Saya mau daftar pekerjaan di sini. Lowongannya sudah terisi apa belum, ya?"
"Oh, lowongan untuk waiter ya? Sepertinya belum, Mbak, karena itu baru dua jam yang lalu saya tempel di depan," jelas pelayan itu yang membuat hati gadis ini memiliki secercah harapan.
"Alhamdulillah. Kalau saya mau daftar, ke mana ya, Mas?" tanya gadis ini lagi.
"Mbak langsung bertemu dengan pemilik cafe ini. Biasanya beliau akan ke sini menjelang makan siang. JIka, Mbak mau menunggu saya persilakan."
Siang ini? Oke. Mungkin beliau akan segera datang beberapa menit lagi. "Baik. Saya akan tunggu saja." Pelayan itu pun mengangguk kemudian meninggalkan Ovi seorang diri. Ya, gadis itu memilih menunggu, siapa tau keberuntungan datang kepadanya hari ini. Oh iya, dia tadi lupa menanyakan siapa pemilik cafe ini. Astaga! Cerobohnya kembali datang. Dan pada akhirnya Ovi pun pasrah menunggu di sana. Dan dia berharap pelayan tadi bisa menghubungi bosnya dan memberitahu perihal dirinya. Oh iya! Dia juga lupa mengucapkan terima kasih. Lagi-lagi lupa sebagai alasannya. Dasar Ovi.
***
"Shit!" Entah sudah berapa kali Reonn mengumpat kesal. Hari kedua dia mencari sosok gadis yang sudah menghilang hampir dua hari dalam hidupnya. Ini baru dua hari dan pemuda ini sudah uring-uringan. Bagaimana jika selamanya? Mungkin dia sudah menjadi mayat hidup.
"Awas aja lo, Al. Gue akan balas semuanya," tekad Reon yang mulai kesal dengan sikap temannya yang senang sekali membuatnya uring-uringan dan kebingungan seperti ini. Ini bukan sekali dua kali pemuda itu membuat masalah.
Drrrttt
Reon melihat sekilas ponsel yang tergeletak di dashbor mobilnya itu. Tertera nama Aldo di sana. Tentu saja pemuda ini enggan untuk mengangkat panggilan dari temannya itu. Rasa kesalnya masih belum menguap sejak kemarin. Namun, Aldo tetaplah Aldo yang mampu menguras kesabaran Reon. Pemuda itu tidak menyerah untuk menghubungi Reon agar pemuda itu segera mengangkat panggilan teleponnya.
"Ha -"
"Lo di mana?" potong Aldo.
"Jalan." SIngkat, padat, dan jelas adalah ciri khas dari Reon.
"Otw, tempat meeting?" tanya Aldo memastikan agar temannya itu tidak lupa dengan pekerjaan keduanya. Reon yang seketika baru ingat pun menepuk dahinya. Karena terlalu memikirkan Ovi, pemuda ini sampai lupa dengan kerja samanya dengan perusahaan Aldo. Beberapa hari sebelumnya mereka sudah membuat janji meeting dengan Aldo.
"Lo lupa, kan?" tebak pemuda di seberang telepon sana yang membuat Reon kesal sendiri. "Gue lupa karena mikirin di mana Ovi berada. Kalau dari kemarin lo kasih tau gue di mana dia berada, kejadian kayak gini nggak akan pernah terjadi," jawab Reon yang menyindir temannya itu dengan benar. Tentunya kelupaannya ini adalah salah Aldo. Reon pun segera menutup panggilannya. Dia segera beralih ke tempat Aldo berada. Pantas saja sejak tadi sekretarisnya selalu menghubunginya. Ternyata karena kerja sama itu.
Tak butuh waktu lama baginya untuk sampai. Tentunya dengan kecepatan kendaraan yang pemuda itu punya ternyata mampu membawanya ke sini. Restoran. Mereka akan meeting di luar. Tentunya Aldo beserta sekretarisnya sudah sampai lebih dulu, kemudian disusul oleh Reon dan terakhir sekretaris pemuda itu.
"Seperti percakapan kita sebelumnya, saya sudah menghubungi pihak arsitek untuk menampung ide dari Pak Aldo. Dan sekretaris saya mengatakan jika aristek itu setuju," jelas Reon yang membuat Aldo tersenyum senang. Tentu saja impiannya akan segera terwujud. Terlebih ini dia lakukan untuk masa depannya nanti bersama wanita impiannya.
"Bagus."
"Oh iya, Pak, saya sudah menghubungi pihak toko yang membuat furnitur untuk kursi dan meja, mereka setuju untuk melakukan kerja sama. Tentunya mereka butuh waktu untuk menyelesaikan pekerjaan mereka," jelas sekretaris Reon yang membuat kedua pemilik perusahaan ini mengangguk paham. Sepertinya kedua sekretaris mereka menjalankan tugasnya dengan baik. Acara meeting mereka ditutup dengan minum bersama kecuali kedua sekretaris mereka yang diminta untuk kembali ke kantor lebih dulu.
Aldo menyesap cappucino pesanannya, begitu pun Reon yang meminum white coffe nya. Mereka tidak memesan makanan karena memang hanya ingin berbincang ringan.
"Perusahaan lo semakin maju saja, Re," puji Aldo yang membuat pemuda di depannya menjadi terkekeh. Tumben sekali temannya ini memujinya.
"Nggak sebanding dengan perusahaan lo, Al."
Aldo pun kembali mengecek ponselnya. Memastikan jika gadis itu baik-baik saja. Sejauh ini hanya ada info jika dia sedang sibuk mencari pekerjaan. Tentunya akan sulit bagi dirinya yang menginginkan part time.
"Bagaimana? Apa lo masih bersikeras sembunyikan dia dari gue?" tanya Reon bermaksud menyindir temannya itu.
Aldo pun terkekeh geli. Baru juga dua hari mereka tidak bertemu, Reon sudah bersikap seperti ini. "Masih," jawab pemuda itu bermaksud menjahili temannya itu. Reon pun melotot memandang temannya tak suka.
"Gue akan temuin dia sendiri kalau lo nggak mau kasih tau gue. Lihat saja nanti," balas Reon dengan pedenya. Dia sudah menyiapkan rencana yang matang untuk bisa kembali bertemu dengan gadisnya itu.
Ehehehe update lagi. Thanks untuk 9k pembaca ☺
KAMU SEDANG MEMBACA
REON SI DEVIL ✔
Novela Juvenil[[ SPIN OFF PAIN ]] Sudah tersedia sequel-nya Sebelum kalian baca kisahku, ada beberapa pertanyaan penting yang cukup kalian jawab dalam hati. Apakah jatuh cinta itu perlu? Bagaimana kalau orang yang kamu cintai bukan memperlakukanmu selayaknya pasa...