4. Memikirkannya

2.6K 352 10
                                    

'Sebaik-baik cinta adalah cinta kepada Allah, dan sebaik-baik pengharapan adalah berharap pada Allah.'

Elshanum & Albirru

"Kamu kenapa Dek?" tanya Hanan ketika melihat Shanum senyum-senyum sendiri. Shanum segera mengubah ekspresi wajahnya menjadi lebih serius dan buru-buru memasukkan makanan ke dalam mulutnya, Shanum bahkan sampai mencubit pahanya sendiri agar tak kelepasan senyum, entah apa yang merasukinya hingga pertemuan singkat dengan Biru membuatnya salah tingkah berkepanjangan.

"Ada yang mau datang ke rumah Num?" tanya ayahnya yang sudah mendamba menantu sejak lama.

"Enggak Yah, lagian Shanum gak senyum kok, Abang salah lihat," ujar Shanum.

"Orang tadi kamu senyum kok, ujung bibirnya ketarik, Abang ini gak buta, bisa bedain mana yang senyum mana yang enggak!" Hanan membela dirinya, jelas-jelas dia melihat adiknya itu tersenyum menatap nasi yang ada di piring.

"Udah-udah jangan berdebat, makan yang bener," peringatkan Kartika—ibu Shanum dan Hanan. Sebelum kembali melanjutkan makannya Shanum menyempatkan diri untuk meledek abangnya terlebih dahulu.

Keluarga mereka selalu menyempatkan untuk makan malam bersama, sekalipun Hanan inging nongkrong di luar, dia harus menunggu makan malam selesai. Sebagai ayah Tama memang meminta anggota keluarga untuk menyempatkan diri, karena menurutnya momen makan malam adalah yang paling pas untuk berinteraksi dengan anak-anaknya, bisa dibilang quality time bersama keluarga dengan cara yang paling sederhana. Dulu Tama mengetahui Hanan pernah mencoba rokok di meja makan, Shanum yang mengadu. Begitu juga dengan Shanum, saat pertama kali anak gadisnya itu ditembak oleh seorang cowok, Hanan juga mengadu saat makan malam. Dan kenapa makan malam? Karena sarapan pagi mereka semua terburu-buru ke tempat kerja, makan siang di luar di dekat tempat kerja masing-masing. Hanya malam waktu yang pas untuk mereka berkumpul.

"Gimana pekerjaan kamu?" tanya Tama memulai obrolan malam ini, pertanyaan itu ditujukan untuk Hanan yang merupakan seorang polisi.

"Ya kayak biasa," jawab Hanan, karena dia berada di divisi Bareskrim(Badan Reserse Kriminal) maka pekerjaannya berkutat di seputaran kejahatan yang terjadi di masyarakat.

"Ada pembunuhan lagi?" Tama bertanya seperti ini karena memang Hanan terkadang tak punya waktu di rumah karena mengurus kasus pembunuhan, rasa-rasanya membunuh orang sudah bukan sebuah keanehan lagi di Negara ini, mengingat setiap tahun persentase kasus pembunuhan semakin meningkat , nyawa orang seperti tidak ada harganya, padahal setiap Negara ini adalah Negara hukum, di mana bukan hanya manusia, hewan pun dilindungi oleh undang-undang.

"Alhamdulillah enggak, tadi cuma ke TKP sama introgasi keluarga korban pembunuhan senin lalu," jelas Hanan membuat Tama mengangguk.

"Gak bosen tiap hari ngurusin mayat? Gak mau pindah gitu?" tanya Shanum yang tangannya langsung ditepuk Kartika karena pertanyaannya nyeleneh.

"Kita juga nanti akan jadi mayat kan," kata Hanan. "Justru berada di divisi ini menjadi self reminder buat abang, di mana pun dan kapan pun, kematian selalu mengintai kita, ada yang bahkan baru keluar dari rumah langsung dibacok sama orang. Ketika kita hadapkan dengan sebuah kasus, maka otomatis kita akan mengorek informasi tentang kasus tersebut, dari sini kita bisa tahu bahwa setiap manusia memiliki masalahnya masing-masing, terkadang seseorang melakukan tindak kejahatan bukan karena mereka ingin, contohnya pembunuh bayaran, mereka tidak ingin membunuh tapi mereka sudah lama merasakan kepahitan hidup dan ketika ada yang menawarkan ratusan juta hanya dalam beberapa jam, mereka tak kuasa menolak karena inilah hidup."

"Pikiran mereka aja yang pendek, kenapa gak bekerja keras untuk dapet hidup enak!" protes Shanum, gadis itu memang lumayan banyak omong saat di rumah.

Elshanum & AlbirruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang