31. Hunting Rumah

2.3K 296 23
                                        

'Setelah para wali berkata SAH, aku hanya ingin hidup denganmu selamanya.'

Elshanum & Albirru

~Thierogiara

***

Biru menjemput Shanum saat istirahat
makan siang, dia mengantar Shanum di rumah mamanya baru kemudian berangkat bekerja lagi.

Shanum mencium punggung tangan Biru. "Hati-hati Mas," ujar Shanum.

"Iya, kamu juga, aku kerja dulu." Seperti biasa, Biru mencium puncak kepala Shanum sebelum akhirnya masuk ke mobil dan meninggalkan halaman rumah.

Shanum kembali masuk ke dalam rumah, hari ini Sandrina, anak dari sepupu Biru main ke rumah orang tua Biru, bocah 4 tahun tersebut katanya tidak mau pulang makanya sekarang di rumah Biru tanpa ibunya.

Shanum tersenyum saat melihat papa mertuanya menggelitiki perut Ina—sapaan Sandrina—di karpet depan TV. Shanum melanjutkan perjalanan ke belakang membantu mama mertuanya yang hari ini ingin memasak brownis untuk Ina.

"Kok ke sini? Sana main aja sama Ina," suruh Sania.

"Ina lagi main sama papa Ma, Shanum bantuin Mama aja ya," ujar Shanum yang kemudian dengan sigap memberikan yang Sania butuhkan.

Selain Ina, Haikal juga ada di sini, hanya saja sedang bermain dengan anak tetangga, karena memang masih belum memiliki cucu, Sania dan Idris memang sangat suka membawa anak sepupu Biru pulang ke rumah, menurut mereka semenjak Biru sudah menginjak usia remaja rumah jadi sepi.

"Ina sama Haikal suka banget brownis," ujar Sania.

"Nanti kalau kamu punya anak, Mama akan sering-sering bikini brownis, kalau mau punya anak banyak aja ya Num, kalau satu sepi, kayak Biru, semenjak SMP dia udah nggak mau main di rumah, banyakan ngabisin waktu di kamar, rumah rasanya jadi sepi banget," ungakap Sania.

Shanum tersenyum, ngomong-ngomong soal anak, lagi-lagi apa dia akan memiliki anak dengan Biru?

"Ambilin gula sedikit lagi Num," suruh Sania, Shanum masih diam, dia memikirkan bahwa pernikahan yang ia jalani dengan Biru saja tak ada perkembangan, bagaimana mau memiliki anak?

"Num..."

"Oh iya apa Ma?" tanya Shanum setelah sadar.

"Ambilin gula, boleh?" tanya Sania.

"Boleh." Dengan sigap Shanum memindahkan toples gula lemari gantung ke meja bawah.

"Terima kasih," ucap Sania.

Shanum mengangguk.

Selanjutnya Sania kembali mengaduk adonan dengan mixer.

"Mikirin apa sih?" tanya Sania, dia melihat Shanum beberapa kali bengong.

"Hehehe, nggak kok Ma, Cuma lagi nyimak aja siapa tau kapan-kapan mau bikin sendiri," ujar Shanum dibumbui kebohongan, karena sejatinya sekarang ia sedang memikirkan bagaimana hubungannya dengan Biru kedepannya.

"Biru sih nggak terlalu suka makanan manis, mungkin kamu perlu belajar bikin risoles atau pempek, yang kayak gitu-gitu, dia lebih suka makanan asin," jelas Sania.

"Oh iya, terus Mas Biru makanan kesukaannya apa Ma? Soalnya selama ini aku lihat dia suka segala jenis makanan." Shanum mulai mengulik penasaran.

"Kalau yang spesifik nggak ada sih, Biru nggak susah kalau urusan makan, apa aja biasanya di makan sama dia. Mama juga heran katanya dokter tapi makannya juga sembarangan dia itu," papar Sania menggeleng-geleng heran.

Shanum juga ikut mengangguk, pantas saja selama ini meski tak masak Biru santai saja tak pernah protes soal makanan. Ternyata Biru memang tipe yang pemakan segalanya.

"Nggak kayak papanya, kalau papa kalian tuh lumayan rewel kalau soal makanan, Biru sih apa aja di makan, apa pun masakan mama selalu habis," ungkap Sania.

"Tadi pagi Shanum masakin nasi goreng aja kesenengan," cerita Shanum.

"Oh iya? Padahal kalau nggak masak juga nggak apa-apa Num, kalian berdua kan kerja entar kamu kecapean, apalagi belum punya anak kan, nikmatin ajalah dulu waktunya, nggak usah pusing mikirin urusan rumah tangga ya," pesan Sania sembari memasukkan satu Loyang adonan ke dalam oven.

"Iya Ma, Shanum juga baru masak tadi pagi doang, biasanya Mas Biru selalu bawa makanan kalau dari mana-mana," jelas Shanum. "Lagian Shanum pengen sekali-sekali masakin Mas Biru," lanjut Shanum.

"Iya, tapi jangan capek-capek ya," pesan Sania.

***

Biru datang Shanum menyambutnya dengan menyalim tangannya. "Baru selesai mandi?" tanya Biru karena Shanum baru keluar dari kamar mandi saat dirinya masuk ke kamar.

"Iya," jawab Shanum yang kemudian menyisir rambutnya, dia berusaha untuk membiasakan diri tak mengenakan penutup apa pun di kepala di hadapan Biru.

Biru fokus memperhatikan Shanum, saat Shanum mengumpulkan rambutnya untuk diikat Biru menelan ludah dengan susah payah, leher jenjang itu, bagaimanapun dia adalah laki-laki normal.

Sadar kalau ini tidak benar, Biru langsung membuang pandang, dia tak boleh sembarangan sekalipun Shanum adalah istrinya, mendapatkan Shanum bukanlah hal yang mudah, Biru harus menjaganya dengan hati-hati.

Setelah rambutnya terikat Shanum menoleh ke Biru. "Mas nggak mandi?" tanyanya.

"Oh iya ini mau mandi," ujar Biru sedikit gelagapan, dia kemudian meletakkan jasnya lalu menyambar handuk dan masuk ke kamar mandi.

Shanum sendiri menyambar bergonya lalu kemudian keluar dari kamar.

Sekitar 15 menit kemudian Biru menyusul, anehnya dia berpakaian lumayan rapi.

"Mau ke mana?" tanya Shanum saat Biru bergabung dengannya di meja makan, Shanum meletakkan piring berisi brownis yang baru ia potong ke hadapan Biru.

"Mau lihat rumah, sama kamu juga, aku sih udah cocok banget, tapikan mau ditempati berdua, kamu siap-siap ya, nanti kita langsung pulang ke klinik," jelas Biru.

Shanum mengangguk, saat ini dia sama sekali tak tahu kondisi keuangan Biru, Biru selalu memberinya uang, memberinya ATM berisi uang juga, Shanum menyimpulkan kalau Biru sampai mampu membeli rumah artinya keuangan laki-laki itu dalam kondisi baik. Mereka belum mengobrol banyak, mungkin nanti saat keadaan sudah normal mereka akan mengomunikasikan soal uang.

"Ya udah aku ke atas dulu ya ganti baju," pamit Shanum.

***

Sekitar 30 menit berkendara Shanum dan Biru akhirnya sampai di sebuah kompleks perumahan, hingga akhirnya Biru berhenti di depan sebuah rumah, meski rumah tersebut kosong namun lampunya tetap menyala.

Biru menggandeng tangan Shanum untuk masuk ke dalam rumah, seseorang menghampiri mereka membukakan pintu lantas menemani berkeliling.

Shanum memperhatikan sekitar, lingkungan luar rumahnya lumayan enak. Ada beberapa pohon dan halamannya ditumbuhi rumput.

Semakin ke dalam Shanum juga merasa nyaman, beberapa ruangan dari rumah tersebut kelihatan sangat pas untuk dirinya.

"Gimana?" tanya Biru.

Shanum mengangguk-angguk.

"Bagus sih aku suka," jawab Shanum.

"Yakin? Nggak kurang gede?" tanya Biru, dia juga sebenarnya sudah merasa pas dengn rumah tersebut, namun setelah Biru pikir-pikir nanti kalau mereka punya anak bagaimana?

"Nggak kok, aku suka rumah minimalis," ujar Shanum.

"Nanti kalau punya anak?" tanya Biru. "Nggak kekecilan?" tanya Biru.

"Nanti kan bisa renovasi," ujar Shanum santai.

***
Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Ya ampun besok tamat gaesss. Aku nggak siap, aku nggak siaaaaapppp!!!

Pokoknya cerita yang lain pending dulu ya aku mau selesain satu satu dulu.

Elshanum & AlbirruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang