Menyapa Corona

24 1 0
                                        

Corona
Kota
Desa
Bersenggama
Dalam hierarki yang berbudaya
Terpedaya
Oleh berita-berita sosial media

Sudah kah kita merasa berdosa?

Dosa terus di nikmati
Maksiat terus di cicil hingga mati
Urusan kelamin tidak bisa di tunda-tunda lagi

Atas nama kontol dan memek kita rela ke hilangan harga diri
Melebur pada kata inti: coli dan masturbasi (kegelisahan) di hantui rasa mati; budaya kita hari ini.

Negara sibuk dengan suka cita
Pemerintah masih sibuk dengan drama dan cita-cita
Rakyat? Sibuk merana karena tak tahu harus berbuat apa.

Bangsa ini terlalu banyak tempat bagi para pemabuk

Disini kita seperti turis yang di hadang oleh kaum kapitalis
Bekerja, di pekerjakan dan di penjarakan
Oleh sebuah sistem yang memenjarakan

Bangsa ini pula adalah istana bagi para kaum intelek yang kurang melek !

Ah
Soal kesehatan di sepelehkan
Lain hal dengan pilkada yang harus di tuntaskan

Demokrasi memang menyenangkan

Penyakit di nomor sekiankan
Peradaban memang sudah sakit. Tuan !

Mari kita sapa corona
Di kota-kota
Di desa-desa
Di sosial media
Di balik kepala
Di balik celana

Aku mendengar kabar
Jika orang-orang ke sehatan hobi mengcovidkan
Demi mendapatkan dana bantuan

Terdengar seperti banyolan yang menyenangkan
Dan menyegarkan

PKI
Pandemi
Sebotol intisari

Adalah cerita yang tak pernah usai dalam cerita segelas kopi dan air putih
Yang selalu kita nikmati tanpa henti
Membius kita untuk menikmati lingkarangan pertengkaran dan perdebatan yang lebih intisari

Duh, barangkali
Hantu PKI tidak pernah mati di negeri ngeri ini
Pandemi selalu datang silih berganti
Dari sisi kanan ataupun kiri

Intisari? Harga mati !

Antologi PuisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang