"Belum baikan sama Adam?" tanya Mutia. Melihat raut wajah Putri yang bete sejak tadi pagi sudah pasti jawabannya belum.
"Belum," jawab Putri singkat sambil mendudukkan tubuhnya di kursi kantin, tepat di sisi Mutia. Sementara Acha duduk di depan mereka.
"Coba bicara baik-baik dulu. Komunikasi lo sama Adam yang salah di sini," saran Acha.
"Gue tiap lihat wajah Adam bawaannya emosi mulu. Nggak bisa berpikir positif sama sikap Adam. Gue cuma minta dia ngertiin gue." Putri hanya takut kalau Adam menyakiti hatinya. Ia bersikap keras untuk melindungi hatinya sendiri.
Mutia mengganguk paham.
"Dari awal gue memang nggak suka lo jadian sama Adam. Cowok kayak Adam itu bisanya cuma nyakitin hati perempuan karena tahu dia keren dan tampan. Lihat aja tuh, buktinya dia datang ke kantin sama cewek lain." Mutia menunjuk ke arah pintu masuk kantin dengan dagu.
Posisi Putri yang membelakangi pintu masuk membuat dia harus memutar kepala beberapa derajat. Saat sudah mendapat jawaban Putri kembali menoleh ke depan, memasang wajah kesal andalannya. Adam dan Safa duduk di kursi dekat pintu masuk, dan Adam tidak meyadari kehadiran Putri.
Tidak berapa lama teman-teman Adam yang lain ikut bergabung di meja yang sama. Terlihat Safa dan satu orang siswi pergi memesan makan, sementara Adam dan yang lainnya asik saling melempar candaan. Adam terlihat baik-baik saja saat sedang ada masalah dengan Putri. Lihat, bahkan tawa cowok itu terdengar sangat luwes.
Mutia menghela napas panjang. "Lo galau di sini, dia masih ketawa-ketiwi di sana."
"Sabar, Put," Acha menatap prihatin.
"Kalau memang udah nggak bisa dipertahankan buat apa tetap bertahan, Put?" sela Mutia.
"Ck, gue sayang sama Adam makanya gue tetap bertahan sama dia. Nggak semudah itu bisa putus darinya setelah dua tahun lebih bareng," Putri membuang pandangan secara sembarang. Mencari-cari objek yang mungkin saja dapat mengalihkan pikirannya dari Adam. Nyatanya tidak ada hal lain yang mampu menarik perhatian Putri selain Adam.
"Cabut aja, yuk," ajak Putri. Selera makannya hilang.
"Ya udah, kita jajan jam istirahat kedua aja nanti," Acha mengangguk paham.
Beruntung Putri memiliki dua teman yang sangat mengerti keadaannya. Putri melangkah meninggalkan area kantin, diikuti Mutia dan Acha. Saat melewati meja Adam dan teman-teman langkah Putri melambat. Adam akhirnya melihat pada Putri, akhirnya keberadaan Putri disadari oleh laki-laki itu. Putri melirik sekilas dengan pandangan dingin, tidak menyapa sama sekali dan terus melangkah. Adam pun diam saja.
"Itu Putri, Dam," ujar salah satu teman Adam saat Putri melewati meja mereka.
"Iya, gue tahu sejak tadi dia ada di sini," Adam berujar lirih. Mana mungkin dia tidak mengenali Putri, sekalipun hanya punggung cewek itu saja yang terlihat.
Terkadang radar mata Adam selalu tanggap jika soal Putri. Percayalah, tawa keras yang Adam perdengarkan sejak tadi hanya ingin menunjukkan pada Putri bahwa dia baik-baik saja. Walau dalam hati yang paling dalam perasaan Adam sedang bergejolak dengan hal tidak menentu tentang hubungan mereka.
Adam menghela napas jengah, perasaannya lelah.
-o0o-
"Baiklah, sampai di sini pertemuan kita hari ini. Jangan lupa selesaikan PR yang Ibu berikan." Kemudian guru berjilbab kuning itu bergerak meninggalkan kelas 12 IPS 4.
Putri membereskan semua alat tulis dan memasukkan ke dalam tas. Ia renggangkan ototnya yang terasa tegang selama menerima materi dari guru bahasa Indonesia tadi. Putri keluarkan ponsel miliknya, memeriksa barang kali ada chat dari Adam untuk mengajaknya pulang bersama. Tidak ada ternyata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus! [END]
Teen FictionKonon katanya perempuan adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Tidak sesimpel itu menginginkan apa mau mereka. Memendam rasa dan menyampaikannya dengan kode yang para Adam sulit mengerti. Jika soal Aljabar adalah pelajaran yang sulit dipahami...