Part 10 - Putus

9.3K 1K 59
                                    

Seorang guru menggunakan pengeras suara memberi aba-aba agar segera berbaris di lapangan sekolah untuk upacara penaikan bendera. Murid-murid berbondong-bondong keluar dari kelas dan meninggalkan kegiatan mereka. Sementara Putri masih duduk di taman dekat ruang UKS. Menyendiri dan sibuk dengan luka yang dia ciptakan sendiri.

Bahkan Putri melupakan PR yang belum ia selesaikan, pekerjaan rumah yang akan dikumpul selepas upacara bendera nanti. Putri bisa terkena hukuman jika tidak menyelesaikan tugas. Ah, biar sajalah. Putri tidak peduli jika nanti berakhir dengan menghormat bendera. Adam benar-benar mampu membuat warasnya hilang.

"Yang duduk di sana, cepat baris ke lapangan!" teriak seseorang dari dekat gedung UKS.

Putri menatap jengah pada sosok yang memanggilnya. Cowok berperawakan tinggi yang Putri tahu adalah adik kelasnya yang berstatus sebagi ketua OSIS.

"Cepat, ke lapangan sekarang!"  ulangnya.

Putri memutar bola mata dengan malas. Ia mendengkus sebelum berdiri dan berjalan menuju adik kelas yang kata orang super disiplin itu. Sial sekali orang-orang yang memilih adik kelas itu dalam pemilihan ketua OSIS, cowok itu terlalu berisik dan disiplin.

"Kakak ini murid dari kelas IPS, bukan? Memangnya tadi nggak dengar aba-aba dari pengeras suara? Ngapain masih duduk di sana saat diminta untuk segera ke lapangan? Mau bolos upacara?" 

Dengar sendiri, bukan? Untuk ukuran cowok dia  terlalu banyak bicara, menurut Putri.

"Sikap Kakak ini sama sekali tidak mencerminkan warga SMA Panca Dharma yang terkenal dengan jiwa disiplin yang tinggi. Bukan saya ingin menggurui Kakak mengenai ini dan itu, tapi kalau memang salah saya memiliki tagggung jawab untuk meluruskan hal-hal yang salah itu. Apalagi kesalahnnya terjadi tepat di depan mata saya  sendiri."

Apa mulut adik kelas ini diciptakan Tuhan tanpa rem? Sangat berisik.

"Berisik!" dengkus Putri seraya melangkah pergi, menyisakan ekspresi terkejut di wajah si ketua OSIS.

"A-apa? Berisik?" ujar ketua OSIS itu tidak percaya. Jarinya menunjuk pada punggung Putri yang berjalan semakin jauh. Sejak menjabat sebagai ketua OSIS baru kali ini ia dikatai secara langsung. Oh ayolah, setidaknya jangan mengatai dia tepat di depan wajahnya.

"Berisik?" ulangnya lagi.

"Berisik?" terdengar tawa sinis. "Sialan!"

-o0o-

"Omongan anak-anak jangan dimasukkan ke hati tentang lo yang nggak cocok sama Putri. Ah, gue  jadi nggak enak hati terutama sama Putri." Safa menyamakan langkah dengan Adam. Mereka berjalan menuju kelas setelah selesai upacara penaikan bendara.

Adam menoleh pada Safa dan  mengangguk sekilas sebagai jawaban. Kemudian mata Adam beralih menelusuri lingkungan sekitar, mencari Putri di antara ratusan murid yang memenuhi lapangan upacara. Perasaan Adam melega ketika mendapati Putri sedang berjalan bersama kedua temannya, Mutia dan Acha.

Safa mengikuti arah pandang Adam, "lagi ada masalah sama Putri?" tanya Safa.

"Nggak ada," jawab Adam singkat.

"Gue tahu lo bohong. Dari raut wajah lo aja udah dapat dibaca kalau lo lagi marahan sama Putri," perkataan Safa tepat sasaran.

Putus! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang