"Akhirnya keinginan gue kesampaian, Dam," ujar Safa.
Adam menoleh, meninggalkan pemandangan alun-alu di malam hari dan kini menatap pada Safa. "Keinginan apa?"
"Keinginan buat jalan bareng lo diluar urusan sekolah," Safa terkekeh pelan, terdengar seperti dipaksakan.
Bibir Adam menciptakan senyuman kecil. "Kalau bukan karena jam tangan mana mau gue jalan bareng lo," selorohnya.
"Jahat banget." Safa tahu perkataan Adam hanya sekedar candaan. Ia cukup kenal karekter cowok ini.
Adam memilih untuk tidak menanggapi. Kembali ia tatap suasana sekitar yang dipenuhi orang-orang. Langit dipenuh bintang, dan bulan sabit tampak muncul malu-malu di balik awan. Malam yang indah.
"Lo mau martabak?" Safa menunjuk gorobak martabak yang ada diseberang jalan.
"Lo mau?" Adam balas bertanya.
"Biar gue belikan." Safa bangun dari duduknya, bersiap menuju lapak pedagang yang lumayan ramai.
"Biar gue yang belikan. Lo tunggu di sini aja," saran Adam. Namun dengan tegas Safa menolak.
"Ini bagian perjuangan gue buat dapatin hati lo. Biar gue yang ngelakuin segalanya. Lo cukup duduk manis di sini dan lihat bagaimana gue berjuang sedemikian keras," Safa menebar senyuman lebar. Di kata Adam itu terlihat menyedihkan.
Di antara keramain malam Adam mengawasi Safa yang berjalan menjauh. Punggung cewek itu terlihat begitu rapuh. Safa pandai sekali pura-pura bahagia. Jika tidak mengingat janji yang Adam ucapkan dan kegigihan Safa, ia tidak akan mau memberi harapan palsu seperti ini pada Safa. Perjuangan cewek itu sia-sia.
Adam merogoh saku jaket berwarna merah gelap yang ia gunakan. Mengeluarkan ponsel miliknya. Adam membunuh waktu dengan memainkan benda kecil yang super pintar itu.
"Mbak, awas!"
"Ya ampun, tolongin! Itu ada yang keserempet!"
"Ayo, ayo, cepat kita bantu."
Adam kembali menyimpan ponselnya, suasana sekitar berubah gaduh. Mata Adam meneliti kerumunan yang membentuk lingkaran. Refleks kaki Adam bergerak menghampiri kerumunan itu. Menerobos orang-orang untuk melihat siapa kiranya yang terserempet.
Jantung Adam berdetak sebentar. Perasaannya berubah kalut. "Safa," lirih Adam.
Safa tergolek lemah di atas aspal jalanan. Meringis kesakitan dengan keadaan menggenaskan. Keadaan semakin riuh saat si pelaku penyerempetan Safa kabur, Adam tidak ambil peduli soal itu.
"Safa!" Adam memekik.
Adam berjongkok di sisi tubuh Safa yang setengah sadar. Bagian kaki dan lengan Safa tergores hebat. Orang-orang ramai tapi tidak ada satupun yang mengambil tindakan cekatan untuk memanggil ambulance atau setidaknya melakukan pertolongan pertama pada Safa.
"Adam! Safa!" Adam mengenali suara ini. Dua orang yang tidak asing membelah kerumunan. Ikut bergabung dengan Adam di samping tubuh Safa yang setengah sadar, mereka Putri dan ketua OSIS.
"Panggil ambulance!" seru Adam panik.
"Pakai mobil gue aja. Gue parkir di sana tadi," saran ketua OSIS.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus! [END]
Teen FictionKonon katanya perempuan adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Tidak sesimpel itu menginginkan apa mau mereka. Memendam rasa dan menyampaikannya dengan kode yang para Adam sulit mengerti. Jika soal Aljabar adalah pelajaran yang sulit dipahami...