"Buat lo." Safa menyodorkan sebuah paper bag di hadapan Adam.
Adam menyangkat satu alisnya bingung. "Buat gue? Dalam rangka apa?"
"Sebagai ucapan terima kasih." Safa mengambil tempat duduk di sisi Adam. Ia menatap lurus ke depan, menerawang betapa baik Adam padanya. "Karena udah nyelamatin harga diri gue," lirih Safa.
"Adam, lo mau nggak jadi pacar gue?"
Safa mengorbankan harga dirinya di hadapan Adam, mengajak cowok itu memulai satu hubungan yang lebih dari sekedar teman. Safa percaya Adam tidak mungkin menolak. Dia merasa memiliki sedikit harapan dari kebersamaan mereka.
"Safa," Adam jelas terkejut.
Safa menunduk, menatap flat shoes yang ia kenakan. "Gue janji bakal jadi yang terbaik buat lo. Memahami lo lebih keras lagi. Selalu ada buat lo. Dan gue akan selalu ada di barisan terdepan menjadi orang yang dapat lo andalkan."
Adam diam, dia tatap wajah Safa yang sedang menunduk. Adam tahu, pasti butuh keberanian besar untuk Safa mengungkapkan perasaan. Ini bukan hal mudah, dan Adam harus berhati-hati agar tidak melukai hatinya.
"Lo teman terbaik yang gue punya, Safa. Lo berharga sama seperti teman-teman gue yang lain. Gue nggak mau siapapun melukai lo, termasuk gue sendiri."
Safa mengangkat kepala, mencari mata Adam dan melabuhkan pandangan di sana.
"Gue akan merasa jahat kalau menerima lo dengan perasaan yang berantakan seperti sekarang. Gue nggak mau menjadikan lo pelarian. Gue nggak mau ngasih lo harapan palsu," lanjut Adam.
"Lo nolak gue?" Safa berujar lirih, suaranya bergetar.
"Lo tahu gimana perasaan gue saat ini," jawab Adam.
"Hanya untuk Putri." Apa Safa harus menelan pahitnya patah hati?
"Sampai detik ini cuma dia."
Safa membuang pandangan dari Adam. Ia tarik satu ujung bibirnya, Safa tersenyum sinis. Sakit.
"Dia udah sering nyakitin lo, Dam. Buat apa pertahankan perasaan lo?!" Safa tidak habis pikir dengan Adam. Kenapa sulit sekali baginya untuk melupakan Putri yang selalu ingin lepas dari Adam?
"Karena perasaan gue tulus pada Putri," jawab Adam yakin. Tidak ada keraguan di sana. "Bukan karena fisiknya, karena sudah pasti banyak yang lebih cantik dari Putri. Bukan karena sifatnya, karena pasti banyak orang yang memiliki sifat yang sama dengan Putri," Adam menjeda.
"Tapi karena dia Putri," tandas Adam. "Gue melepas dia untuk kebahagiaannya. Biarkan dia mencari yang lebih baik dari gue. Jika dia ingin kembali gue akan terima dengan tangan terbuka. Karena gue yakin dia nggak akan menemukan yang lebih dari gue untuk memahaminya."
"Lalu gue harus gimana, Dam? Gimana sama perasaan gue? Luka gue? Kesetiaan gue buat ngehibur lo?" Mata Safa memerah menahan tangis.
"Maafin gue, Fa. Bukan gue orang yang bertanggungjawab atas perasaan lo."
Dan saat itu juga tangis Safa pecah. Terisak. Pilu dengan luka karena patah hati. Sementara Adam hanya diam dan memberi ruang pada Safa untuk menenangkan diri. Membiarkan Safa menangis hingga puas dan lega. Hanya ini yang mampu Adam berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus! [END]
Ficção AdolescenteKonon katanya perempuan adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Tidak sesimpel itu menginginkan apa mau mereka. Memendam rasa dan menyampaikannya dengan kode yang para Adam sulit mengerti. Jika soal Aljabar adalah pelajaran yang sulit dipahami...