Sore beranjak pergi. Dan sebentar lagi langit akan menghitam, Adam baru saja selesai latihan basket. Dengan motor besar warna hitam kebanggaannya Adam membela jalanan. Laju motor Adam melambat saat melintasi warung bakso kesukaan Putri. Adam mengarahkan motornya memasuki area parkiran sempit warung bakso itu.
Putri masih marah pada Adam karena sesuatu hal yang tidak Adam tahu. Walau entah dimana letak kesalahannya, Adam akan meminta maaf dengan membawa sebungkus bakso untuk Putri. Seperti yang sudah-sudah, Adam akan mengalah. Dia tidak akan tenang jika bersitengang dengan Putri.
Adam menghirup aroma bakso sapi yang khas saat memasuki warung bakso. Tidak begitu ramai, namun tidak pula pernah kehabisan pelanggan. Adam sering menghabiskan waktu dengan Putri di warung sepuluh meter kali lima meter ini.
"Mang, kayak biasa dua bungkus," kata Adam seraya menarik kursi plastik untuk dia duduki.
"Nak Putrinya nggak ikut?" tanya pemilik warung bakso itu. Si bapak biasa disapa Mang Amin, berusia empat puluhan yang selalu tampak rapi dan bersih. Beliau kini mulai meracik bakso pesanan Adam.
"Lagi ngambek, Mang," sahut Adam.
"Mang bakso pakai kuah mie ayam satu, ya. Makan di sini aja. Lho, Adam?"
Suara mendayu dan lembut menarik perhatian Adam. Perempuan cantik memasuki warung bakso Mang Amin.
"Safa," Adam balas menyapa.
Safa menarik kursi plastik tepat di hadapan Adam. Mereka duduk saling berhadapan dengan sebuah meja panjang yang memisahkan keduanya.
"Lo sendirian?" tanya Adam.
"Memangnya jomblo kayak gue bakal datang sama siapa lagi?" Safa mencibir seolah merasa kesal. "Gue laper pengen makan bakso. Eh, ketemu lo di sini. Lo baru pulang latihan?"
"Iya, nih. Gue baru balik latihan. Pulang ke rumah juga belom. Berasa Bang Toyib versi modern gue," Adam memerbaiki jambulnya agar terlihat semakin tampan.
Safa tertawa ringan, "gaya banget lo!"
Adam balas tertawa, tawa ringan yang pada awalnya terdengar luwes perlahan-lahan memelan lalu lenyap. Mata Adam menangkap sosok perempuan yang baru memasuki warung bakso. Perempuan itu balas menatap Adam dengan datar.
"Putri," ujar Adam lirih.
Putri berjalan menghampiri Adam, matanya tidak lepas dari si pacar yang sedang duduk berdua dengan Safa. Belum hilang kekesalan Putri mengenai insiden saat jam istirahat tadi, kini Adam menambah daftar kesalahan baru lagi.
"Ngapain lo di sini? Sama Safa?" Mutia yang datang bersama Putri mendelik sinis.
"Kita nggak sengaja ketemu," jawab Adam apa adanya.
Putri berdecak sinis. Bagaimana mungkin dia dapat berpikir positif melihat pacar duduk berdua bersama dengan cewek cantik yang Putri anggap saingannya sendiri?
"Kamu jalan sama dia, kan?" tuding Putri, suaranya coba diredam agar tidak menarik perhatian banyak orang.
"Maksud kamu apa sih, Put? Aku ketemu Safa di sini nggak sengaja," jelas Adam dengan nada sabar.
"Tukang bohong kamu sekarang!" Putri berbalik pergi, selera makannya mendadak hilang. Aroma bakso kesukaan Putri tidak mampu menahannya untuk tetap tinggal di warung bakso itu.
"Lo jahat banget tahu nggak, sih! Dari awal gue memang nggak suka lo jadian sama Putri," kesal Mutia sebelum berlalu mengikuti Putri.
Adam berdecak tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dia tatap kepergian Putri dengan pandangan tidak mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus! [END]
Novela JuvenilKonon katanya perempuan adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Tidak sesimpel itu menginginkan apa mau mereka. Memendam rasa dan menyampaikannya dengan kode yang para Adam sulit mengerti. Jika soal Aljabar adalah pelajaran yang sulit dipahami...