Part 8 - Putus

8.7K 1K 42
                                    

Hari ini Putri menurunkan egonya. Apa yang telah Bian sampaikan secara tersirat tentang betapa egois Putri cukup menampar sudut hati Putri. Seegois itukah Putri yang mengekang dan membatasi pergaulan Adam?

Jika dilihat sejak awal hubungan mereka Adam tidak pernah melarang Putri ini dan itu. Adam tidak pernah menuntut Putri harus begini dan begitu. Bahkan setiap pertengkarang sering kali Adam yang datang terlebih dahulu dan meminta maaf. Lalu Putri? Dia hanya mencari alasan atas setiap tindakan yang ia lakukan.

"Sialan lo, Kampret." Adam memukul punggung kawannya.

Mata Putri mengarah pada Adam yang sedang tertawa lepas bersama teman-taman satu kelasnya. Cowok itu duduk bersama dua orang cowok lain pada kursi di depan kelas mereka.

Putri menghentikan langkah melihat tawa lepas Adam bersama teman-temannya. Lihat, Adam sampai membersihkan sudut mata karena terlalu keras tertawa. Wah, jahat sekali Putri kalau sampai merenggut tawa itu dari Adam. Apa saja yang Putri tahu selama dua tahun ini tentang Adam? Bahkan sumber tawa Adam saja dia tidak tahu.

"Put," Adam memanggil.

Putri tersadar dan coba menarik kedua sudut bibirnya untuk menciptakan senyuman. Dia lanjut melangkah menghampiri Adam.

"Harusnya aku aja yang datang ke kelas kamu. Kalau kamu datang ke sini kan nanti bisa capek," ujar Adam dengan nada sengaja dibuat lebay, untuk memanasi kedua temannya yang berstatus jomblo.

"Halaah, Kampret!"

"Bucin lo!"

Decak kedua teman Adam, yang Adam balas dengan tawa lepas. Lagi-lagi Putri terpaku pada tawa luwes Adam, tanpa sadar kedua sudut bibir Putri tertarik ke atas menciptakan senyuman miris.

"Makanya cari pacar sana! Anak SD aja punya pacar, masa lo berdua jomblo," canda Adam.

"Selo dong. Entar gue nyebar undangan jangan kaget ginjal lo," tanggap salah satu teman Adam.

"Undangan apa dulu, nih?"

"Undangan sunat."

Lalu tawa kembali pecah. Kembali Putri termenung dan menikmati tawa Adam secara diam-diam.

"Udah, ah! Gue cabut duluan. Ayo, Put." Masih terdengar sisa tawa Adam. Ia menyampirkan tas ransel hitam miliknya di bahu kiri.

"Hati-hati bawa motornya. Lurus aja, kalau ada pohon tabrak aja," canda teman Adam.

"Sialan," Adam mendepak si kawan.

Sebelum berlalu pergi Putri tersenyum formal pada kedua teman Adam. Barulah dia mengikuti langkah sang pacar yang berjalan dua langkah di depannya. Putri tatap dengan dalam punggung Adam, dilihat dari belakang saja orang-orang akan tahu kalau Adam adalah sosok yang tampan. Postur tubuh yang Adam miliki memang laki banget.

"Dam, kamu mau pergi ke pasta Niki?"

Pertanyaan Putri sukses membuat Adam menghentikan langkah. Dia menoleh dengan pandangan penuh tanya.

"Kamu berubah pikiran buat datang ke pesta Niki?" Adam bertanya balik.

Putri menggeleng. "Nggak. Maksud aku, kalau kamu memang mau pergi ya silahkan saja."

Tatapan penuh tanya dari Adam semakin menjadi.

"Kamu boleh pergi ke pesta Niki," ulang Putri.

Entah seperti apa Adam harus menanggapi apa yang Putri katakan. Putri adalah orang yang keras kepala dan ya egois, apalagi jika itu menyangkut tentang Adam. Hal baik apa yang membuat Putri merubah keputusannya begitu saja? Adam memang ingin menghadiri pesta ulang tahun Niki, tapi tidak datang juga tidak masalah baginya.

"Kamu yakin kasih aku izin buat pergi?" Adam memastikan. 

"Kenapa enggak? Selama kamu nggak macam-macam di sana aku rasa nggak masalah," jawab Putri seadanya. Sengaja nada suaranya Putri buat cuek, walau perasaan Putri sedang dalam gemelut hebat tentang sikap dia selama ini pada Adam.

"Aku senang bisa datang ke pesta Niki. Tapi, akan lebih senang lagi kalau kamu mau ikut."

Untuk yang satu ini sepertinya Putri tidak dapat memenuhi permintaan Adam. "Kamu pergi sendiri aja."

"Masa gitu?"

"Aku malas, Dam," dengus Putri dan kembali melangkah.

Adam dengan cepat menyamakan langkah dengan Putri. "Ayolah, Put," bujuk Adam.

"Kamu aja," Putri sungguh tidak ingin.

"Jadi aku pergi sendiri?"

Putri memilih mengangguk untuk menjawab pertanyaan Adam.

"Aku janji, selama di pesta Niki nanti aku bakal kasih kabar ke kamu tentang apa saja yang ada di sana."

Putri menghela napas, dia kembali menghentikan langkah dan menatap Adam dengan sorot mata yang serius. "Aku minta kamu pergi ke pesta Niki untuk menikmati waktu bareng teman-teman kamu. Nggak usah pikirkan aku."

"Kamu kenapa sih, Put?" Sikap Putri lain dari biasanya menurut Adam. Hari ini Putri terlihat sangat serius dan dewasa.

Putri tatap Adam sebentar dengan perasaan dilema. Entah bagaimana Putri harus menyampaikan maksud hatinya. Putri ingin bertanya, apa selama hubungan mereka Adam merasa tertekan? Apa Adam bahagia dengan sikap Putri yang kekanakan?

-o0o-

Malam minggu, kalau kata orang ini adalah malamnya anak muda. Alun-alun kota atau tempat nongkrong akan dipenuhi para muda-muda. Baik yang memiliki pasangan, atau sekedar kumpul bersama dengan teman.

Namun tidak sedikit pula orang-orang yang memilih untuk tetap berada dalam kamar. Seperti Putri yang lebih memilih berbaring di ranjang sambil menatap layar ponsel. Sebenarnya malam masih terlalu dini untuk tidur, jarum jam menunjuk ke angka delapan.

Akhir-akhir ini selain merasa galau, Putri juga terserang yang namanya penyakit overthink apalagi jika itu menyangkut Adam. Beh, Putri akan sampai sakit kepala memikirkan pacar satu-satunya itu.

Dan kepala Putri semakin pening sebab malam ini Adam pergi ke pesta ulang tahun Niki. Berbagai pemikiran menggerogoti otak Putri yang kecil.

Apa Adam menikmati waktunya di sana?

Apa Adam bertemu perempuan lain yang lebih cantik darinya di sana? Bahkan lebih dari Safa.

Atau mungkin saja saat ini Adam asik kenalan dengan teman baru? Dan mungkin juga dengan perempuan baru?

Putri bangun dari dari tidurnya sambil mendesah gelisah. Putri acak rambutnya dengan kesal. Dasar otak sialan, berhenti memikirin Adam!

"Jangan egois, Put! Adam berhak bebas bergaul dengan siapapun," Putri mensugesti diri. Kembali dia rebahkan tubuhnya di atas ranjang, coba merilekskan diri untuk tidur. Namun sayangnya hingga pukul satu malam Putri tidak kunjung terlelap. Hingga pagi menyapa mata Putri masih terbuka lebar.

Putri menghela napas sambil melirik langit pagi di hari minggu melalui celah kaca jendela kamar. Langit di luar sana sangat cerah, berbanding terbalik dengan suasana hati Putri yang mendung.

"Kenapa dia nggak kasih kabar sampai sekarang?!" teriak Putri kesal.

TBC

Cerita ini aku ikut sertakan dalam challenge 30 hari menulis selama ramadhan bersama glorious publisher 😊😊Minta dukungannya teman-teman dengan vote dan komen yang buanyaaak 😁

Wish me luck gaess 😉

Ceritanya bakal aku up tiap hari, hayuk di vote dan komen makanya.

Spam next di sini 👉

❤ Awas ada typo ❤

#Challenge30GP

Putus! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang