Putri merebahkan diri di ranjang ukuran satu orang miliknya. Jarum jam sudah menunjukkan ke angka 12 malam. Langit semakin gelap, udara malam berhembus masuk melalui celah jendela kamar Putri. Dingin, dan mampu membekukan hatinya.
Terhitung sudah beberapa jam sejak kejadian Putri meminta putus dari Adam. Sakit kali ini adalah yang terhebat dari masa-masa Adam dam Putri pacaran. Tidak seperti sebelumnya Adam akan datang dengan tangan terbuka dan gengsi yang coba ditekan untuk memperbaiki hubungan mereka. Nyatanya tadi Adam justru mengiyakan ajakan putus dari Putri.
"Ya, kita putus!" Lalu Adam menyalakan mesin motor dan melaju meninggalkan halaman rumah Putri.
Putri mengusap sudut matanya yang kembali mengeluarkan cairan bening. Coba mensugesti diri bahwa ini adalah keputusan yang tepat. Sudah cukup mereka terlalu memaksakan diri pada sebuah hubungan yang penuh tekanan. Menurut Putri, mereka butuh waktu untuk mengambil jeda dan bernapas dengan jalan udahan.
Tidak apa-apa. Ya, tidak apa-apa. Ini memang yang terbaik, walau tidak mudah.
"Hiks," Putri terisak sebelum akhirnya dia terlelap dalam duka. Tenggelam dalam alam mimpi yang justru di sana membawa Putri bertemu dengan Adam. Bahkan dalam mimpi itu hubungan Adam dan Putri juga berakhir dengan kata putus. Apa sebegitu tidak cocoknya mereka?
Semua terasa berbeda, beda sekali. Pagi ini tidak ada suara deru motor Adam yang menjemput Putri untuk berangkat sekolah. Jika pagi kemarin Putri duduk di atas boncengan motor Adam, maka pagi ini dia duduk di salah kursi angkutan umum. Ada hal yang terasa lebih aneh lagi bagi Putri, dia kehilangan rutinitas berbalas pesan dengan Adam.
"Semua selesai," bisik Putri pada dirinya sendiri.
Dari halte yang tidak jauh dari sekolah Putri berjalan kaki. Melangkah pelan dan tidak yakin. Langkah Putri sejenak terhenti saat dia memasuki gerbang sekolah, di saat bersamaan motor Adam melintas masuk. Berlalu begitu saja.
Setelah mengembalikan warasnya yang sempat hilang karena melihat Adam dengan segera Putri berjalan cepat menuju kelas. Hati Putri belum mantap jika harus berpapasan langsung dengan si mantan.
"Putri." Acha terdengar memanggil. Dia mengejar Putri yang berjalan beberapa langkah di depannya.
Putri menoleh dengan wajah kusut. Menunjukkan pada sahabatnya itu bahwa dia tidak baik-baik saja.
"Lo kenapa, Put? Muka lo kusut banget? Lo nggak tidur semalaman? Lihat, mata panda lo kelihatan banget," kata Acha beruntun.
Putri menyunkan bibir, dia lanjut melangkah yang diikuti Acha di sisinya. Putri menundukkan kepala sebelum mengakui pada Acha. "Gue udah putus dari Adam," cicitnya.
"A-apa?" Acha kaget dengan mata membola. "Kalian putus? Kalau ini cuma bercanda, jelas nggak lucu sama sekali, Put! Oke, gue memang suka lo putus dari dia karena dia sering nyakitin lo. Tapi, ini serius?!"
Putri menghentikan langkah dan memilih duduk di salah satu kursi permanen yang ada di depan kelas, entahlah, Putri tidak tahu tepatnya di depan kelas berapa dia duduk saat ini. Acha mengambil tempat di sisi kosong.
"Gue udah nggak tahan lagi, Cha. Tolong jangan salahkan gue, gue ngerasa tertekan," ungkap Putri.
"Nggak ada yang nyalahin lo, Put. Kalau memang ini yang buat lo bahagia. Kemarin gue bilang pertahankan kalau memang masih bisa. Tapi kalau memang udah nggak ada harapan lagi, ya mungkin itu jalan yang tepat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Putus! [END]
Fiksi RemajaKonon katanya perempuan adalah makhluk yang paling sulit dimengerti. Tidak sesimpel itu menginginkan apa mau mereka. Memendam rasa dan menyampaikannya dengan kode yang para Adam sulit mengerti. Jika soal Aljabar adalah pelajaran yang sulit dipahami...