Jam menunjukkan pukul 1 pagi. Seseorang yang tengah Raya tunggu tak kunjung pulang. Hari semakin larut bahkan hari pun sudah berganti.
Raya tetap menunggu sang suami datang meski dirinya sudah mengantuk. Ia paksakan agar matanya selalu terbuka.
"Kak Ardhan kemana sih?" Gumam Raya cemas.
Pintu utama pun terbuka menampilkan sosok laki-laki yang tengah ia tunggu sedari tadi. Ia bangkit lalu menghampiri Ardhan yang baru saja masuk.
Ardhan terkejut ketika melihat Raya yang belun tidur. Apakah gadis itu menunggu dirinya? Pikir Ardhan.
"Belum tidur?" Tanya Ardhan dan Raya menggeleng sambil tersenyum kikuk.
"Yaudah tidur kan aku udah pulang" Ardhan pun melenggang pergi menaiki anak tangga menyisakan Raya sendiri. Mata Raya yang sudah berkaca-kaca pun seketika pertahanannya hancur. Air mata nya mengalir dengan begitu saja. Hatinya sakit. Ia sudah menunggu tapi dengan teganya Ardhan bersikap seperti itu.
Raya menghapus air matanya kemudian ia berjalan menuju kamarnya. Ia membuka pintu dengan perlahan dan mendapati Ardhan yang sudah terlelap.
Raya berjalan mendekat ke arah tempat tidurnya lalu ia pun membaringkan tubuhnya di samping Ardhan. Posisi mereka saat ini sama-sama memunggungi satu sama lain. Raya pun memejamkan matanya karena kantuk yang ia tahan dari tadi. Tak lama kemudian ia pun terlarut di alam bawah sadarnya.
Sedangkan Ardhan. Ia belum tidur sepenuhnya. Ia hanya berpura-pura memejamkan matanya. Hati nya sakit ketika melihat orang yang ia sayang harus tersakiti seperti ini.
'Maafin aku Ray. Aku terpaksa melakukan ini' batin Ardhan lirih.
Ia pun memejamkan matanya dan tak lama kemudian Ardhan terlarut di alam bawah sadarnya.
***
Pagi ini, Ardhan dan Raya sudah siap dengan seragamnya. Mereka berdua pun sudah melaksanakan sarapannya. Kini Raya tengah memakai sepatunya di teras rumah.
"Kamu berangkat sendiri gapapa kan? Aku udah ada janji soalnya mau jemput Laura" ujar Ardhan yang baru saja keluar dari dalam rumah.
Deg.
Raya hanya mengangguk pasrah sambil memaksakan senyumnya. Ardhan pun mengangguk lalu masuk kedalam mobil. Ia melajukan mobilnya meninggalkan pekarangan rumahnya.
Mata Raya sudah berkaca-kaca. Jika ia mengedipkan matanya maka air matanya pun akan jatuh. Ia mencoba kuat dengan semuanya.
Setelah semuanya siap, Raya bangkit lalu mengunci pintu rumahnya. Ia berjalan keluar gerbang lalu menuju halte yang berada di depan komplek rumahnya.
Sudah hampir 10 menit Raya menunggu. Namun angkot yang ia tunggu tak kunjung ada. Sekalinya ada pun sudah penuh jadi mana mungkin Raya memaksakan dirinya naik.
Tiba-tiba sebuah mobil berhenti tepat di hadapannya. Seorang laki-laki yang keluar dari mobil itu pun langsung menghampiri Raya.
"Kak Raka?" Gumam Raya.
"Hei Ray. Ko lo sendiri tumben? Enggak sama Ardhan?" Tanya Raka bertubi-tubi.
Raya tersenyum kikuk lalu menggeleng lemah. "Enggak kak" lirih Raya.
"Ya udah kalo gitu lo bareng gue aja" ajak Raka dan Raya menggeleng lagi.
"Enggak usah kak nanti ngerepotin lagi" tolak Raya secara halus.
Raka tertawa hambar mendengar ucapan Raya.
"Santai aja kali. Kalo Ardhan marah biar gue yang ngomong sama dia"
"Tap-"
"Udah ah ayo!" Potong Raka dan langsung menarik tangan Raya untuk masuk ke dalam mobilnya.
Di sepanjang perjalanan Raya hanya diam menatap keluar jendela. Raka yang melihatnya pun ikut merasa iba. Ia tau alasan Ardhan mengapa melakukan semua ini dan ia pun ikut membantu sahabatnya itu begitu pun dengan yang lain.
"Kak" panggil Raya membuat Raka menoleh sekilas ke arah samping.
"Kenapa Ray?"
"Emm, kakak kenal sama yang namanya Laura?" Tanya Raya membuat Raka gelagapan. Ia bingung harus menjawab apa.
"I..iya Ray" jawab Raka gugup.
"Dia sepupu gue yang di Bandung" sambung Raka dan Raya hanya ber'oh ria.
"Kakak tau gak ada hubungan apa Kak Ardhan sama Laura?" Raka membulatkan matanya. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mencoba untuk terlihat biasa aja.
"Kalo itu gue gak tau Ray" bohong Raka. Dan Raya hanya mengangguk lemah lalu kembali menatap keluar jendela.
'Maafin gue Ray. Gue harus ikutan bohong sama lo' batin Raka tidak tega.
***
Mobil Raka pun telah terparkir dengan rapi di parkiran sekolah. Raya dan Raya pun bergegas turun dari mobil.
"Ray lo duluan aja. Gue mau nyamperin anak-anak dulu" Raya pun menganggukan kepalanya.
"Yaudah aku duluan ya kak. Makasih tumpangannya" Raka pun mengacungkan jempolnya sebagai jawaban.
Melihat Raya yang sudah memasuki sekolah, Raka pun bergegas ke rooftop dimana teman-temannya yang lain berada.
Setibanya di rooftop Raka melihat para sahabatnya yang tengah mengobrol. Ia pun melangkah menghampiri mereka dan ikut duduk di samping Ardhan.
"Ar, lo gak kasihan sama Raya? Apa ini gak terlalu berlebihan sama dia?" Tanya Raka to the point ketika sudah duduk di samping Ardhan.
Ardhan menoleh lalu kembali menatap lurus melihat pemandangan ibu kota dari atas.
"Lo kan tau alasan gue ngelakuin ini!" Raka pun mengangguk paham.
"Tapi gue ngerasa gak enak sama Raya deh. Secara kan Laura itu sepupu gue" sahut Raka kembali.
"Gue juga gak tega sebenernya liat Raya sedih apalagi penyebabnya gue. Gue juga terpaksa buat lakuin ini" lirih Ardhan.
***
"Neng lo baru dateng? Tapi kan gue liat kak Ardhan udah dari tadi?" Tanya Tiara yang di balas anggukan kecil dari Raya.
"Lo lagi ada masalah ya?" Raya menoleh lalu menghembuskan nafasnya dengan pelan.
"Gue salah apa ya Ra sama kak Ardhan?" Pertanyaan yang di lontarkan Raya membuat Tiara mengernyit bingung.
"Salah? Emang lo salah apa?" Tanya Tiara balik.
"Kalo gue tau kesalahan gue ngapain gue nanya sama lo!" Kesal Raya dan Tiara hanya cengengesan.
"Hehe ya sorry" Tiara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
"Emang kenapa?" Tanya Tiara kembali.
"Gue ngerasa kak Ardhan berubah" lirih Raya.
"Berubah? Masa iya kan dia suami lo neng" sahut Tiara tidak percaya.
"Gue juga gak tau" Raya pun menenggelamkan wajahnya di atas meja dengan tangan sebagai bantalannya.
Tiara merasa iba melihat sahabatnya yang terlihat begitu sedih. Ia pun mengusap punggung Raya mencoba untuk memberikan kekuatan dan kesabaran kepada temannya ini.
Vote itu GRATIS lohhh!!!
Jangan lupa vote dan follow alvirasalmah
KAMU SEDANG MEMBACA
RayArdhan [Completed]
Teen Fiction[Sequel DhaVira] Sebuah takdir memang misterius. Tak ada yang tau dan tak ada yang bisa di perkirakan. Seperti kepergian orang yang di sayang apalagi cinta adalah hal yang tak terduga bahkan tak di inginkan, hingga orang itu pergi untuk selamanya. S...