Bab 14

594 83 5
                                    


Seoul, 2 tahun Lalu

Yoona tidak tahu sudah berapa gelas minuman yang ia teguk. Ia ingin melupakan semua komentar yang muncul di akun media sosial miliknya. Bulan lalu Yoona baru saja memulai debutnya sebagai seorang penyanyi. Menurutnya, debutnya itu lumayan sukses. Ia sama sekali tidak mengharapkan semua orang memujinya setinggi langit, tapi paling tidak ia merasa berhak mendapatkan respon yang baik.

Kebanyakan pakar musik-----di berbagai media----memuji album debutnya. Mereka suka genre musik yang Yoona pilih dan warna vokalnya yang dianggap cukup unik. Semua fans Yoona membanjirinya dengan pujian, rasa kagum, dan juga rasa bangga.

Namun yang namanya fans selalu hadir satu paket dengan haters----para pembencinya. Mereka menulis bermacam komentar jelek dan jahat di akun sosial Yoona. Mereka semua menuduhnya memanfaatkan popularitasnya sebagai aktris terkenal untuk merambah dunia tarik suara. Mereka mengejek suara Yoona yang dianggap tidak layak masuk dapur rekaman. Beberapa malah menyebutnya aji mumpung dan cuma ingin mengeruk uang dari para fansnya. Bahkan tidak sedikit yang menyuruh Yoona untuk kembali saja ke Inggris.

Yoona tertawa. Kembali ke Inggris? Sejak awal ia tak pernah mau pindah ke Inggris. Korea Selatan adalah rumahnya. Ia tumbuh besar di Daegu. Ia jatuh cinta dan menangis di Daegu. Ia lahir dan mati di Daegu. Mengapa semua orang menyuruhnya untuk kembali ke Inggris? Lelucon macam apa itu?

Yoona tahu ia tidak seharusnya mabuk di klub semacam ini. Ia punya imej yang harus dijaga. Tak boleh ada seorangpun yang melihatnya mabuk dan menyebarkan rumor kalau ia adalah seorang pemabuk. Tadi Yoona mesti membujuk Yuri untuk menemaninya minum di kelab.  Managernya itu setuju dengan satu syarat: Yoona cuma boleh minum dua gelas. Tidak lebih.

Tapi Yuri terlalu sibuk dengan ponselnya. Yoona bahkan tak tahu apa yang tengah temannya itu lakukan sekarang. Yuri memang seorang manager yang andal, ia berhasil mendapatkan banyak sekali kontrak kerja untuk Yoona. Yuri mempunyai koneksi dan kenalan yang luas. Di dunia hiburan seperti ini, koneksi adalah nomor satu. Ada banyak artis muda dan pendatang baru yang siap merebut popularitas dan kesuksesan senior-senior mereka. Untung Yuri kenal semua orang di Korea Selatan. Itulah sebabnya ia selalu sibuk dengan telepon genggamnya, entah ia sedang mengamankan proyek baru untuk Yoona atau menolak tawaran yang tidak sesuai untuk gadis itu.

"Apa kau diizinkan untuk minum sebanyak itu?"

Yoona menoleh ke sebelah kanannya. Ia tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang baru saja menanyakan pertanyaan kurang ajar tadi. Pandangannya buram oleh alkohol.

"Siapa kau? Apa kau ayahku?"

Pria itu tersenyum. "Apakah aku terlihat seperti ayahmu?"

"Kalau begitu tutup mulutmu." Yoona menyeringai konyol. "Kau sama sekali tidak tahu apa yang sudah aku alami...." Ia mengangkat gelas untuk meminta tambah minuman kepada bartender di kelab.

"Di mana managermu?"

"Yuri?" Yoona celingukan. "Yuri ah! Yah, Kwon Yuri, di mana kau? Yuhuuu!" Ia tak melihat managernya di antara orang-orang yang memadati tempat itu. Yoona mengangkat pundak dan tertawa. "Entahlah. Mungkin Yuri sedang sibuk. Dia selalu sibuk... Atau mungkin dia sudah meninggalkanku." Yoona terkekeh. "Semua orang selalu meninggalkanku... Ibuku... Pacarku... Dan bahkan fansku... Cuma haters saja yang tidak pernah meninggalkanku."

Si pria tahu Yoona sedang mabuk. Gadis itu kini malah menangis tanpa sebab.

"Hei," Yoona menepuk pipi si pria, "apa kau akan meninggalkanku juga?"

Pria itu kembali tersenyum. Ia menyisip minumannya. "Kau mau aku meninggalkanmu?"

Yoona menggeleng. "Tidak. Jangan tinggalkan aku... Tetaplah duduk di sini." Ia menepuk-nepuk punggung si pria. "Kau jangan berani meninggalkanku... Aku beritahu ya, hatiku ini sangat rapuh. Aku mudah sekali menangis." Yoona mendekatkan wajahnya. "Wow, ternyata kau ganteng juga."

I Paint The Sky Pink For You [Vyoon Fanfic]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang