Setelah membeli sesuatu untuk Jingga di depan rumah sakit, Langit kembali ke ruang inap Jingga bertepatan dengan itu Indra keluar dan memanggil namanya untuk masuk menemui Jingga. Sementara Bintang sudah kesal setengah mati pada Langit yang bergerak cepat, bisa dikatakan ia cemburu, tapi ini semua adalah keinginan Jingga yang baru saja sadar dari komanya, untuk itu Bintang harus sedikit lebih bersabar.
Langit membuka knop pintu, ia berjalan ke arah Jingga yang tampak memejamkan mata, ia duduk di kursi samping bankar Jingga."Hai." Sapanya membuat Jingga buka mata.
Jingga tersenyum."Lo yang punya sapu tangan itu?"
Langit mengangguk, ia mengeluarkan setangkai mawar putih yang berada di saku jaketnya, memberikannya pada Jingga."Buat lo." Ucapnya tersenyum.
Jingga menerima dengan senang hati walau pun sedikit ragu, tapi ia yakin kalau Langit adalah orang baik."Makasih."
"Gimana keadaan lo? Uda lebih baik?"
Jingga mengangguk."Sejauh ini gue ngerasa lebih tenang."
Setelah itu keadaan hening, Langit tidak tau harus berbicara apa, sedangkan Jingga tak ingin berbicara terlalu banyak dengan orang yang belum di kenalnya. Tapi, seketika Jingga tersadar, ia belum pernah melihat Langit sebelumnya, lalu mengapa sekarang Langit terasa sangat akrab bila berbicara dengannya.
"Gue belum pernah ketemu sama lo sebelumnya."
Langit tersenyum, ia tau apa yang Jingga maksud. Jingga ingin penjelasan mengapa dirinya bisa mengenal Jingga, karna sebelumnya mereka memang tidak pernah bertemu."Gue yang bawa lo ke rumah sakit waktu lo kecelakaan."
Jingga tersenyum getir, sakit mengingat betapa kacau dirinya waktu itu sampai kecelakaan menerkamnya, apalagi kejadian sebelum kecelakaan itu terjadi, sangat menyakitkan, ia harus menerima kenyataan tentang identitasnya yang bukan anak kandung. Bahkan sampai sekarang Mama dan adik tirinya tak berniat menjenguknya sama sekali, padahal jika boleh jujur Jingga sangat menyayanginya mereka.
Cairan bening membasahi kedua pipinya, Jingga menangis dalam diamnya seperti yang ia lakukan biasanya. Isakan kecil mulai terdengar di telinga Langit, ia melihat ke arah Jingga yang tengah menggigit bibirnya. Dengan inisiatif Langit menghapus jejak air mata Jingga."Nangis itu gak baik di tahan. Lepasin aja, pasti lebih lega."
Jingga menoleh, mata mereka saling tatap dan saat itu Langit yakin dengan dugaannya bahwa lukisan mata yang ia lukis memanglah mata Jingga. Sendu, Langit melihat segudang rasa sakit dan penderitaan yang Jingga simpan. Tertutup, mungkin itulah yang menggambarkan seorang Alisya Jinggana Renggama. Itu yang Langit tangkap dari mata sendu Jingga. Wanita ini orang yang baik, tapi mengapa ujian dan lika-liku kehidupan menyakitkan harus ia terima? Begitulah pikiran Langit berbicara.
"Lo sering simpan semua rasa sakit lo sendiri ya? Gak baik tau, ada yang harus lo bagi sama orang."
Jingga tersadar, ia melepaskan tatapan matanya dengan Langit."Sok tau lo." Ucap nya diakhiri kekehan kecil. Menyakitkan di telinga Langit, namun tegarnya wanita ini pun dapat membuat Langit bertekad ingin menjaganya. Jingga berhak bahagia.
"Gue bukan sok tau, gue emang tau."
"Peramal dong lo."
"Enggak, gue cuma bisa memahami kondisi orang lewat tatapan mata." Langit berucap dengan yakin. Sejak dulu, kelebihan Langit adalah ia bisa mengetahui perasaan seseorang lewat tatapan mata. Ia tipe orang yang perasa dan peka terhadap sesuatu di sekitarnya.
"Kalo gitu kenapa lo gak tau kalo gue dari tadi haus, pengen minum."
Langit mendelik, ia menggaruk tengkuk nya yang tidak gatal. Merasa malu dengan ketidak pekaannya terhadap sesuatu hal kecil seperti ini. Ia mengambil segelas air putih di atas nakas, membantu Jingga untuk meminum air itu dengan sedotan. Jingga menerima air itu dengan senang hati. Tertawa saat air yang ia minum telah di telannya. Dahi Langit mengkerut."Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen Fiction"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...