Suara berisik jam weker membangunkan Jingga dari tidur panjangnya, ia segera bangkit dari tempat tidur, melihat pantulan dirinya di kaca. Sangat mengenaskan, rambut yang lepek, mata sembab, hidung memerah, dan pipi yang lagi-lagi memar. Jingga tersenyum kecut, mengingat betapa bodohnya dia semalam, saat diperlalukan layaknya binatang oleh Mama dan adiknya sendiri. Tapi Jingga bukanlah orang yang meratapi nasibnya berlarut-larut, ia bukan orang lemah yang akan terus berdiam diri di rumah. Jingga menggelengkan kepalanya, menghapus semua ingatan tentang kejadian yang menyakitkan meskipun ia tak akan pernah lupa. Dengan langkah gontai Jingga memasuki kamar mandi, hari ini ia harus semangat bersekolah, mengingat sebentar lagi dia harus menampilkan drama terbaiknya di acara milad sekolah.
15 menit Jingga sudah siap dengan seragamnya, ia memoles wajahnya dengan bedak tipis dan liptin agar tak terlihat pucat, walaupun sembab dan bengkak matanya masih terlihat jelas. Tapi mungkin, ia harus menggunakan kacamata untuk menutupinya dari Arini dan Bintang.
Jingga mengambil ponselnya yang sengaja ia matikan, menyampirkan tas yang berisi buku pelajaran di bahu kiri, kemudian turun dari kamar untuk berpamitan dengan Papanya. Pupus harapan Jingga ketika melihat di meja makan hanya ada Mama dan adiknya, pasti sudah pergi kerja, pikirnya. Ia tak memperdulikan, ia terus berjalan tanpa menyapa kedua manusia jahat itu.
" Mau kemana kamu?" Pertanyaan yang dilontarkan Nia membuat Jingga berhenti lalu membalikan badan menghadap Nia.
" Sekolah." Jawab Jingga kemudian melangkah pergi. Dengan cepat Nia menahannya, ia merampas kasar ponsel yang ada tangan Jingga.
" Masuk kamar, kamu gak boleh kemana-mana." Ucap Nia.
" Apaan sih, aku mau sekolah. Lepasin." Sergah Jingga namun tak membuat Nia melepaskan tangannya.
Nia menarik paksa Jingga dibantu Nayla, mereka menarik Jingga dengan kasar menuju kamar Jingga. Gadis itu terus memberontak, tapi apa daya kondisinya sedang lemah saat ini. Mereka lebih kuat, dan akhirnya mereka bisa memasukkan Jingga ke dalam kamar dan menguncinya.
" Ma, buka dong. Apa-apaan sih." Ucap Jingga berteriak sambil menggedor-gedor pintu kamarnya. Namun nihil, tak ada jawaban dari luar sana dan yang dilakukan Jingga sekarang hanya menangia, menggedor-gedor pintu kamarnya berkali-kali agar dibuka walau pun ia tau itu tak mungkin.
Jingga berjalan lemas ke arah tempat tidurnya, perutnya sakit karna ia tak makan apapun dari semalam, kepalanya berat, pandangannya kabur.
Brak
Jingga pingsan dengan tak ada yang mengetahuinya, begitu miris nasibnya. Tak ada yang bisa menjadi penolongnya sekarang, karna ia sedang sendiri, di rumah yang terasa penjara baginya.
🌺🌺🌺Bintang tengah menyusuri koridor sekolah, sebelum masuk ke kelas ia ingin menemui keadaan Jingga dahulu, karna jujur ia sangat khawatir, di tambah lagi dengan Jingga yang tak bisa dihubungi dari semalam membuatnya tambah khawatir.
" Woi, Bin." Panggil seseorang dari belakang. Bintang menoleh, mendapati tiga sahabatnya tengah berjalan ke arahnya, tampaknya mereka baru saja datang.
" Kelas kelewatan bego." Umpat Dika ketika telah sampai di hadapan Bintang. Bintang diam tak menanggapi, ia malah melanjutkan langkahnya untuk ke kelas Jingga disusul oleh ketiga sahabatnya yang mengekor. Bintang mengedarkan pandangan ketika sampai di depan kelas Jingga, yang ia lihat adalah Arini yang bisa Bintang lihat menampakkan wajah khawatirnya. Dengan cepat ia mendekati Arini dan menanyakan perihal Jingga pada Arini.
" Rin, Jingga mana?" Tanya Bintang mengejutkan Arini.
" Gak ada kabar, gue telponin dari semalem HP nya gak aktif." Jawab Arini cemas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen Fiction"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...