Tiga hari berlalu sejak Jingga drop, kini kondisinya sudah stabil dan mulai membaik. Ujian pun telah tiba, dengan paksaan keluarga serta sahabatnya akhirnya Bintang mau menginjakkan kakinya di sekolah untuk mengikuti Ujian terakhirnya di bangku SMA. Hampa rasanya hidup dan ujiannya tanpa Jingga, namun apa mau dikata? Jingga masih betah dengan tidur panjangnya. Saat ini, Bintang tengah menjalankan ujian, ia satu ruangan bersama Juna dan Dika, sedangkan Doni sama dengan Arini. Bintang nampak tak bersemangat, namun setidak semangat apapun Bintang, ia tetap akan berusaha untuk konsentrasi dengan serangkaian soal matematika di hadapannya ini.
Bintang memijat pelipisnya, tak masuk selama sebulan membuatnya ketinggalan banyak materi sehingga ia sedikit tidak paham. Untung saja ia sudah meminjam catatan Juna dan membacanya tadi malam. Jadi, dengan kepintarannya yang diatas rata-rata ia bisa menyelesaikan ujiannya.
Satu setengah jam sudah waktu mereka menyelesaikan deretan soal yang membuat kepala semua orang terasa ingin meledak. Akhirnya, mereka bisa bernapas lega karna bel pulang baru saja berbunyi satu menit yang lalu. Bintang tampak keluar dengan kedua temannya, menunggu Doni dan Arini menghampiri mereka karna mereka akan berangkat ke rumah sakit sekarang juga.
Bintang membuang pandangannya ke sembarang arah kala melihat Nayla, Ika dan Caca berjalan tepat di belakang Doni dan Arini menghampiri mereka.
"Nih cewek mau ikut ke rumah sakit katanya." Ucap Doni, ia melihat ke arah Bintang yang sama sekali tak menganggap kehadiran ketiga gadis yang salah satunya paling Bintang benci.
"Gue gak akan biarin tiga cewek jahat ini nyakitin Jingga lagi." Bintang bersuara. Hendak melangkah pergi tapi tangannya di cekal oleh Nayla. Bintang geram, ia menghempaskan tangan Nayla kasar, menjauh dari wanita itu seakan Nayla adalah sesuatu menjijikkan.
"Gue bukan mau sakitin Jingga, gue mau jenguk dia. Jingga tetap kakak gue." Ucap Nayla memohon membuat Arini berdecih."Jingga cuma kakak tiri lo, gue gak percaya lo gak akan sakiti dia lagi."
Terlihat Nayla sedang menahan amarahnya, ia memohon pada Bintang lagi dan Bintang akan tetap pada pendiriannya."Gue setuju sama Arini." Ucap Bintang lalu pergi dengan diikuti keempat sahabatnya.
Nayla mengeram kesal setelah Bintang dan para sahabatnya menjauh."Jadi gimana, Nay?" Ika bertanya.
"Gue mau dia mati, liat aja nanti."
Ika dan Caca tersenyum miring, entah kenapa mereka juga sangat membenci Jingga padahal sekedar mengobrol saja pun tak pernah.
••••••••••
"Mau sampe kapan lo disini? Lo mau berantem lagi sama Bintang?" Langit tak menggubris perkataan Bima, ia masih setia duduk di samping bankar Jingga sambil memegangi tangan wanita itu, sudah satu jam semenjak Bintang pergi ke sekolahnya, ia menemani Jingga, mengajaknya berbicara menceritakan bahwa dirinya menyukai Jingga sejak awal berjumpa. Semakin hari, kondisi Jingga semakin membaik, kerap kali wanita itu menunjukkan responnya berupa pergerakan jari, atau tetesan air mata di sudut matanya, namun tak juga ada tanda-tanda ia akan membuka matanya.
"Ayo cabut, Lang." Seruan Bima kembali terdengar, Langit hanya menanggapi dengan mengangkat kedua bahunya, tak berniat beranjak dari sana sedikit pun.
Menyerah, Bima memilih tak melanjutkan omongannya, Langit memang dari dulu keras kepala, jadi tak heran kalau dia betah dengan posisinya yang memegangi tangan Jingga sekarang, memandangi wajah Jingga agar mengingat sesuatu dari penglihatannya itu.
Perhatian Bima teralih saat knop pintu terbuka, menampilkan Indra yang menatap sendu ke arah bankar anaknya. Ia mendekat, mendapati Langit yang tak merubah posisinya membelakangi pintu hingga suara panggilan Indra menyadarkannya."Langit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Fiksi Remaja"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...