Sekarang
Hidupku hampa
Tanpa senyumannya
Tanpa tawa bahagianya
Aku ingin dia bangun
Aku ingin dia kembali bersamaku
Hanya raganya yang ada
Tapi tidak jiwanya
Sejak bertemunya kembali aku dengannya
Aku merasa bahagiaku kembali
Tapi, kini dia yang menjadi semangatku pergi
Pergi bersama dengan jiwanya yang tak bisa untuk sekedar bercengkrama
Bangunlah
Aku merindukanmu
Sangat merindukanmu
~Bintang Mahendra~Mungkin untuk pertama kalinya ia mengungkapkan isi hatinya melalui secarik kertas dalam rangkaian kata. Ia tak perduli, mau orang menilainya lebay, alay atau lelaki lemah karna menjatuhkan air mata hanya karna wanita yang dicintainya tertidur tak berdaya, ia tak masalah, karna nyatanya memang benar, semangatnya sudah hilang semenjak wanita itu kecelakaan dan menutup matanya sudah hampir satu bulan. Tak ada kegiatan lain yang Bintang lakukan kecuali menunggu bangunnya Jingga, ia ingin melihat senyum wanita ini lagi, ia ingin menjadi orang pertama yang Jingga lihat ketika bangun, maka dari itu ia tak ingin beranjak dari sana walau selangkah dan sedetik pun. Bintang tak memperdulikan apapun selain Jingga, bahkan sekolah pun ia tidak, apalagi memikirkan sertijabnya sebagai ketua OSIS, semuanya dilupakan oleh seorang Bintang Mahendra.
"Mau sampe kapan lo begini. Bentar lagi ujian, lo mau gak lulus?"
Celetukan dari Juna tak ia hiraukan, untuk menoleh pun ia tak mau, pikirannya selalu berkata kalau ia menoleh, ia tak akan bisa melihat Jingga terbangun dari tidur panjangnya.
"Ngomong sama lo kayak ngomong sama tembok. Gak pernah di respon."
Jengah, Juna memilih duduk di sofa kamar Jingga diikuti Arini. Dika dan Doni tidak ikut karna masih ada urusan dengan ekskul mereka.
"Tadi Langit temuin gue, ngomong soal Jingga." Ucapan Arini berhasil membuat Bintang menoleh.
"Ngomong apa dia?"
Hanya pertanyaan simpel, namun membuat sudut bibir Juna terangkat, Juna bersyukur, setidaknya Bintang mau berbicara dan bertanya.
"Dia suka sama Jingga, dan dia mau rebut Jingga dari lo." Jawab Arini.
Bintang mengepalkan tangannya, berdiri dengan raut muka merah padam, ia emosi, kesal dengan lelaki bernama Langit yang sudah sebulan ini tak pernah absen ke rumah sakit untuk menjenguk Jingga membuat Bintang panas namun tak bisa marah karna kedua orang tuanya beserta Indra sangat menyukai sikapnya yang sopan dan tenang.
"Lo mau kemana?" Juna bertanya saat Bintang melangkahkan kakinya. Bintang tak menjawab, mengabaikan pertanyaan Juna hingga ia hilang dari pandangan Juna.
"Kamu jagain Jingga ya, aku mau kejar Bintang." Pintanya pada Arini. Arini mengangguk, dia rasa itu lebih baik daripada harus membiarkan Bintang mendatangi Langit dengan keadaan yang jauh dari kata baik.
Arini menuju bankar sahabatnya yang masih memejamkan mata, memegang erat tangan Jingga."Lo bangun dong, Ji. Sejak lo tidur, banyak kejadian yang harus lo tau. Gue pengen cerita banyak sama lo. Lo pasti seneng kalo denger gue uda jadian sama Juna. Kita jadian tiga minggu yang lalu, gue bahagia banget karna cinta gue gak bertepuk sebelah tangan." Arini bercerita layaknya Jingga mendengar semuanya. Air matanya menetes, tak bisa ditahan, ia rindu, sangat rindu dengan tawa ceria sahabatnya ini.
"Ada cowok, namanya Langit suka sama lo, baik deh orangnya, dia juga yang nolongin lo dan bawa lo ke rumah sakit. Gue mohon bangun ya, Ji. Kasian Om Indra, dia kepikiran lo terus, apalagi Bintang, uda hampir sebulan dia gak ngapa-ngapain, gak sekolah padahal udah mau ujian. Bangun, Ji. Lo gak cape tidur mulu, lo gak kangen gue? Lo gak mau lulus bareng gue dan anak-anak yang lain? Lo harus bangun, Ji. Gue tau lo kuat." Arini bercerita diiringi isakan-isakan kecil. Tanpa henti air matanya terus mengalir, seolah mata pun tau bahwa Arini sedang merindukan sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
أدب المراهقين"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...