19❤ Langit dan Mars

9 1 0
                                    

"Lo kenapa cemas gitu sih?" Pertanyaan Bima membuat Langit menaikkan satu alisnya, bingung dengan pertanyaan aneh sahabatnya ini.

"Cemas? Enggak ah." Jawabnya santai. Dia berbohong, sangat kentara ketika Dokter Mars berkata bahwa Jingga koma dia kecewa, sedih, khawatir seakan-akan sedang mengkhawatirkan orang paling berharga dihidupnya. Rasa khawatirnya pun sama dengan khawatir saat ibunya berada di posisi koma seperti Jingga.

Bima berdecak, Langit memang pandai menutupi ekspresi dan perasaannya, tapi tidak berbohong terlebih kepada Bima, ia tau kapan lelaki di depannya ini jujur dan kapan bohong."Ngaku aja deh, lo cemas kan waktu tau dia koma sampe lo donorin darah buat dia yang sama sekali gak lo kenal."

Langit menghela napas, kesal dengan perkataan Bima yang sayangnya benar. Kalau di pikir-pikir, untuk apa ia begitu mencemaskan Jingga sampai mendonorkan darah padahal kenal saja tidak. Tapi, ini semua diluar nalarnya, ia merasa pernah bertemu dengan Jingga sebelum ini, tapi tak tau dimana.

"Udah deh, gue mau ke ruangan abang gue. Lo mau ikut gak?" Ucap Langit mengalihkan pembicaraan.

Bima berdecak lagi."Selalu aja ngalihin pembicaraan." Katanya kesal sambil berdiri mengikuti Langit yang telah mendahuluinya.

Mereka berjalan melewati lorong rumah sakit, selama perjalanan Bima masih menanyakan hal yang sama dan selama itu pula Langit tak berniat membuka suara, tak ingin meladeni sahabat gilanya yang sayangnya dia sayang pada Bima.

Langkah mereka terhenti di sebuah ruangan bertuliskan 'Billyno Mars Natan'. Langit membuka pintu ruangan tersebut, masuk dengan santainya dan duduk di sofa yang ada disana diikuti Bima. Melihat abangnya yang terlihat memijat pelipis ia bertanya. "Gimana keadaan dia, Bang?"

Mars menoleh ke arah sumber suara,  menghembuskan napas pelan, lelah? Sudah pasti, karna dua jam berada di ruang operasi dengan perasaan yang beda dari biasanya. "Operasinya lancar, tapi dia akan mengalami koma karna benturan di kepalanya."Mars menjawab, menjelaskan kepada dua orang yang berstatus sebagai sahabat dan adiknya ini.

Langit mengangguk, matanya memicing ketika melihat tangan abangnya yang kebetulan kemejanya digulung sampai melewati siku di beri andiplas tepat di bagian siku depannya. "Lo donorin darah juga buat dia?"

Mars dan Bima refleks menoleh, lalu dengan cekatan Mars langsung menurunkan lengan bajunya yang langsung di tahan oleh Bima yang kebetulan duduk di depannya." Mau ngeles apaan lo, Bang?" Kali ini Bima bersuara, ikut penasaran dengan jawaban yang akan diberikan Mars atas pertanyaan Langit tadi."Apaan sih, enggak. " Jawab Mars mengalibi.

"Gak usah ngeles, gue tau." Langit membalas. Mars menyerah, dia dan Langit sama-sama pintar menutupi perasaan tapi sama-sama tak pandai berbohong. Hanya orang-orang yang tak mengenal mereka saja yang percaya atas kebohongan mereka. Menyerah, Mars kembali menghela napas." Iya." Jawabnya singkat.

"Kenapa?" Langit bertanya lagi.

Mars menaikkan satu alisnya." Apa?"

Langit memutar bola matanya malas, abangnya ini sudah sarjana bergelar dokter pun masih tak mengerti atas pertanyaan se simple itu?

"Kenapa lo donorin darah buat dia." Langit memperjelas pertanyaannya.

"Gue juga gak tau, gue ngerasa kayak pernah ketemu sama dia. Tapi gak tau dimana." Jawaban Mars membuat Bima menoleh dan berubah menjadi lebih serius.

"Lo berdua tuh sama aja ya, aneh." Ucap Bima pada dua abang beradik ini.

"Pikiran kita sama gak sih?" Kali ini Langit bertanya pada Mars. Tak menanggapi ucapan Bima yang hanya membuatnya pusing.

JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang