Bintang dan keluarganya sedang berkumpul di ruang keluarga, jam telah menunjukkan pukul 20.00 malam. Mereka sedang membahas masalah Jingga yang tak ingin pulang ke rumahnya, dan Bintang yang keukeuh ingin Jingga tinggal bersamanya dan keluarganya.
" Jadi kamu mau gimana, Jingga." Suara Jaya bertanya pada Jingga yang tengah bimbang.
" Jingga tinggal di rumah kita aja, Pa. Kan banyak kamar kosong." Jaya melihat ke arah Bintang, kesal. Jingga yang ditanya malah Bintang yang menjawab.
" Papa tuh nanya Jingga. Bukan nanya lo." Sahut Binar juga kesal. Pasalnya dari tadi, apapun pertanyaan yang dilontarkan untuk Jingga malah Bintang yang selalu menjawabnya.
" Gue gak ngomong sama lo." Balas Bintang.
" Jingga harus minta izin sama Papa kalo mau tinggal disini." Jingga menjawab. Ia teringat dengan keadaan Papa nya yang belum menghubungi nya sampai sekarang.
" Tadi Om uda telepon Papa kamu biar datang kesini, mungkin sebentar lagi sampai."
Jingga mengangguk, tak tau harus merespon apa. Ia rindu sekali dengan Papa nya itu, walaupun Indra selalu sibuk, tapi Jingga mengerti bahwa Indra bekerja untuknya.
Tok tok tok
Ketukan pintu terdengar, Bi Asih dengan sigap langsung membukakan pintu untuk tamu yang datang." Assalamualaikum." Salam tamu tersebut menghampiri keluarga Mahendra itu.
Mereka melihat ke arah suara seraya menjawab salam. Jingga sontak langsung berdiri dan menubruk sang tamu yang ternyata adalah Indra." Papa, Jingga kangen." Cicit Jingga manja tanpa melepaskan pelukannya.
Indra tersenyum, mengelus rambut Putrinya yang juga ia rindukan." Papa apalagi, sangat rindu." Balas Indra semangat.
Deheman Bintang membuat Jingga melepaskan pelukannya, ia menyengir kemudian menarik sang Papa untuk duduk di sofa ruang keluarga bersama keluarga Mahendra itu.
" Bagaimana, Jingga gak manja kan disini? Jingga gak merepotkan kamu kan Bintang?" Indra bertanya. Jingga mendengus mendengar pertanyaan Papa nya itu, ia memang kadang kala terlihat manja dengan Indra, namun bukan berarti Indra harus menanyakan hal seperti itu pada Bintang kan.
Sedangkan Bintang dan keluarganya hanya tertawa mendengar lelucon dari Indra dan ekspresi kesal Jingga yang jarang ia lihat." Enggak kok, Om. Jingga enggak ngerepotin kami." Jawab Bintang tersenyum.
" Jadi bagaimana keputusan tentang tempat tinggal Jingga." Jaya membuka suara. Ekspresi mereka semua langsung berubah serius, tak terkecuali Bintang yang kini telah mengaitkan tangannya dengan tangan Jingga yang dari tadi duduk di sampingnya.
" Jingga tinggal di apartement yang Papa beli buat Jingga aja." Ucap Jingga memberi saran. Jujur, ia merasa tak enak jika harus tinggal di rumah Bintang dengan keadaan mereka yang bukan suami-istri. Walaupun Jingga sudah tau bahwa Bintang adalah teman masa kecilnya yang sangat ia sayangi, tapi keadaannya beda. Mereka sudah sama-sama dewasa, apa kata tetangga jika melihat Jingga tinggal di rumah Bintang nanti? Wanita itu hanya tidak ingin kejadian buruk menimpanya lagi.
" Gak usah, Jingga disini aja. Biar aman dan ada yang jagain." Bintang menimpali.
Jingga mencibikkan bibir kesal, sementara ketiga orang tua paruh baya itu tengah tersenyum menggoda." Keputusannya ada di Jingga, nyamannya dimana." Indra berkata lagi.
Jingga menghela napas." Oke Jingga tinggal disini."
" Yes." Terdengar suara ucapan gembira dari Bintang.
" Ya sudah kalau begitu Papa pulang ya Jingga, Papa akan ambil semua barang-barang kamu." Ucap Indra sambil berdiri ingin bangkit. Jingga mengangguk, memeluk Papanya dengan mata berkaca-kaca, walaupun Indra jarang di rumah dan akan sering berada di kantor, tapi ini pertama kali Jingga harus tinggal dengan orang lain tanpa Papanya. Indra tersenyum, mengelus rambut putrinya itu, dalam hati ia bersyukur karna ia tak perlu lagi cemas jika akan bekerja dalam waktu yang lama, Jingga tak ada disakiti oleh Nia dan Nayla lagi, Indra yakin. Putri kecilnya itu aman disini.
•••••
Semilir angin menerpa kulit seorang gadis yang tengah terduduk di gazebo dengan secangkir susu coklat. Sibuk dengan lamunan dan pikirannya sendiri sehingga tak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya.
Merasa Jingga tak merespon kedatangannya, Bintang memeluknya dari belakang, meletakkan dagunya di bahu Jingga membuat Jingga terkelonjak kaget. Jingga menoleh ke arah bahu kanannya, terdapat Bintang dengan senyuman manisnya tersenyum ke arahnya." Kamu mikirin apa sih?" Bintang bertanya. Masih dengan posisi kedua tangannya yang terletak sempuran di pinggang Jingga.
" Enggak, aku cuma mikir ternyata masih ada orang yang sayang sama aku." Jawabnya tersenyum tak kalah manis.
" Siapa?"
" Kamu."
" Kata siapa aku sayang sama kamu? Pd banget." Ucap Bintang. Jingga melepas kasar tangan Bintang dari pinggangnya, ingin beranjak pergi namun cepat Bintang mencekal tangan Jingga sehingga ia terduduk di panguan Bintang.
Jingga mencibikkan bibir."Katanya gak sayang, ngapain pegang-pegang." Ucapnya kesal.
Bukannya menjawab, Bintang malah meletakkan tangan kanan Jingga di rambutnya."Elus." Pintanya dengan nada manja. Jingga menuruti, masih terduduk di pangkuan Bintang ia mengelus rambut lelaki itu dengan lembut, satu tangannya di gunakan untuk merangkul leher Bintang." Katanya mau cerita." Bintang membuka suara.
" Cerita apa?"
" Cerita kenapa kamu bisa inget Bibin dan Alisya."
Jingga ber 'oh' ria, ia menghentikan perkerjaannya mengelus rambut Bintang, berdiri dari paha Bintang dan duduk di sebelahnya. Tangannya mengisyaratkan agar Bintang tidur di pahanya. Bintang mengerti, ia merebahkan tubuhnya dengan bantal paha Jingga.
" Waktu kamu bawa aku ke rumah, aku gak sengaja liat foto di kamar kamu, terus aku tanya deh sama tante Dena. Tante Dena jawab kalo itu foto kamu waktu kecil, aku yang memang uda inget sama Bibinku waktu kecil jadi seneng, karna bisa ketemu lagi sama pangeran kecilku. Tapi, aku pura-pura aja gak inget kamu. Biar kamu usaha supaya aku inget lagi." Jingga bercerita diakhiri tawa gelinya.
"Al..."
Jingga menoleh."Iya?"
" Aku sayang kamu."
Jingga tersenyum, membungkukkan badannya lalu mengecup singkat dahi Bintang." Aku juga sayang kamu." Balasnya.
Bintang tersenyum, ia bangkit dari posisinya menjadi duduk, mengecup kening Jingga lembut, dalam hati Jingga bersyukur, bisa di pertemukan dengan orang yang bisa menemani hari-harinya yang suram, harus Jingga akui, selama ini hidupnya selalu dihantui rasa takut, ia tak pernah menemukan kebahagiaan selain dari Papanya.
Terimakasih tuhan
Atas bahagia yang kau berikan setelah kesedihan
Aku mencintainya
~Alisya Jinggana Renggama~•••••••
Tbc
Sorry ya part yang ini pendek banget, soalnya lagi kehabisan ide.Tapi jangan kapok baca ya, soalnya bakal banyak kejutan lagi di part selanjutnya.
Jangan lupa like dan coment serta follow akun Wattpad ku ya......
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Fiksi Remaja"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...