Hari ini, aktivitas kembali berjalan normal. Pembelajaran di kampus sebagai mahasiswa baru pun akan di mulai hari ini. Arini bersama Jingga tengah melewati jalan yang akan mengantarkan mereka ke fakultas kedokteran, dan entah kebetulan atau tidak, jalan yang mereka lewati juga jalan menuju fakultas ekonomi. Gedung fakultas kedokteran dan fakultas ekonomi pun tampak bersebrangan, itu artinya kesempatan Jingga bertemu dengan Langit akan lebih besar.
"Jingga." panggilan seseorang menghentikan langkah mereka. Dua wanita sebaya itu menoleh dan mendapati Langit bersama dengan Bima sedang berjalan ke arah mereka.
"Hai orange." Langit menyapa dengan senyuman terbaiknya. Senyuman yang pertama kali Jingga lihat sewaktu ia sadar dari koma, senyum yang dua minggu ini menghilang dari sorot matanya.
Tersadar dari lamunannya, Jingga balas tersenyum seadanya."Nama gue Jingga bukan orange." protes Jingga.
"Lo juga boleh panggil gue sky." ucapan itulah yang dilontarkan Langit pada wanita di hadapannya ini.
Jingga memutar bola matanya malas."Uda ya kak, kita mau ke kelas." pamitnya beranjak pergi. Langit mencekal tangannya, sehingga menghentikan langkah mereka lagi.
"Kita anterin." ucapnya.
"Gak usah, Kak. Kita buru-buru." Arini menjawab. Ia menarik tangan Jingga dan berlari kecil agar Langit tak dapat menghentikan mereka lagi.
Sadut bibir Langit terangkat."Kejar terus, jangan lelah sampe dia sendiri yang suruh lo pergi." ucapan Bima hanya diangguki mantab oleh Langit. Ia bukanlah tipe orang yang gampang menyerah, dan ia sadar ucapan Bima memang benar. Cinta butuh perjuangan.
"Ayo, kita ada kelas pagi." Bima menyadarkan lamunan Langit. Ia mengangguk lagi kemudian melanjutkan langkah ke kelas yang sudah dua tahun di datanginya.
•••••••
"Gila kak Langit, cape gue." keluh Arini. Ia lelah, karna tadi mereka berlari sampai di tempat ini agar tak di cegah lagi oleh Langit. Pria itu benar-benar membingungkan, setelah dua minggu menghilang sekarang ia malah menebar perhatian terhadap Jingga lagi.
"Uda yuk ke kelas." ajak Jingga. Arini mengangguk, kemudian mereka melangkah menuju kelas baru mereka. Sekian lama mencari nama kelas betuliskan jurusan yang mereka minati mereka bernapas lega, akhirnya mereka bisa masuk ke kelas dan untungnya dosen yang mengajar belum datang.
Mereka duduk di bangku nomor 3, kebetulan ada dua bangku kosong disana. Baru saja mendaratkan bokong di bangku itu keributan kecil dua orang di samping mereka membuat Jingga dan Arini mengalihkan pandangan mereka.
"Harusnya lo dong yang bilang ke nyokap."
"Kok gue, lo dong."
"Tapi gue kan kakaknya, harusnya lo yang ngomong."
"Justru karna lo kakaknya makanya lo harus ngalah sama gue."
"Tapi gue_"
"Sorry."
Suara Arini memotong pembicaraan dua orang itu, saat mereka menoleh ke arah Arini gadis itu baru sadar bahwa dua orang di sampingnya ini adalah saudara kembar. Keduanya sama-sama di anugrahi wajah yang cantik, kulit putih, hidung mancung, rambut panjang yang bawahnya di cat, yang satu berwarna Hijau yang satu berwarna merah. Arini menyudahi tatapan nya, kemudian kembali ke tujuan awal yaitu menegor mereka karna mengganggu beberapa penghuni kelas.
"Ada apa?" tanya salah satu diantara mereka.
"Suara lo berdua sedikit menganggu kenyamanan kelas." jawab Arini, matanya melihat ke kanan dan ke kiri seolah untuk mengkode supaya mereka sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga
Teen Fiction"Karna walaupun kamu sudah tak menemaniku lagi, hatiku akan tetap mencintaimu, Bintang Mahendra." ~Alisya Jinggana Renggama~ "Jaga dia, jangan pernah menyakitinya. Hatiku akan tetap hidup bersamanya, bersama seseorang yang aku percaya akan mencintai...