๑ 14 ๑

2K 265 3
                                    

"Bye-bye Mao, kami pergi dulu. Jangan nakal yaa, dengarkan kata Nenek Irumi. Kalau jadi anak baik, sore nanti saat pulang, kami akan bawa banyak oleh-oleh."

"Iii...." tapi Tanao malah merengek begitu dipamiti.

"Isaoo, Mao tidak mau aku pergi. Isaooo."

"Salahmu kan?" Isao mengehela napas dalam, "Harusnya kau tidak perlu mengatakan macam-macam." rasanya ia sudah berkali-kali menghadapi Katsuki dan Tamao yang seperti ini.

"Maafkan aku Mao, lain kali pasti kita akan pergi bersama, kita akan jalan-jalan. Yaa?"

"Iii... Iiii..." begitu Tamao terus memanggili Katsuki yang sudah ditarik paksa Isao keluar rumah. Kalau tidak begitu, keduanya jadi susah.

Hari ini mereka akan ke rumah orangtua Katsuki, sengaja tidak mengajak Tamao karena mereka pikir waktunya belum tepat. Katsuki ingin ayahnya menerima Isao dulu baru ia akan mengenalkan dengan Tamao. Semua buruh proses, termasuk restu dari ayahnya Katsuki meski mereka sudah menikah.

Di sepanjang jalan, Katsuki jadi pendiam. Masih memikirkan Tamao dan wajah sedihnya saat pamit tadi. Padahal, kalau Katsuki tidak mengatakan macam-macam seperti akan bawo oleh-oleh dan sebagainya, Tamao tidak akan sesedih itu. Sehari-hari Tamao selalu dengan Irumi, bahkan waktu Isao atau Katsuki pamit pun Tamao mengerti, karena mungkin Tamao tau kalau mereka pergi untuk kerja dan kuliah. Tapi tadi saat pamit, Katsuki malau bicara berlebihan. Tentu saja hal itu malah buat Tamao sedih.

"Kau akan segera bertemu dengan Mao lagi, Katsuki."

"Oh? Hm." senyum Katsuki mengembang seraya menoleh Isao. "Aku hanya memikirkan... mungkin, Mao akan senang kalau kita mengajaknya ke aquarium."

"Hmm."

"Saat aku mulai libur musim dingin, ayo kita pergi kesana. Sekalian menginap di tempat pemandian air panas, waktu itu, kita gagal karena tiba-tiba ada Mao kan? Nanti, kita pergi bertiga. Gimana?"

"Hmm. Nanti aku lihat waktu senggangku."

"Oke." cengir Katsuki melebar, tangannya refleks menyelinap di pinggang Isao, pun Isao langsung mendelik sinis. Tapi Katsuki hanya terkekeh tak berdosa, "Tidak terlihat kok." yaa memang, karena tertutup sandaran kursi bus.

Dari halte untuk sampai ke rumah keluarga besar Satou, masih harus berjalan lumayan jauh, satu-satunya kendaraan hanya taksi. Kediaman Satou agak terpisah dari hiruk pikuk kota, seperti menyendiri, di kawasan yang tidak di lalui transportasi umum selain taksi.

Isao selalu saja terpukau dengan kemegahan rumah Satou. Isao selalu bertanya-tanya, kenapa Katsuki yang terbiasa hidup mewah begini mau tinggal bersamanya di rumah yang jauh lebih kecil. Mungkin ini yang namanya cinta itu buta, tidak memandang harta, tapi siapa dirinya. Begitu Isao dimata Katsuki.

"Katsuki-san?"

Katsuki menoleh, salah satu asisten rumah tangga yang bekerja di kediaman Satou ini menatapnya dengan padangan terkejut. "Semua di rumah?"

"I-iya, tapi Ryosuke-san sedang keluar."

"Oh." sahut Katsuki dengan dingin. Ia mengenggam tangan Isao dan meninggalkan halaman depan.

Isao hanya bisa membalas senyuman pada perempuan yang menyapa Katsuki tadi. Tau benar kalau mood Katsuki sudah memburuk lagi. "Katsuki, ingat tujuan kita kesini."

"Kau juga harus ingat perjanjian kita. Kalau ayah menolak, kita akan langsung pulang."

Isao tidak nejawab, hanya menghela napas dalam diam. Yang satu itu Isao tidak bisa membantah. Ia paham maksud Katsuki akan langsung membawanya pulang untuk apa, hanya agar Isao tidak tersakiti melihat keluarga Katsuki yang tidak sepenuhnya menerima Isao.

Odd Baby (BL) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang