๑ 19 ๑

1.8K 250 2
                                    

"Ya sudah tidak apa. Aku bisa mengerti. Semoga ia lekas sembuh ya. Salam untuknya."

"Hm. Terima kasih Kak."

Teleponnya dimatikan. Napasnya dihela dalam. Entah sudah keberapa kali untuk hari ini Katsuki menghela napasnya.

Isao masih belum pulih, ia masih mengeluh migrain dan demamnya juga meninggi. Mungkin ada flu juga, Katsuki meninggalkan Isao sendiri karena Isao tidak mau menulari Tamao. Memang Isao menyuruh Katsuki untuk menitipkan Tamao pada Irumi, tapi Katsuki diam-diam menolak. Tamao tetap bersamanya, karena pikirnya, Tamao dan Isao adalah tanggungjawabnya.

Mood Tamao agak memburuk sejak semalam memang, karena ia sama sekali tidak bertemu Isao dan Katsuki selalu menjauhi Tamao dari kamar Isao. Sejak lihat Isao yang lemas semalam, Tamao jadi ikut tidak bersemangat.

Tapi mati-matian Katsuki menghibur Tamao. Mengajaknya bermain, menonton tv, dan lain-lainnya. Setidaknya sampai Tamao lupa soal Isao. Katsuki baru menyadari sulitnya jika pasangan sakit, dan mereka punya bayi. Harus mengurus segala-galanya.

"Isao.."

"Eh?" Isao mengerjap, "Katsuki...? Kau tidak kerja?"

"Aku ijin pada Kakak."

"H-ha...? Lalu Mao? Kau titipkan pada Ibu kan?"

"Mao... ia di bawah, sedang tidur. Setelah makan tadi langsung tidur. Aku bawakan makan siangmu. Kau harus makan, kau harus minum obat kan?"

"Astaga... Katsuki..." Isao bangkit susah payah, memijat-mijat kepalanya sendiri. "Mao akan lebih aman kalau dengan Ibu kan?"

"Tapi moodnya memang memburuk sejak semalam. Aku takut disana ia malah rewel. Sejak tadi juga terus mamanggilimu."

Isao tidak menjawab lagi, hanya memandangi bubur yang dibawakan Katsuki. Ia paham maksud Katsuki, pun tentang Tamao. Isao tidak bisa berbuat apa-apa juga. Ia hanya butuh istirahat, dam sembuh, baru ia bisa bersama Tamao lagi.

Selesai makan dan meminum obatnya, Isao kembali berbaring. Katsuki tetap disana untuk menemani Isao beberapa saat. Mengelusi kening Isao sampai ia tertidur. Katsuki ingin terus berada di sampingnya, tapi tidak bisa karena ia juga harus menjaga Tamao.

Keadaan semakin runyam saat, Tamao bangun. Ia rewel lagi, tidak berhenti menangis seperti waktu ia demam dulu. Katsuki sudah mengecek segalanya, suhu badan, popoknya juga lain-lainnya. Tapi Tamao masih saja memangis tidak berhenti. Meski Katsuki sudah mengalihkan perhatiannya.

"Mao.. kau kenapa? Apa yang sakit?"

Selalu seperti itu. Sudah ditimang-timang, diberikan susu, mainan, selimut, Tamao masih menangis. Bahkan tangisannya terdengar sampai kamar Isao.

"Katsuki...?" panggilnya pelan. Jelas tidak akan terdengar, tangisan Tamao lebih kencang dari panggilannya.

Sakit kepala Isao sudah mereda, demamnya juga, tapi tetap keputusan yang salah kalau untuk menemui Tamao, mencari tau ada apa. Isao punya trauma dengan kejadian saat Tamao demam dulu, mendengarnya sekarang memangis kencang begitu, malah buat Isao makin-makin khawatir. Takut kejadian dulu terulang lagi.

Pelan-pelan Isao menuruni tangga, ia mengenakan mantel tebal dan masker. Rasa khawatirnya mengalahkan rasa sakit yang melanda. Isao hanya ingin tau, sekalipun ternyata Tamao sakit, ia sudah yakin untuk memaksa Katsuki membawa Tamao ke klinik yang diusulkan oleh Iwao dulu. Tamao lebih penting.

"Maoo, kalau kau menangis terus, nanti tenggorokanmu sakit. Sudah yaa?"

"Katsuki."

"Eh?" Katsuki menoleh kaget. "Isao?"

Odd Baby (BL) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang