๑ 20 ๑

1.9K 227 13
                                    

Musim semi, menjelang hari wisuda Katsuki, ia sibuk mencari jas. Bukan, bukan untuk ia atau Isao, mereka berdua sudah memilikinya, sudah mempersiapkan dari jauh-jauh hari. Tapi karena mereka sekarang tinggal bertiga, merayakan hari besar pun bertiga.

Tapi dibanding dengan jas yang agaknya kurang nyaman untuk bayi satu tahun, Katsuki dan Isao membelikan pakain lain. Tetap resmi dan rapih, pun warnanya mereka cocokan dengan jas mereka.

Wisuda Katsuki hanya tinggal menghitung hari, Katsuki akan mendapat gelar Sarjana setelah itu. Teman-teman Katsuki sibuk melamar kerja bahkan sebelum wisuda, Katsuki sendiri sibuk mencari alasan agar ia setidaknya dapat waktu rehat selama seminggu dari kantor kakaknya. Katsuki ingin menghabiskan waktu untuk istirahat, atau... ya liburan dengan Isao dan Tamao.

Soal Tamao, karena Katsuki juga sebelumnya sudah bekerja, ia jadi lupa apa itu menabung. Tiap dapat gaji, selalu ia belanjakan untuk Tamao. Isao hanya bisa mengalah kali itu, toh Katsuki tulus, itu juga uang hasil jerih payah Katsuki, meski sebagian uangnya memang diberikan pada Isao untuk membeli keperluan dapur. Tapi tetap lebih banyak Tamao. Baginya, Tamao adalah segalanya.

Untuk satu itu, Isao tidak bisa mengelak. Hubungan Katsuki dan Tamao memamg semakin lengket.

"Lalu? Dapat?"

"Hm." Katsuki mengangguk lemas. Ia baru saja dapat telpon dari kakak iparnya, perihal rehat sejenak setelah wisuda ini. Ia dapat izin selama seminggu, tapi dengan satu syarat, setelah wisuda, Katsuki dan Isao harus datang ke rumah. Karena bagaimana pun, memang kantor masih milik ayahnya Katsuki. Ia bisa dapat izin seminggu itu pun dari ayahnya, juga dengan syarat yang sudah disebut tadi.

"Ya sudahlah, hanya datang. Tidak ada salahnya kan?"

"Iya, tapi tetap saja malas."

"Katsuki.. Tidak boleh begitu, bagaimana pun, ia orangtuamu. Lalu, kau juga masih harus mengenalkan aku dengan ayahmu kan? Agar ia terbiasa dengan kita."

"Umm.." sahutnya lemas, matanya dialihkan pada Tamao yang meminum susu dari dotnya di pangkuan Isao. "Apa... kita harus bawa Mao?"

"Kalau kau sudah siap membawanya, ya kita bawa, kota kenalkan sekalian. Mao bagian dari kita kan?"

"Iya." Katsuki membuat posisi membungkuk, mensejajarkan pandangannya dengan Tamao. "Mao, kami akan mengenalkanmu dengan orangtua ku, seperti Nenek Irumi. Kau akan jadi anak baik kan?"

"Un.." Tamao mengangguk, lalu melepas dotnya. "Iiik!" serunya kemudian.

Senyum Katsuki mengembang lebar, "Kau memang pintar. Mao anak baik, anak pintar!"

"Nyao! Nyaar!"

"Iya, Mao pintar." Isao ikut terkekeh, mengelusi kepala Tamao.

Tamao di pangkuan Isao hanya terkekeh lucu, Katsuki mencium-ciumi dua tangan mungil Tamao, buat Isao harus rela memegangi dot Tamao karena memang masih ingin menghabiskan susunya.

Belakangan, Katsuki juga Isao selalu dibuat tidak percaya dengan perkembangan Tamao. Kosa kata yang bisa Tamao ucapkan semakin banyak dan makin lama makin lancar meski masih cadel. Juga soal jalannya, Tamao sudah bisa berlari, tidak cepat, tapi tidak congkak juga. Jalannya sudah lancar tanpa perlu berpegangan.

Karena sudah masuk musim semi, Tamao sudah bisa bermain di halaman, masih agak dingin, tapi setidaknya tidak ada salju yang turun.

Di halaman banyak tanaman hias bekas istri Mugiwara dulu, dilanjutkan oleh Irumi yang merawatnya. Ada satu pohon besar di belakang rumah, belum tau pohon apa. Kata Mugiwara itu pohon zaitun, sudah ada sejak dulu sebelum Mugiwara menempati rumahnya. Kalau dilihat dari buahnya, mungkin benar zaitun.

Odd Baby (BL) [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang