Buku

172 9 1
                                    

"lawan dari cinta itu bukan benci, melainkan tidak peduli"
(KH. Ahmad Bahauddin Nur Salim)
🌿🌿🌿

Dengan setengah berlari Nazla mengikuti langkah kaki sukma yang sudah jauh didepannya. Kebetulan malam ini memakai rok biasa bukan sarung jadi langkahnya tidak bisa terlalu lebar seperti saat menggunakan sarung.

"Tunggu Mbak" Sukma pun berhenti untuk menunggui Nazla. jarak antara Dhalem dan pondok putri memang tidak begitu jauh, tapi karna Sukma takut membuat Bu Nyai menunggu terlalu lama mengingat bukan pondok putri tapi Ia memanggil Nazla dari Aula yang lumayan jauh. Mereka berjalan bersisian meskipun dengan Nazla yang mengangkat sedikit rok nya ke atas untuk menyamakan langkah kaki Sukma.

"Langsung masuk ke kamarnya Gus Zain saja Mbak Lala, Ibu tadi pesan kalo Mbak Lala dateng didhawuhi buat membantu mengemas pakaian Gus Zain"

"Emang Gus Zain mau kemana lagi Mbak?"

"Gus Zain mau berangkat mondok lagi ke Jombang kalo nggak salah, besok pagi berangkatnya"

"Beliau bukanya baru pulang ya?"

"Iya, wasiat dari Abah" Nazla hanya manggut-manggut mendengar penuturan dari Mbak Dhalem

Setelah mengucap salam dan diperkenankan masuk, Nazla perlahan memasuki kamar Gus Zain dengan wajah menunduk lalu mendekati siluet Gus Zain yeng terlihat sibuk dengan laptop di depannya

"Ngapunten Gus, Apa yang bisa Saya kerjakan nggih?" Gus Zain membalikan badannya lalu menatap sekilas Nazla yang tetap menunduk di tempatnya

"Mbak tolong pilihkan lima koko putih panjang, Lima sarung, tiga kaos, tiga celana training panjang yang menurut Mbak bagus buat Saya nanti disusun rapi di kerdus yang disamping lemari itu ya Mbak" Nazla terkejut mendengar penuturan Gus Zain

"Maaf Gus kalo Saya lancang, tapi Saya takut kalo pakaian yang Saya pilihkan tidak sesuai dengan selera Panjenengan" Kata Nazla sedikit sungkan

"Tidak papa, Saya suka Kamu"

Deg

Apa-apaan ini?

Em... Maksud Saya, Saya pasti suka dengan baju yang Mbak pilihkan. Kata Ibu Mbak kan anak kuliahan pasti lebih banyak tau lah tentang fashion dibandingkan Mbak-mbak dhalem ya.. walaupun hanya masalah pakaian sederhana untuk anak pondok" Nazla sedikit lega mendengarnya. Meskipun bukan pertama kalinya ada lelaki yang terang-terang menyatakan suka kepandanya, tapi rasanya tetap sulit dijabarkan, bukan Dia berharap Gus nya benar mengatakan suka kepadannya. Bukan! Dalam mimpinya pun Dia tidak berani untuk membayangkan itu, Dia cukup tau diri bahwa Dia hanya anak dari seorang petani biasa yang beruntung mendapatkan kesempatan untuk bisa mondok sekaligus kuliah dengan beasiswa tentu sangat-sangat tidak sekufu dengan keluarga Dhalem.

"Baik Gus"

Dengan hati-hati Nazla mencocokkan Koko yang telah Ia pilih dari puluhan koko yang beragam corak dan warnanya dengan sarungnya. Setelahnya Dia menggulung rapi semua pakaian yang Dia pilih lalu menyusunnya ke dalam kardus. Sepanjang Nazla melakukan semua itu tidak ada satupun percakapan yang keluar diantara keduannya, hanya ada alunan Sholawat dari Grup Solawat Az Zahir dari pekalongan yang terdengar memecah kebisuan dan sesekali Mbak Dhalem yang berlalu lalang di depan pintu kamar yang terbuka lebar.

"Oh iya Mbak, Kardusnya yang satu lagi ada di...." Gus Zain diam sejenak menyaksikan semua tumpukan baju yang tadi berada di samping kardus kini telah beralih di dalam kardus "Sudah selesai Mbak?"

"Nggih Gus" Jawab Nazla

Sementara Gus Zain hanya bisa menahan kagum atas ketangkasan dan kerapian Nazla. biasanya ketika Dia pergi lama seperti dulu waktu KKN dengan jumlah pakaian yang sama Dia bisa menghabiskan 2 kardus Mie lalu kelebihan ruangnya bisa diisi dengan buku atau kitab tapi menyaksikan bahkan satu kardus Mie masih menyisakan ruang rasanya seperti melihat sesuatu yang menakjubkan.

Benar-benar tidak salah pilih.....batinya

"Kalo begitu Saya ingin pamit balik ke pondok Gus"

"Tunggu sebentar" Nazla yang sudah berdiri dan hampir melangkahkan kaki kembali diam ditempat

"Di atas meja disamping karpet yang Sampeyan duduki itu ada buku-buku Saya kuliah dulu, kata Ibu Mbak Nazla kan kuliah jurusan Hukum kebetulan dulu Saya kuliah juga di jurusan yang sama. Jadi Mbak boleh pinjam semua buku yang diatas meja itu dengan catatan harus dibaca dan dirawat dengan baik"

"Baik Gus, terimakasih" Dengan senyum cerah Nazla mengangkut buku-buku itu ke dalam dekapannya lalu berjalan menuju pondok.

"AF. Zainul Mukhtar"

Nama yang indah gumamnya sambil menutup kembali sampul buku yang tadi dibukannya.



Hati yang Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang