Cemburu

387 26 10
                                    

Ada rasa yang tak terdefinisikan oleh hati saat pertama kalinya setelah kejadian memilukan beberapa waktu lalu mereka akhirnya bertemu.

"Assalamu'alaikum La"

"Wa'alaikummussalam Mas"

"Gimana kabarmu La?"

"Alhamdulillah"

Mereka berdua terdiam cukup lama.

"Mas"

"La"

"Sampeyan duluan La"

"Nggak Mas, Sampeyan duluan saja"

Tamam mengangguk "Aku hanya punya ribuan Maaf La, selebihnya hanya penjelasan yang mungkin sudah tidak lagi penting buat Sampeyan. Untuk itu, Maafkan Mas La, Maafkan Mas"

"Jelaskan Mas, seperti hal nya alasan manusia makan karena lapar. Tolong berikan juga Aku alasan untuk kepergianmu dulu Mas? Jangan buat Aku menyalahkan diriku berlarut-larut atas sikap Mas, atas keputusan Mas yang meninggalkan Aku sepihak bahkan tanpa satupun penjelasan"

"Aku terluka Mas, sangat... Sampeyan tahu, demi menebus rasa bersalah atas diriku sendiri karena Mas akhirnya menjadikan orang lain rumah tempat pulang. Aku bahkan berani mengambil keputusan paling krusial dalam hidupku hanya karena rasa takut, takut akan kembali ditinggal saat hatiku sudah benar-benar jatuh" Air mata Nazla tak lagi tertahan, Dia benar-benar menangis.

"A-Aku dijodohkan La. seperti halnya seorang Santri yang harus Takdzim harus taat pada titah gurunya akupun begitu. Mungkin ini terdengar klise pasti Kamu mikir udah biasa santri dijodohkan dengan Kyai nya tapi itulah kenyataannya La, Aku seperti nggak punya kuasa apapun untuk menolak bahkan ibu yang jelas-jelas menyukai Sampeyan pun, beliau nggak berani menolak"

"Saat terakhir Sampeyan main kerumah, Aku tidak memungkiri bahwa Aku cemburu, yah katakan saja begitu saat Aku melihat Sampeyan dibonceng oleh temanmu yang entah siapa namanya itu. Awalnya Aku berhenti menghubungi pean karena itu. Tapi seiring waktu Aku jadi sadar bahwa rasa ini tak seharusnya sampai membuat Aku bersikap kekanakan seperti itu. Aku ingin sekali meminta maaf, namun disaat yang sama Abah Yai memanggil ku, beliau memintaku untuk menikahi ponakan dari teman lama Abah"

"Saat itu juga Aku tak kalah kalutnya denganmu La. Dalam hidup Aku nggak pernah membiarkan satu orang perempuan pun masuk dihidupku, Pean lah yang pertama dan satu-satunya. Dengan Sampeyan Aku berani bermimpi membangun rumah tangga, berani mengikrar kesungguhan dan bahkan membangun istana cinta yang megah di sudut terdalam hatiku. Aku sibuk berdamai dengan takdirku hingga Aku lupa Sampeyan pasti juga butuh penjelasan atas semua. Maafkan Aku..."

Nazla menyeka air matanya "Jadi bukan karna Aku nggak baik kan Mas? Bukan karna Aku nggak cantik? Atau bukan karena kekurangan apapun diriku kan Mas?"

Tamam menggeleng "Sama sekali bukan! Jadi jangan salahkan dirimu sendiri La, karna Aku lah yang salah"

"Nggak Mas!, Insyaallah Aku akan memaafkan diriku sendiri, tapi bukan semata-mata ganti menyalahkan Sampeyan. Tapi karna memang Kita sama sekali tidak bersalah, Karna mungkin inilah kisah kita, kisah manusia yang senantiasa melangitkan harapan,  merayu secercah kepastian agar harapan Kita jadi kenyataan"

"Jadi tetep jadi adek ku ya La? Tetep jadi seseorang yang selalu menyayangi orang tuaku"

Nazla mengangguk antusias "Sampai kapanpun Mas, insyaallah"

"Alhamdulillah"

"Eh Mas, Aku nggak mbok kenalkan sama istrimu ini?"

"Haha kapan-kapan. Makanya main ke rumah"

Hati yang Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang