Dilema berulang

177 10 0
                                    

Mereka tengah duduk berhadapan, sebuah kecanggungan membelenggu mereka hingga makanan dihadapan mereka hampir tandas tak satupun dari mereka yang mulai membuka percakapan.

"Aku minta maaf ya Nan" Akhirnya kalimat itu berhasil keluar dari mulut Nazla

"Emang Kamu merasa pernah melakukan kesalahan sama Aku?"

"Aku salah Nan, maaf untuk nggak jujur selama ini sama Kamu" Nazla berhenti sejenak ditatapnya wajah Nani yang terlihat tidak ingin mendengar ceritanya

"Awalnya Aku nggak niat Nan, Aku aja bales pesan Mas mu karena nggak enak karna Dia kakak Kamu. Trus mau bilang ke Kamu juga buat apa toh nggak akan lama fikirku"

"Tapi nyatanya bisa selama ini kan? Bisa selama ini Kamu sama sekali nggak jujur sama Aku" sewot Nani "Dan dulu Kamu bilang apa? Kamu bohong soal Kamu nggak pernah di chat sama Mas ku!"

"Oke Aku bohong soal itu, tapi karena itu tadi, Aku sama sekali nggak pernah berniat untuk melanjutkan apapun sama Mas mu"

"Aku fikir Mas mu akan sama dengan cowok-cowok yang lain yang akhirnya menghilang karna nggak paham kondisiku yang juga mondok. Selama ini pun Aku sama Mas mu nggak seintens yang Kamu kira, karna Kamu tau sendirilah hapeku malem juga dikumpulin, Mas mu juga sibuk di pondok" melihat gelagat Nani yang belum puas dengan jawabannya Nazla langsung menyambar sebelum Nani sempat bertanya

"Dan kalo Kamu fikir Aku ada hubungan sama Mas mu, nggak Nan, sama sekali nggak" mendengar perkataan Nazla, Nani seketika sumringah, melihat senyum yang akhirnya terbit dari sudut pipi Nani, Nazla merasa sedikit bisa bernafas lega.

"Oke Aku maafin Kamu" Nazla langsung menghamburkan diri pada Nani "Tapi lain kali nggak lagi ya La" Nazla mengangguk kuat

"Nggak Nan... Nggak mau lagi"

Nazla langsung menceritakan tentang kekalutan hatinya kemarin saat Nani tau semuanya mines dengan curhatnya dengan Ema tentang Mas Tamam tentunya.

"Aku emang kecewa tapi lebih ke nggak nyangka aja sih Kamu bisa nggak cerita selama itu"

"Tapi Nan, itu cuma misal, misal lho ya... Kalo Aku sama Mas Mu Kamu setuju nggak Nan?"

"Kalo Mas Ku akhirnya milih Kamu, pendapat Ku yang nggak setuju sama Kamu apa itu berguna" Nazla diam

Itu artinya Kamu nggak setuju kan Nan?
Raut wajah Nazla seketika berubah sendu, untungnya mereka tidak saling berhadapan. Setidaknya Nani tidak bisa melihat raut sendu di wajahnya.

***
Dalam hidup kadang kita menghadapi hal-hal yang begitu dilematis yang seolah-olah memposisikan kita di puncak ketinggian yang dikelilingi oleh jurang yang dalam atau lahar yang berkobar, saat benar itu terjadi dan hidup lebih lama yang dipilih maka jalan satu-satunya adalah diam ditempat. Tenang, dan menunggu perlahan ajal menjemput dengan sendirinya karna sama sekali tak ada satupun yang bisa dimakan. Dan jika benar ada, sungguh ironis bagi si objek utamanya.

Mungkin itu pula yang Nazla rasakan saat ini, tidak setragis perumpamaan diatas memang, namun sama-sama dilematis tentu saja.

Saat Nani tau kebohongannya, Nazla hanya diminta untuk mengcroscek ulang perasaan Mas Tamam dan pasrah jika Nani memintanya untuk meninggalkan Mas Tamam. Namun belum ada dua puluh empat jam Nazla mendapatkan jawaban yang sungguh tak pernah dibayangkan sebelumnya.

Setelah diperhitungkan, Nazla pikir mungkin ada benarnya saat Ema bilang untuk melepaskan Mas Tamam karena takut cintanya akan berakhir sepihak lagi dan memilih persahabatan yang selama ini selamat.

Lalu bagaimana dengan sekarang? Sanggup kah Ia memilih melepaskan Mas Tamam sedang Dia tau betul Mas Tamam pun mencita-citakan hal yang sama dari semua ini, tapi disisi lain ada  sahabatnya sendiri yang secara gamblang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ide gila Dia dan mas Tamam bersatu.

"Tiiiinnnn"

Nazla segera tersadar dari lamunannya saat ada klakson mobil tak henti-hentinya mengarah ke arahnya. Setelah menengok ke belankang Nazla baru tersadar bahwa Dia berhenti di ruas jalan yang salah, dimana ruas tersebut hanya diperuntukkan untuk kendaraan yanv ingin belok kiri.

"Minggir yang bener dong Mbak!" Marah supir mobil Avanza ke arahnya

"Maaf Pak"  Nazla langsung maju dan memposisikan motornya di depan motor lain yang juga sedang menunggu lampu merah berganti.

Belum sampai lampu hijau berganti, Nazla malah menstater motornya dan berbelok ke arah kiri mengikuti kendaraan lain yang juga ingin belok. Entah mengapa dengan suara klakson mobil tadi seolah menjadi petunjuk untuk Nazla, hingga Dia akhirnya memutuskan untuk tidak langsung pulang namun berbelok ke arah makam yang tak jauh dari perempatan tempatnya tadi.

Setelah mengambil wudhu dan menghadiahkan bacaan tahlil dan doa untuk Almarhum Abah Yai nya Nazla beranjak dari tempatnya. Ada kebahagiaan yang menyeruak begitu saja dalam dirinya seperti biasa yang hadir selepas Dia mendoakan gurunya.

Itulah mengapa Dia begitu menggemari berziarah ke makam para 'alim, ulama dan para wali terlepas masih banyaknya kontroversi yang hadir di masyarakat tentang ziarah kubur itu sendiri.

Terlepas Dia seorang santri yang mungkin tau banyak dalil untuk menguatkan amalan yang Dia lakukan ataupun membantah mereka yang masih melarang. Nazla tidak peduli, yang Dia tau dengan ziarah hatinya tenang, plong, karna seolah-olah duniawi bukan lagi orientasi yang penting dalam hidupnya, yang Dia tau dengan ziarah Dia ingat bahwa kematian itu nyata dan akan dilalui oleh manusia yang diberi kesempatan untuk hidup,
yang Dia tau dengan Ziarah ada kehidupan yang lebih kekal yang harusnya Dia upaya kan mati-matian untuk mendapatkan kebahagiaan disana, yang Dia tahu dengan Ziarah hatinya nyambung pada guru-gurunya, pada ulama-ulama dan pada waliyullah dan kalo sudah begitu syafaat Rasulullah terasa begitu dekat, Ridho Allah begitu melimpah ruah di depannya. Itulah keyakinan yang diyakininya, dan atas keyakinan itu Dia tak butuh lagi dalil-dalil untuk meninggalkannya.

Belum sampe keluar makam Nazla melihat wanita paruh baya yang tengah menyapu makam di bagian pojok, Nazla bergegas mengambil beberapa lembar uang di dompetnya dan bergegas menyerahkan uang sakunya yang tidak seberapa pada penjaga makam tersebut.

"Matursuwun nggeh Mbak, Mugi-mugi saged kabul sedayanipun hajat panjenengan" (terimakasih mbak, semoga bisa kabul semua keinginan kamu)

"Aamiin Mbah, Matursuwun. Kulo pamit riyen nggeh Mbah, assalamualaikum" Nazla meraih tangan penjaga makam itu lalu mengecup nya takdzim seperti mengecup tangan gurunya. Diam-diam hati penjaga makam itu terenyuh dengan sikap baik pemudi di depanya ini

"Wa'ailaikummussalam, ngatos atos nggeh Mbak"

"Nggeh Mbah, monggo"

Nazla melajukan motornya dengan kecepatan sedang,

"Mbak, kalo ziarah diusahakan walaupun sedikit saja uang yang kita punya disisihkan untuk memberi penjaga makam ataupun tukang bersih-bersih nya"

"Kenapa Bu?"

"Mereka itu tidak digaji, kalopun digaji pasti gajinya tidak seberapa. Dari situlah kita tau bahwa ada sosok yang hatinya pasti selalu ikhlas karna mau merawat dan membersihkan makam para Manusia yang dekat dengan Allah, Kamu harus hormati beliau, diniati ngalap barokah orang yang cinta pada Waliyullah, insyaallah barokah rezeki dan ilmumu"

"Nggih Bu"

Nazla tersenyum sepenggal percakapan antara dirinya dan Ibu Nyai terlintas di kepalanya, tidak seperti tadi saat sebelum Dia ke makam dimana Dia hanyut dalam fikirannya sendiri hingga beberapa harus diklakson oleh pengendara lain, kali ini hati dan fikirannya sudah kembali tenang hingga dengan wajah yang begitu sumringah Dia menghujani sepanjang perjalanan dengan butiran sholawat yang keluar di setiap nafasnya.

اللهم صل على سيدنا محمد
Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad....

Lirihnya berulang, tenang.....
***

HAPPY READING GAIS,
jangan lupa perbanyak sholawat....

Hati yang Selesai✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang