"Perempuan adalah Makhluk yang mudah membayangkan masa depan, maka janganlah engkau (laki-laki) membuatnya menderita dengan memberinya harapan-harapan tanpa kejelasan. halalkan atau tinggalkan, mualiakan atau ikhlaskan"
(Ummu Al-Fatih)
🌿🌿🌿"Gimana Mbak?" Elma ikut duduk disamping Lala
"Gimana apanya?"
"Gus Zain Mbak?"
"Nggak tau nggak liat Aku"
"Kog bisa"
"Aneh banget pertanyaanya"
"Kan Mbak Lala kan ditugasin buat bantu nyetrika di dhalem pasti ketemulah sama Gus Zain. Dan kalo beruntung ada adegan tambrakan ala-ala drama korea pas Gus Zain keluar dari kamar mandi kan seru Mbak"
"Serumu ! udah masih sore jangan halu deres sana"
"yahhh.... Mbak lala nggak seru"
Mood Lala benar-benar anjlok begitu pulang dari Dhalem. Seperti yang dikatakan Elma sebenarnya Dia juga berharap mendapat jackpot bisa bertabrakan dengan Gus nya lah paling tidak tapi kenyataannya justru kejadian kejedot yang memalukan yang Ia dapat.
Mas Tamam : Udah Deres La?
Wajah Lala langsung Sumringah melihat notifikasi WA di hapenya
Lala: Belum Mas, Tadi habis didhawuhi Ibu buat bantu di dhalem, ini baru baru aja pulang. Mas udah pulang dari Sawah?"
Sebagai santri senior yang telah hampir tiga belas tahun mondok di pondoknya, Mas Tamam sudah diberi kepercayaan oleh Pak Kyai nya untuk mengolah lahan persawahaan milik pondok dan juga terjun dalam dunia bisnis kaos di pondoknya selain rutinitasnya mengaji dan mengajar. Di pondok-pondok salaf notabennya santri yang sudadh mondok hingga belasan tahun sebelum mereka boyong atau keluar dari pondok mereka dibekali dengan ilmu bercocok tanam, bisnis hingga pengalaman mengajar sehingga dengan ilmu tersebut para santri benar-benar siap untuk terjun ke masyarakat.
Mas Tamam : Iya juga baru aja
Lala: Mas
Mas Tamam : Dalem
Lala: turut berduka cita ya atas berkurangnya usia Mas, semoga tambah sega kebaikan, do'a Mas aamiin nya Lala
Sejak mereka kenal mereka saling berteman pula di sosial media jadi tidak heran mereka saling mengetaui kegiatan satu sama lain sekalipun mereka tidak sempat chatingan
Mas Tamam : haha Iya. Makasih ya Lala.... Kalo Doaku Kita berjodoh Sampeyan tetep mengamini?
Sejak mereka chatingan ini gombalan seperti ini sudah sering kali Lala baca, namun anehnya euforia yang tidak dapat dijabarkan selalu saja hadir.
Lala : apaan sih Mas, ngaco....
Lala masih belajar untuk tetap waras, sekalipun harapan itu tak henti-hentinya hadir di benaknya. Bohong Dia tidak baper, bohong kalo intensitas komunikasi mereka tidak berpengaruh apa-apa dalam hatinya, tapi sekali lagi sebaper apapun Dia harus tetap berusaha biasa karna bagaimana pun Dia seorang wanita, ya ... kalo semua gombalan itu benar adanya kalo semua itu hanya lelucon sedangkan Dia sudah bangga memproklamirkan pada semua orang bukankah itu terdengar lebih menyedihkan?
Hingga pukul Lima sore mereka baru mengakhiri obrolan mereka di ruang obrolan. Lala yang sedang haid memilih untuk segera membersihkan diri lalu bersiap untuk kegiatan malam di pondok.
***
Sejak didhawuhi Ibu untuk menjadi Mbak dhalem semiggu ini, tak sekalipun Nazla bertemu dengan Gus Zain, padahal Nazla ingin sekali melihat seperti apa Gus yang selama hampir Enam Tahun Dia di pondok namun tidak pernah ditemuinya . seteduh Bu nyai Kah tatapan beliau, setampan Gus Fahmi Kakaknya atau sewibawa Almarhum Abah?. Tapi harapan itu justru pupus seketika karna jangankan bertemu, bahkan sehari setelah kejadian memalukan tersebut Gus Zain sudah didhawuhi Ibu Nyai untuk sowan ketempat Ning Inayah di Kudus hingga hari ini.
jadi sekalipun tidak ada setrikaan ataupun cucian karena Gus Zain tidak di tempat, Nazla tetap istiqomah pergi ke dhalem meski hanya sekedar membantu menyapu atau memasak juga sekedar ikut megobrol dengan Mbak Dhalem.
Ibu dan Almarhum Abah memiliki seorang putri yaitu Ning Inayah yang merupakan anak pertama dan yang Dua putra yaitu Gus Fahmi da Gus Zain, Ning Inayah adalah sosok yang tegas dibalik wajahnya yang meneduhkan seperti Bu Nyai Nafisah, hal itulah yang menjadikan Gus Sabiq yang merupakan putra dari Kyai Rosyid sekaligus pemilik pondok terbesar di Kudus jatuh hati dan mempersuntingnya sebagai istri, untuk itu setelah menikah Ning Inayah ikut dengan suami dan mengasuh pondok di Kudus.
Jika Ning Inay panggilan ning Inayah adalah sosok yang tegas maka berbeda dengan Gus Fahmi, Gus Fahmi yang terpaut tiga tahun dari Ning Inay, beliau adalah sosok Gus yang kalem dan pemalu bahkan disetiap Ngaji kitab setiap malam Ahad, Gus Fahmi sering kali kedapatan menunduk sambil tersenyum malu setelah melihat ke arah santri putri padahal beliau sudah memiliki Dua orang putra. Meskipun begitu, semua santri putri justru sering dibuat senyum-senyum gemas dibuatnya.
Semua putra dari Abah Yai diwajibkan untuk mondok dari mereka masuk SD hingga lulus Sarjana bahkan dengan ketentuan lama tahun mereka baru diperbolehkan pulang itupun hanya berkisar paling lama satu bulan di rumah. Maka tidak heran ketika Gus dulu Gus Fahmi yang sudah hampir tiga belas tahun tidak pernah pulang sampai membuat Ibu nyai hampir tidak mengenali putra mereka sendiri. namun kebijakan itu tidak berlaku kepada Ning Inay, karena ning Inay anak perempuan ning Inay sekalipun Ning Inay tetap mondok dari SD sampai Kuliah, Ning Inay tetap diperbolehkan pulang setiap setahun sekali.
"Sudah pulang Le?" Gus Zain meraih tangan Ibu Nyai hormat lalu duduk disebelahnya
"Sudah Bu"
"Bagaimana kabar Mbak mu sama Mas Mu?"
"Alhamdulillah mereka sehat, si kecil juga lagi aktif-aktifnya. Mbak Inay kadang sampai kewalahan sendiri karena baru saja ditinggal ngambil minum tau-tau si kecil udah sampai di aula menyusul abahnya yang sedang mengajar" bu nyai membayangkan cucu perempuannya yang jauh di Kudus sana sambil tersenyum hangat
"Kamu betah banget disana, sampai-sampai seminggu liburanmu dirumah Kamu habiskan disana" Gus Zain menghela nafasnya berat
"Saya juga nggak mau Bu, Seminggu ini ingin Saya nikmati di rumah bersama ibu dan juga santri-santri. Tapi mau gimana lagi Mas Sabiq memaksa untuk menjadi pengajar Bahasa Arab sementara disana menggantikan salah satu Ustad yang sedang tertimpa musibah"
"Nggak papa Le, segala sesuatu itu pasti ada hikmahnya itung-itung latian mengolah pondok sendiri"
Kalo sudah begini, Gus Zain sudah tidak berani berargumen lagi
"Kamu sudah berkemas buat berangkat besok?" Gus Zain menggeleng sebagai jawaban
"Kalo gitu ayo ke kamar biar Ibu bantu" Bu Nyai Suda siap untuk berdiri hingga tangan Gus Zain menahannya agar tetap duduk di tempat
"Biar Mbak Dhalem saja Bu, Ibu Pasti sudah capek" Bu Nyai tersenyum lalu memanggil salah satu Mbak Dhalem
"ini Gus Zain besok mau berangkat lagi ke pondok, tolong Kamu"
"Tolong panggilkan Nazla saja ya Mbak, didhawuhi Ibu" sela Gus Zain
"Baik Gus" Mbak Ndhalem itu pun meminta diri untuk memanggil azla
"Kenapa tidak langsung Sukma saja, toh Dia sedang tidak melakukan apa-apa"
"Itu kan bukan tugas Mbak Sukma Bu, kasian Dia"
"Baiklah, terserahmu Le. Jangan lupa pintu Kamar dibuka saja saat Nazla datang mengemasi bajumu takutnya nanti ada fitnah. Ibu mau melanjutkan Dzikir Ibu dulu"
"Baik Bu"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Selesai✓
Literatura Feminina"Sejak awal Saya memang sudah salah Mas, Saya salah mengartikan sederet kalimat yang Sampeyan kirimkan. Padahal Sampeyan hanya bercanda ya?" Dia bingung harus menjawab bagaimana. Tangis gadis didepanya seolah ikut menikam ulu hatinya hingga sesak. ...