Fikri tengah memandang Nazla yang tengah tertidur pulas di depan i Nazla dengan sedikit berharap Nazla akan ikut bangun dan menunaikan sholat tahajud bersama seperti kemarin. Namun nyatanya tak berhasil berulang kali Fikri melakukan hal serupa namun Nazla tetap tertidur pulas. Mungkin karena efek mendaki kemarin masih tersisa di tubuhnya.
Setelah cukup lama memandangi wajah Nazla, Fikri memutuskan untuk bangun dan menunaikan sholat sendirian, sholat tahajud sudah menjadi kebiasaan yang mendarah daging di hidupnya kalo dihitung hanya ketika Dia sedang mendaki gunung atau bepergian jauh saja Dia meninggalkannya.
Ditengah wirid setelah sholat Fikri berusaha untuk khusuk namun desisan kesakitan yang berasal dari belakangnya membuat nya tak pelak menoleh, batinya iba melihat Nazla sholat sambil berlinang air mata menahan sakit. Jadilah Fikri malah menunggu istrinya menyelesaikan sholat nya hingga akhir.
"Kenapa dipaksa sholat?"
"Nggak papa"
"Mana yang sakit?"
"Udah Mas-"
Aw
Fikri menekan kuat kaki Nazla hingga Nazla menjerit hebat.
"Berhenti bilang nggak papa saat Kamu nggak baik-baik saja. Perasaan laki-laki tidak sepeka itu!" Jawab Fikri sinis Nazla hanya bisa menghela nafas pasrah, Nazla sangat tau Fikri sedang menyindirnya. Nazla hanya merasa belum siap seterbuka itu dengan orang lain dalam tanda kutip yang bukan orang tua dan kakaknya, Nazla selalu merasa aman saat Dia terlihat baik-baik saja, topeng itulah yang membuatnya bertahan hingga sekarang karena jauh dari tatapan iba orang lain, cukup masa kecilnya Dia dianggap begitu lemah karena ayahnya yang begitu protektif terhadap nya.
Nazla sangat paham mengapa ayahnya begitu protektif terhadap nya Ibunya pernah menceritakan bagaimana perjuangan Nazla kecil yang selalu sakit-sakitan, bolak balik pergi rumah sakit semua itu membuat mereka tak segan memarahi anak tetangga yang membuat Nazla pulang dalam keadaan menangis ketika bermain. Padahal kalo dipikir wajar kalo ada anak nangis setelah bermain dengan teman-temannya? Tapi tidak! Orang tua Nazla justru malah seperti itu hingga pernah suatu hari Dia dikucilkan temanya karena disebut pengadu. Saat itulah Nazla yang mungkin masih menginjak kelas 1 MI bertekad untuk tidak menangis lagi ketika bermain dengan berpura-pura kuat tentunya bahkan sampai sekarang asal itu orang lain Nazla cukup kuat menahan bentakan orang lain hingga air matanya tak lagi tumpah, asal itu orang lain Nazla bisa mengatakan tidak baik-baik saja.
Fikri memijat kaki Nazla perlahan beberapa kali Nazla berjengit karenanya, tak lama setelahnya Nazla dengan tertatih pergi mengambil wudhu lalu menjadi makmum Fikri dalam sholat subuh.
"Buka sarungmu!"
Nazla sontak kaget, mereka baru menyelesaikan wirid Setelah sholat seperti biasa namun setelah doa Fikri mengucapkan hal itu. "Hah?"
"Cepat buka sarungmu!" Perintah Fikri dengan nada yang kelewat datar, karena tak urung melakukan apa yang diminta Fikri, Nazla terhenyak saat tiba-tiba tubuhnya dibawa fikri menuju ke ranjang. Fikri melepas mukenah Nazla lalu meletakkannya di nakas. Masih dalam diam Fikri mencoba membuka lilitan sarung yang dikenakan oleh Nazla, begitu terlepas Fikri akan segera menurunkan sarung Nazla namun belum sampai Dia melakukan nya tangan Nazla telah lebih dulu menahannya.
"Mas, Aku sedang tidak mengenakan apapun dibalik sarung ini" kata Nazla lirih namun sanggup membuat Fikri bungkam seribu bahasa setelahnya. Mereka memang suami istri, tapi untuk melihat Nazla tanpa memakai apapun rasanya Dia tak akan sanggup menahan diri untuk tidak menyentuh Nazla, bila keadaan normal Fikri mungkin dengan senang hati melakukannya berhubung seperti ini Fikri mau tidak mau harus mengalah daripada beresiko menyakiti Nazla setelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Selesai✓
Chick-Lit"Sejak awal Saya memang sudah salah Mas, Saya salah mengartikan sederet kalimat yang Sampeyan kirimkan. Padahal Sampeyan hanya bercanda ya?" Dia bingung harus menjawab bagaimana. Tangis gadis didepanya seolah ikut menikam ulu hatinya hingga sesak. ...