"Kalo yang Mas maksud Aku akan kembali pada orang yang Aku cinta, Mas salah, karna seperti Aku yang sudah memiliki kehidupan bersama Mas, Dia juga sudah berkeluarga. Dan Aku pastikan Mas lah satu-satunya tempat ku pulang"
***Flashback on
"Saya sudah mendaftarkan Gugatan Cerai Saya ke Pengadilan Agama Kemarin Pak" Fikri mendongak menatap lawan bicaranya, mencari setitik saja celah untuk memastikan perkataannya adalah lelucon semata
"Ibu sudah yakin, bukanya Ibu sangat mencintai suami Ibu?"
Wanita itu hanya menunduk, setitik air mata jatuh begitu saja
"Saya mencintainya Pak, sangat. Tapi sudah hampir lima tahun Kami bersama tidak ada yang berubah, Beliau masih belum bisa mencintai Saya. Beliau baik, sangat baik malah namun belakangan Saya tahu Beliau masih sering memandangi foto mantan kekasihnya dengan sayang bahkan setiap malam, bahkan pandangan itu tidak pernah Saya lihat saat Beliau memandang Saya. Saya ingin egois untuk memiliki Suami Saya seutuhnya dan selamanya, tapi semakin kesini semakin Saya merasa bersalah karna memaksakan sesuatu yang dari awal tidak untuk Saya"
"Bagaimana dengan suami Ibu?"
"Beliau sempat kaget. Namun beliau tak menolak keputusan Saya. Bahkan Lima tahun kebersamaan Kami tak sedikit saja membekas dihatinya hingga beliau dengan mudah mengiyakan keputusan Saya"
Fikri bungkam Dia tidak tau lagi harus berargumen bagaimana. Fikirannya malah melayang pada Nazla yang mungkin sedang menulis skripsi di pondok, Apa Nazla kelak juga akan berfikir demikian?, apa Aku juga seegois itu memaksakan kehendak?, Tidak Aku nggak boleh kalah, Aku harus lebih berusaha untuk mendapatkan hati Nazla. Gumam Fikri.
Flashback off
"Trus sekarang mereka jadi cerai?"
Tanya Nazla penasaran. Setelah insiden tadi pagi, Nazla tidak ingin perasaan tidak percaya diri suaminya menjadi berlarut-larut. Dia pikir meski sangat sulit untuk membuka kembali luka masa lalu yang susah payah ditutup rapat-rapat, Dia harus tetap melakukan itu semua demi keutuhan rumah tangga mereka."Mas nggak tau, kemarin temen Mas bilang berkas perkaranya sudah masuk di pengadilan"
"Berarti paling cepat sidang pertamanya minggu depan, setelah ada panggilan resmi dan patut dari jurusita"
Fikri tersenyum hangat "Nggak sia-sia ya magang di pengadilan"
Nazla mendengus "Ya dong Nazla gitu" Fikri mengacak rambut Nazla gemas.
"Dek...."
"Hmmm"
"Seperti apa Dia?"
Nazla menengadah, Dia tau cepat atau lambat pertanyaan ini akan muncul dari mulut suaminya. Kali ini Nazla tidak boleh menghindar lagi, meski sesak yang Dia rasa belum hilang sempurna.
"Namanya Mas Tamam, Haidar Tamam. Dia baik, vokalis hadroh juga, pinter kitab,Baik sama orang tua, Dewasa juga"
Dibalik selimutnya Fikri sudah mengepalkan tangan mendengar dengan lancarnya Nazla menceritakan kebaikan laki-laki lain.
"Kalo dimatamu Mas seperti apa?"
Nazla menatap Fikri batinya mengabsen.
Mas baik, dewasa, sabar, tegas, berwibawa, ganteng, sholih, Agamanya baik, berbakti dengan orang tua,penyayang.
"Mas nyebelin, cemburuan, posesif, curang, licik--"
Belum sampai Nazla menyelesaikan kalimatnya, Fikri sudah membungkam bibir Nazla dengan bibirnya. Harusnya Fikri marah karena Nazla hanya mengabsen kurangnya namun sebaliknya melihat betapa lancarnya Nazla bicara tentangnya malah membuat Fikri gemas untuk meraup bibir Nazla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang Selesai✓
Literatura Feminina"Sejak awal Saya memang sudah salah Mas, Saya salah mengartikan sederet kalimat yang Sampeyan kirimkan. Padahal Sampeyan hanya bercanda ya?" Dia bingung harus menjawab bagaimana. Tangis gadis didepanya seolah ikut menikam ulu hatinya hingga sesak. ...