"Mama, Papa aku pulang." Adinda melihat sekeliling rumah namun menemukan tidak ada seorang pun di rumah dan menjawab salamnya.
Adinda memutuskan naik ke lantai atas. Langkahnya terhenti begitu mendengar suara pertengkaran dari dalam kamar kedua orang tuanya.
Adinda melangkah dan berdiri di depan pintu kamar orang tuanya, Adinda mengintip melalui celah pintu yang terbuka.
"Kamu berbohong padaku?" Suara mamanya Clarisya terdengar parau. Clarisya berteriak, matanya menatap tajam papanya Aldi dengan menuduh, di sepasang bola mata Clarisya dapat terlihat jelas luka dan kekecewaan.
"Maaf sayang aku tidak bermaksud membohongimu."
"Tapi nyatanya kau sudah membohongiku Aldi Adinata!" Nyonya Clarisya berteriak marah. Tuan Aldi tak mampu berkata-kata. Melihat istrinya menangis membuat hatinya ikut merasakan sakit. Dan yang lebih menyakitkanya adalah orang yang membuat istrinya menangis tidak lain adalah dirinya sendiri.
"Katakan padaku! Apa dia putri kandungmu dengan wanita itu?" Mata tuan Aldi menatap terkejut akan tuduhan nyonya Clarisya.
"Tidak Cla, Adinda bukan anakku tapi anak Arman sahabatku, aku hanya membantu menjaganya karena itu adalah keinginan terakhir dari Arman." Tuan Aldi segera menjelaskan. Dia tidak ingin istrinya semakin salah paham dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Lalu kenapa kau berbohong? Apakah terasa lucu untukmu saat aku memperlakuakan dia dengan baik dan menganggap dia sebagai anak kandungku sendiri? Pasti wanita itu sedang tertawa,menertawakanku karena mengurus dan menyayangi anaknya saat dia telah melakukan hal yang tak termaafkan itu." Air mata semakin deras mengalir dari mata nyonya Clarisya. Mengingat kembali peristiwa pahit masa lalu membuat luka lama dihatinya berdarah kembali.
"Aku tidak bermaksud begitu Cla, aku berbohong padamu hanya karena aku tahu kalau kau tahu kamu tidak akan menerima Adinda karena kamu sangan membenci Ani..."
"Jangan pernah sebut nama wanita itu!"
"Cla ku mohon maafkan aku, aku tidak punya pilihan lain, Arman adalah sahabatku dan dia memintaku menjaga Adinda putrinya." Tuan Aldi berlutut dan memohon pengampunan dari istrinya. Dia tahu dia telah melakukan hal yang fatal. Tanganya meraih tangan nyonya Calrisya.
Nyonya Clarisya menepis tanganya kemudian berkata: "Ya dia putri Arman tapi dia juga anak dari wanita itu, tidakah kau tahu seberapa besar aku membenci wanita itu tapi kenapa kau melakukan semuanya Aldi Adinata?"
"Kumohon maafkan aku Cla, aku tahu aku salah, tolong kali ini saja maafkan aku." Tuan Aldi terus memohon. Nyonya Clarisya menghiraukanya dan melangkah pergi.
Adinda langsung bersembunyi di belakang vas bunga begitu melihat mamanya hendak keluar dari kamar.
Tubuh Adinda terasa lemas saat akhirnya sosok nyonya Clarisya pergi. Adinda dapat mendengar suara mobil nyonya Clarisya yang meninggalkan rumah.
Dengan linglung Adinda berjalan menuju kamarnya. Hari ini adalah hari ulang tahun terburuk dalam hidupnya. Hari ini akhirnya dia tahu semua kenyataan yang seharusnya tidak di ketahuinya, hari ini adalah hari yang tidak akan terlupakan seumur hidupnya.
Hari dimana Adinda akhirnya tahu bahwa dia bukan anak mama dan papanya. Keluarga bahagia ini bukanlah miliknya.
Kenapa dia harus tahu, seandainya bisa dia ingin melupakan semuanya. Dia hanya ingin menjadi anak kesanyangan mama dan papanya. Dia tidak ingin tahu, tahu kenyataan yang begitu kejam baginya.
Saat tahu orang yang di sayanginya sama sekali bukan siapa-siapa untuknya.
Di ulang tahunya kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tidak ada kue, tidak ada lilin ataupun pesta kejutan ulang tahun.
Tapi Tuhan justru memberikanya sebuah kado yang sangat istimewa, kado yang sama sekali tidak di inginkan olehnya. Hadiah berupa kebenaran tentang kisah hidupnya.
Waktu berlalu begitu cepat, Adinda lulus SMA dan sekarang telah kuliah. Sejak tahu kebenaran pengalaman hidupnya, Adinda sebisa mungkin mengendalikan sikapnya.
Dia tidak lagi bersikap manja dan mulai belajar mandiri, Adinda sangat takut dia akan di usir dari rumah ini. Apalagi sejak kejadian itu hubungan orang tuanya mendingin.
Mamanya bersikap dingin pada papanya. Tidak ada lagi yang memperhatikanya.
Saat kehidupanya terasa gelap sosok Yogi muncul memberikan cahaya dalam hidupnya. Yogi adalah seniornya di kampus mereka saling jatuh cinta dan menjalin hubungan.
Semuanya terasa manis dan sempurna hingga suatu hari sebuah kejadian mengubah hidupnya kejadian yang membuatnya ikut membenci kedua orang tua angkatnya seperti kebencian ibu kandungnya terhadap mereka.
Hari itu cerah, Adinda memasuki restoran favoritnya tempat biasa dia bertemu dengan kekasihnya Yogi.
Adinda tersenyum manis saat memasuki restoran dan melihat sosok Yogi kekasihnya. Adinda dengan riang berjalan menghampiri Yogi.
Senyuman indah senantiasa terlukis di wajah cantiknya.
"Apa kamu sudah lama menunggu?" Adinda duduk di kursi di depan Yogi.
"Ada hal yang penting yang ingin ku katakan, Din."
"Kenapa wajahmu begitu serius? Apa yang ingin kau sampaikan? Apakah kau ingin melamarku? Kalau itu sebaiknya jangan dulu aku belum siap meni..."
"Aku ingin berbicara serius Din, bisakah kau mendengarkanku dulu?" Yogi memotong ucapanya. Ekspresi wajahnya tampak begitu kaku, saat Adinda memperhatikan dengan baik dia dapat melihat Yogi yang tampak berbeda dari biasanya.
Yogi yang di kenalnya selalu tampak rapi tapi sekarang Yogi tampak begitu kusut dan Adinda bisa melihat kelelahan yang tampak jelas di wajah Yogi.
"Ada apa?" Adinda bertanya. Entah mengapa dia merasakan sebuah firasat buruk saat mata hitam Yogi menatapnya penuh arti.
"Aku ingin kita putus." Sebuah kalimat yang terucap dari bibir Yogi seperti petir di siang bolong.
"Jangan bercanda, Kak!"Adinda tersenyum kaku.
"Lelucon kakak sama sekali tidak lucu." Adinda tertawa kaku.
"Aku tidak bercanda Din, maafkan aku." Yogi menunduk merasa bersalah.
"Kenapa?" Tanya Adinda parau. Setetes air mata jatuh membasahi pipinya. Dia sama sekali tidak mengerti. Kenapa Yogi memutuskan hubungan mereka saat mereka berdua baik-baik saja. Hubungan mereka bahkan sangat baik tanpa ada masalah satu pun.
"Aku di jodohkan, aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Maaf karena membuatmu terluka, aku tahu ini tidak adil untukmu tapi aku juga tidak bisa melawan keputusan orang tuaku." Yogi menatap matanya dengan perasaan bersalah. Tapi rasa bersalah yang tersirat di bola mata Yogi justru membuatnya semakin terluka.
"Kenapa? Kau sudah berjanjikan bahwa kita akan menikah? Tapi kenapa?"
"Maaf." Hanya kata itu yang terucap dari bibir Yogi sebelum pergi meninggalkannya. Yogi pergi tanpa menoleh ke belakang. Meninggalkanya dan membuat semua harapanya akan masa depan sirna.
Adinda berpikir rasa sakit yang di rasakan hari ini adalah rasa sakit terdalam yang di rasakanya tapi ternyata dia keliru.
Beberapa hari berlalu.Dan Adinda merasa hatinya kosong tanpa kehadiran Yogi di hidupnya.
Adinda ingin bertemu Yogi lagi, bertanya padanya dan memintanya kembali tapi harapanya itu sirna seketika saat melihat Yogi dan keluarganya hadir di rumahnya.
Yogi hadir bukan sebagai kekasihnya tapi calon tunangan adik angkatnya. Saat itulah benih kebencian di hati Adinda tumbuh,tumbuh dengan subur hingga tidak ada lagi kasih sayang yang tersisa.
Yang ada hanya kebencian, Adinda membenci orang tua angkatnya, dia juga membenci adik angkatnya.
Adinda membenci mereka semua, mereka yang menurutnya telah merampas satu-satunya kebahagiaan miliknya.
Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Pertama, Pernikahan kedua.
RomanceRepublish sementara. Bagi Aila hidupnya sempurna. Meskipun belum dikarunia anak selama 3 tahun pernikahan tapi suaminya Yogi tetap mencintainya. Namun semua berubah saat Aila mengetahui sebuah rahasia besar yang mengguncang rumah tangganya, rahasia...