10.Peyelidikan.

7K 471 3
                                    

Aila berjalan lunglai ke luar restoran. Dia merasa lelah baik fisik maupun batin. Menunggu berjam-jam dan hanya sebuah pesan singkat yang di dapatnya.

Aila tersenyum mencela dirinya sendiri, tadinya dia berpikir mungkin semua hanyalah kesalahpahaman belaka tapi semua kejadian dan keanehan sikap Yogi akhir-akhir ini seperti tamparan yang menyadarkanya.

Aila meraih ponsel di dalam tasnya. Menekan nomer telepon yang di ada kontaknya. Setelah beberapa lama menunggu akhirnya telponya di angkat.

"Bagaimana semua penyelidikannya? Naikalah kita bertemu besok." Setelah itu Aila mengakhiri panggilanya.Aila menghentikan taxi yang lewat.

Setelah tiba di rumah, rumahnya tampak begitu sunyi dan gelap sepertinya mertuanya telah tidur.

Aila memasuki rumahnya. Melihat kesunyian di sekelilingnya membuat Aila merasa semakin buruk.

Hari ini adalah ulang tahun pernikahan terburuk selama hidupnya. Yang di rasakannya bukalah kebahagiaan tapi rasa sakit yang dalam.

***********

"Bagaimana keadaanya?" Yogi bertanya pada dokter yang memeriksa Adinda. Ekspresi wajahnya tampak begitu cemas. Dia mengemudikan mobilnya dengan cepat begitu mendapat kabar dari pembantunya bahwa Adinda sempat terjatuh.

Yogi sangat cemas dengan keadaan Adinda apalagi sekarang Adinda sedang mengandung anaknya.

"Nyonya Adinda dan bayinya baik-baik saja, untungnya bayinya kuat hingga tidak terjadi apa-apa." Jawab dokter itu.

"Lalu apa yang harus kami lakukan,  dok?"

"Sebaiknya nyonya Adinda harus beristirahat dulu beberapa hari ini dan saya akan meresepkan vitamin dan obat penguat kandungan."

"Terima kasih, dok." Yogi akhirnya bisa mengela nafas lega saat tahu tidak ada yang terjadi pada calon anak yang sangat di nantikanya.

"Kalau begitu saya permisi, oh ya sebaikanya pak Yogi merawat istri bapak dengan baik jangan membiarkanya merasa stres itu akan mempengaruhi perkembangan janin."

"Ya saya mengerti. Sekali lagi terima kasih dok. Bi antar dokter Andre ke luar." Bi Minah pembantu Adinda mengantarkan dokter Andre ke depan.

"Dok ini titipan dari nyonya." Bisik Bi Minah pada dokter Andre sambil menyerahkan sebuah amplop.

"Tidak perlu, Bi. Katakan pada Adinda aku senang kalau bisa membantunya." Dokter Andre menolak sambil tersenyum penuh arti. Saat tiba-tiba menerima telepon tadi dia begitu terkejut dan juga bahagia karena Adinda wanita yang diam-diam di cintainya meminta bantuannya.

Ya sejak dulu Andre jatuh cinta pada Adinda tapi dia hanya bisa menjadi sahabatnya. Jadi kini saat Adinda meminta bantuanya untuk berbohong tentang kesehatan kandungan wanita itu. Dia langsung menyetujuinya karena membantu Adinda meraih kebahagiaan adalah tujuanya.

Sekalipun dia tahu kebahagiaan Adinda bukanlah bersamanya.

***********

"Maaf Mas aku tidak tahu bi Minah meneleponmu, pasti aku mengganggu perayaan ulang tahunmu dengan Aila ya, sebaiknya Mas cepat kembali aku tidak mau Aila curiga." Adinda berkata lemah. Wajahnya yang pucat terlihat sangat bersalah.

Melihat wajahnya membuat orang merasaakan simpati, begitu pula Yogi. Hati Yogi terenyuh, mendengar perkataan Adinda membangkitkan rasa bersalahnya.

Rasa bersalahnya karena mengabaikan Adinda.

"Tidak, malam ini aku akan di sini menemanimu." Yogi berkata lembut.

"Benarkah? Lalu bagaimana dengan Aila? Aku...."

"Aku akan bilang pada Aila bahwa ada urusan bisnis ke luar kota jadi aku bisa menemanimu dan calon anak kita." Yogi duduk di tempat tidur tepat di sebelah Adinda. Senyuman Adinda mekar, hal yang di inginkanya akhirnya terwujud. Meski dengan sedikit trik akhirnya Yogi tinggal bersamanya di malam yang spesial ini.

"Aku sangat senang kalau kau tinggal di sini, ayo kita rayakan ulang tahunmu malam ini, Mas. Aku sudah menyiapkan makan malam untuk merayakanya, ini adalah malam pertama aku merayakan ulang tahunmu sebagai seorang istri." Adinda bangkit dan duduk. Matanya menatap Yogi dengan penuh harap.

Yogi semakin merasa bersalah menyadari mungkin penyebab Adinda jatuh tadi adalah karena dia sibuk menyiapkan makan malam untuk perayaan ulang tahunya tapi dia justru bersama Aila.

"Baikalah ayo kita rayakan, aku akan memberitahu Bi minah untuk membawa makananya ke sini jadi jangan bergerak, tetaplah di tempat tidur."

"Terima kasih, Mas. Aku janji ini yang terakhir, setelah ini aku tidak akan mengganggumu dan Aila lagi sela..."
Adinda tak mampu meneruskan perkataanya saat bibir Yogi membungkam bibirnya. Yogi sendiri tidak tahu apa yang di lakukanya.

Yogi hanya tidak ingin Adinda mengatakan apa yang tidak ingin di dengarnya. Semakin lama waktu yang di habiskan bersama Adinda membuat Yogi semakin terlena. Dia merasa seperti kembali ke masa lalu mereka berdua dan dia merasa enggan untuk melepaskan Adinda meskipun dia tahu ini salah.

Dia bersalah karena menghianati Aila istrinya. Namun saat ini dia telah terjebak, Yogi tidak mampu memilih. Dia mencintai kedua wanita itu baik Adinda maupun Aila.

Kedua orang itu terhanyut dengan perasaan mereka sendiri hingga merasa dunia milik mereka berdua.

Untuk sekian kalinya mereka menghabiskan malam berdua tanpa memikirkan akan ada yang terluka atas penghianatan mereka.

Kisah manis yang mereka bangun justru di bangun di atas luka orang lain.

***********

Seorang pria duduk di lantai paling atas di sebuah gedung pencakar langit. Matanya menatap pria yang duduk di hadapanya.

"Tuan ini undangan pernikahan dari Tuan Radit." Pria di hadapan pria bermata obsidian itu menyerahkan sebuah undangan.

"Kalau begitu saya permisi." Pria itu kemudian pergi.

Fujimiya Takahasi nama pria pemilik iris obsidian membuka undangan yang di serahkan oleh pria tadi.

Iris obsidianya membaca isi dari undangan itu. Di dalamnya tertulis nama Radit sahabatnya. Fuji tersenyum tipis begitu membaca nama mempelai perempuan dalam undangan tersebut.

Ternyata gadis itu berhasil juga menaklukan Radit. Fuji ikut bahagia karena kisah cinta salah satu sahabat baiknya berakhir bahagia. Fuji meletakan undangan itu di meja kantornya.

"Hiro masuklah ke ruanganku!" Fuji memerintahkan lewat telepon kantornya. Beberapa lama kemudian sesosok pria mengetuk pintu kantornya.

"Masuk!" Sosok Hiro pria kepercayaanya masuk.

"Ada yang bisa saya bantu Takahasi-sama?" Hiro berdiri di depan Fuji menunggu perintahnya.

"Beli tiket penerbangan ke Indonesia untuk besok pagi."

"Baik Takahasi-sama." Hiro kemudian pergi.

Fujimiya menatap sebuah figura di atas meja kerjanya. Tanganya meraih bingkai foto itu. Jarinya membelai lembut sosok wanita dalam Figura itu.

Sosok wanita cantik pemilik hatinya.

"Aku akan kembali Ai, dan aku berharap bisa bertemu denganmu lagi." Bisiknya. Matanya yang dingin berubah penuh dengan kelembuatan saat menatap sosok di Foto itu.

Sosok dari Aila Adinata, cinta pertamanya.

Bersambung.

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang