18.Terungkap.

11.1K 579 11
                                    

Tubuh Liliana bergetar ketakutan menerima kemarahan Yogi. Liliana bersembunyi di belakang nyonya Herlina mencari perlindungan.

"Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa kamu membentak Lili?" Tanya nyonya Herlina yang sama sekali tidak mengerti, kenapa putranya terlihat begitu marah pada keponakannya.

"Mama tanyakan padanya apa yang selama ini telah di lakukannya?" Yogi menunjuk sosok Liliana dengan tatapan yang begitu dingin. Liliana bergidik menerima tatapan dingin Yogi.

"Lili sebenarnya apa yang kamu lakukan?" Nyonya Herlina menatap Liliana dan bertanya, alisnya berkerut. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi dan apa hubungannya Aila tidak bisa hamil dan Liliana. Liliana hanya diam tidak mampu menjawab.

"Aila cepat jelaskan semuanya!" Perintah nyonya Herlina ketika tak kunjung mendapatkan jawaban dari Liliana. Dia mengalihkan perhatiannya pada Aila menuntut jawaban.

"Aku tidak bisa mengandung selama ini karena Liliana mencampurkan obat pencegah kehamilan dalam makananku, dan kertas itu adalah laporan dari rumah sakit tentang keterangan sisa obat yang kutemukan di tong sampah dapur kita saat Liliana membuangnya tadi pagi, setelah dia mencampurkannya pada sarapanku." Jelas Aila dengan dingin. Aila kembali mengingat betapa terkejutnya dia saat menerima laporan tes dari dokter, dia tidak pernah menyangka Liliana akan melakukan hal yang begitu kejam padanya.

"Tidak mungkin, Lili katakan itu semua bohong kan?" Nyonya Herlina berbalik dan mencengkeram bahu Liliana. Mengguncang-guncangkannya menuntut jawaban.

Wajah Liliana pucat tanpa darah, dia sama sekali tidak menyangka semuanya terbongkar. Seharusnya tadi dia tidak bertindak ceroboh hingga di pergoki oleh Aila.

"Lili kenapa kau diam? Katakan semuanya? Itu bohong kan? Semua yang di katakan Aila bohong kan? "

"Katakan yang sebenarnya, kalau kau tetap bersikeras terus berbohong. Kau akan menanggung akibatnya. " Saat Liliana hendak membuka mulutnya untuk berbohong, suara dingin Yogi membuatnya tercekat. Hatinya bergetar ketakutan saat melihat Yogi menatapnya dengan begitu dingin.

"Ma...maaf Ma, itu semua benar. Aku melakukan semuanya karena aku tidak ingin Kak Yogi bersama Aila. Kak Yogi hanya pantas bersama Adinda. Jadi aku melakukan semuanya agar Aila tidak pernah mengandung." Aila tertawa, ternyata alasan semua ini adalah Adinda. Lagi-lagi karena Adinda. Yogi juga terkejut dengan ucapan Liliana. Yogi sama sekali tidak menyangka Liliana akan melakukan hal nekat itu karena Adinda.

"Bagaimana kamu bisa melakukan ini semua kamu... " Tubuhnya Nyonya Herlina sedikit limbung.  Nyonya Herlina merasa sangat pusing dengan kebenaran yang tersaji di depannya.

Dia tidak bisa mencernanya untuk sementara waktu. Nyonya Herlina tidak pernah menyangka bahwa alasan Aila tak kunjung hamil dan memberikan cucu untuknya tidak lain karena campuran tangan keponakannya.

"Ma." Yogi segera menopang tubuh nyonya Herlina yang hendak jatuh. Kepala nyonya Herlina terasa sangat pusing sebelum akhirnya pandangan matanya gelap dan kehilangan kesadarannya.  Semua orang mulai panik melihat Nyonya Herlina pingsan.

"Cepat panggil dokter!" Bentak Yogi saat melihat Liliana yang masih terpaku tanpa melakukan apapun.

"Aku sudah menelepon dokter, sebentar lagi dokter akan sampai." Aila berkata datar. Yogi menatapnya dengan penuh syukur namun Aila memalingkan wajahnya enggan menatap pria yang menjadi suaminya. Yogi merasa terluka saat Aila menghindari tatapannya.

Yogi menggendong nyonya Herlina ke kamar Nyonya Herlina, di ikuti oleh Aila dan Liliana serta Adinda yang mengikuti di belakang mereka.

Aila berhenti tiba-tiba, dia berbalik dan menemukan Adinda yang juga berhenti di belakangnya. Matanya menatap dingin pada Adinda, membuat Adinda merasa jatuh ke lembah es.

"Sekarang sudah malam, jadi sebaiknya kamu pulang, aku akan menyuruh sopir mengantarkanmu." Kata Aila dingin.

"A... aku..." Adinda hendak menolak, bagaimanapun ini kesempatannya untuk merawat dan menunjukan perhatiannya pada nyonya Herlina ibu mertuanya. Namun dia tidak mampu mengatakan apapun saat tatapan tajam Alia membuat tenggorokannya tercekat dan tak mampu berkata-kata.

Adinda melirik Liliana di depannya berharap Liliana bisa membantunya. Namun Liliana yang sedang panik dengan keadaan Nyonya Herlina sama sekali tak menyadari tatapan Adinda.

"Bi bilang kepada sopir untuk mengantarkan Nona ini kembali ke rumahnya." Aila memerintahkan pada seorang pelayan yang kebetulan berada di dekatnya.

Aila lalu berbalik pergi tanpa menghiraukan jawaban Adinda, kembali mengikuti Yogi ke kamar ibu mertuanya.

"Nona silakan!" Pelayan itu mempersilakan  Adinda untuk mengikutinya. Adinda menatap sosok Aila yang perlahan menghilang di koridor sebelum mengikuti pelayan itu. Tangannya tergenggam erat di sisi tubuhnya,  matanya melintas dengan kebencian. Dia menggertakan giginya dengan penuh kebencian, dia benci Aila yang mengusirnya dan dia juga membenci Liliana yang sama sekali tidak mau membantunya.

Mungkin hari ini dia akan mengalah tapi besok dia pasti akan datang kembali. Bagaimanapun saat ini posisinya yang unggul karena dia telah mengandung anak Yogi. Adinda yakin dialah yang akan menjadi pemenangnya cepat ataupun lambat, Yogi akan menjadi miliknya seutuhnya.

Adinda bersumpah dalam hatinya bila saat itu tiba, dia akan membalas Aila yang memperlakukannya seperti ini.

Setelah beberapa saat, dokter yang dipanggil Aila tiba.

Dokter memeriksa keadaan nyonya Herlina yang telah berbaring pingsan di tempat tidurnya.

"Bagaimana keadaan Mama dok?" Tanya Yogi begitu dokter selesai memeriksa keadaan Nyonya Herlina. Keningnya berkerut dan matanya menatap Mamanya dengan khawatir.

"Nyonya Herlina baik-baik saja, dia hanya sedikit syok hingga tekanan darahnya naik. Setelah beristirahat dia akan baik-baik saja. Ini adalah resep obat yang harus diminum nyonya Herlina." Dokter itu menyerahkan kertas berisi resep yang di tulisnya pada Yogi.

Semua orang merasa lega saat nyonya Herlina baik-baik saja dan tidak terjadi masalah yang serius.

"Terima kasih, dok." Kata Yogi sambil mengambil resep yang di berikan dokter.

"Sama-sama, kalau begitu saja permisi." Dokter itu lalu pergi.

"Sekali lagi terima kasih dok. Saya akan mengantarkan anda ke depan." Aila lalu mengantarkan dokter itu pergi.

Begitu dokter pergi, Yogi mengalihkan pandangannya pada Liliana yang tengah berdiri di samping tempat tidurnya nyonya Herlina.

"Ikut denganku,  aku ingin berbicara denganmu." Yogi keluar meninggalkan kamar mamanya dengan Liliana yang mengikuti di belakangnya.

Begitu sampai di ruang kerjanya, Yogi lalu duduk.

"Tutup pintunya!" Perintah Yogi begitu Liliana masuk. Liliana lalu menutup pintu itu, dan berjalan mendekati Yogi dengan kepala yang tertunduk. Matanya menyiratkan ketakutan dan juga kegelisahan yang memenuhi hatinya.

Dia takut apa yang akan Yogi lakukan padanya.

"Jadi bisakah kau menjelaskan semua sekarang?"

Bersambung...

Maaf ya chapter ini telat updet, dan kalau masih ada typo.

See you nex chapter!!!

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang