16.Konfrontasi

7.1K 491 26
                                    

"Bagaimana dok? Bagaimana keadaan calon cucuku?" Tanya nyonya Herlina begitu dokter selesai memeriksa kandungan Adinda.

Adinda tersenyum bahagia mendengarnya, ucapan nyonya Herlina berarti bahwa ibu kandung Yogi telah mengakui anaknya.

Andre, dokter yang baru saja memeriksa Adinda menatap Adinda penuh arti sebelum menjawab.

"Kehamilan nyonya Adinda baik-baik saja, tapi kandungannya lemah. Anggota keluarga sebaiknya memperhatikan dan merawatnya dengan baik, jangan membuatnya stres itu tidak baik untuk perkembangan janin."

"Tapi calon cucuku tidak apa-apa kan dok?" Nyonya Herlina bertanya cemas. Bagaimanapun anak dalam kandungan Adinda adalah cucu pertamanya dan dia tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada calon cucunya.

"Semuanya baik-baik saja, aku akan menulis resep vitamin dan penguat kandungan untuk nyonya Adinda." Andre menulis resep lalu menyerahkanya pada nyonya Herlina.

"Terima kasih, dok." Nyonya Herlina mengambil resep itu, lalu pergi meninggalkan ruangan tempat Adinda di periksa.

Adinda, nyonya Herlina dan Liliana pergi meninggalkan rumah sakit. Mereka tidak menyadari sepasang mata seorang wanita mengawasi mereka.

Aila menatap sosok Adinda dan mertunya serta Liliana yang tidak lagi terlihat. Aila tidak pernah menyangka, saat pergi ke rumah sakit untuk mengecek obat yang di campurkan ke dalam sarapannya oleh Liliana, dia justru bertemu dengan mereka.

Aila terkejut mendapati ibu mertuanya ternyata mengenal Adinda, dan mungkin ibu mertuanya juga sudah tahu tentang anak yang di kandung Adinda. Itulah sebabnya mertuanya datang ke rumah sakit ini.

Mengetahui kenyataan ini membuatnya tersenyum miris. Sepertinya satu persatu rahasia yang mulai teungkap membuat hatinya makin terluka.

Hatinya terasa begitu sesak hingga terasa sulit untuk bernafas. Aila mencoba menengkan dirinya sebelum kembali melanjutkan langkahnya, meneruskan niatnya untuk memeriksa kandungan obat yang di campur Liliana dalam makanannya.

*************

Yogi memarkir mobilnya di garasi, dia turun dari mobil lalu melangkah memasuki rumahnya.

Baru beberapa hari dia tidak pulang ke rumah karena harus menemani Adinda. Yogi merasa sangat merindukan Aila.

Mengingat wanita yang menjadi istrinya itu membuat Yogi merasa bersalah. Dia sudah menghianati wanita yang sudah tiga tahun menemaninya. Yogi tahu bahwa semua yang di lakukannya tidak benar.

Namun dia juga tidak bisa meninggalkan Adinda, apalagi mengingat Adinda telah mengandung calon anaknya. Anak yang sangat di harapkannya selama ini.

"Aila aku pulang!" Teriak Yogi begitu memasuki rumah. Namun tidak ada jawaban dari wanita yang menjadi istrinya itu. Justru kehadiran beberapa orang di ruang tamu mengejutkanya.

Mata Yogi terbelalak lebar mendapati siapa yang sedang duduk di sofa rumahnya.

Di sana duduk Adinda istri keduanya serta nyonya Herlina ibunya. Nyonya Herlina yang menyadari kehadiranya segera menoleh menatapnya.

"Kamu sudah pulang?" Tegurnya. Yogi hanya diam tak menjawab, matanya menatap terkejut pada Adinda yang duduk di sebelah ibunya.

"Kenapa kau ada di sini?" Tanya Yogi dingin. Jantungnya berdebar kencang, penuh dengan kecemasan. Yogi takut dengan kehadiran Adinda di rumahnya akan di ketahui Aila.

Yogi takut semua rahasianya selama ini akan terungkap dan yang paling di takutinya adalah Aila akan meninggalkanya begitu tahu semuanya.

"Mas a..aku..."

"Mama yang mengajak Adinda ke sini." Nyonya Herlina menyela. Adinda menunduk tidak berani menatap mata tajam Yogi. Dia tahu Yogi pasti sangat marah sekarang.

"Apa maksud Mama membawanya kemari?"

"Kenapa mama tidak bisa membawanya ke sini?" Nyonya Herlina balik bertanya. Ekspresinya begitu tenang seakan tidak terjadi apa-apa.

"Ma!"

"Kau takut Aila tahu? Aila sekarang sedang tidak ada di rumah dan dia menelepon bahwa dia mungkin pulang terlambat, jadi sekarang Mama ingin mendengar semua penjelasanmu. Kenapa kamu tidak memberitahu Mama bahwa Adinda telah mengandung cucu mama?"

"Aku akan menjelaskan semuanya pada Mama nanti, tapi Adinda harus pergi sekarang." Jelas Yogi dingin. Hati Adinda bergetar saat dia melihat tatapan tajam Yogi.

Mata yang biasanya menatap lembut dirinya sekarang begitu dingin dan di selimuti kemarahan. Tiba-tiba saja Adinda merasa panik, apakah langkah yang dilakukannya salah. Adinda merasa takut kalau keputusannya untuk memberitahu nyonya Herlina hari ini akan menjadi bumerang untuknya.

"Nyonya, Mas Yogi benar, aku harus segera pulang. Aku tidak ingin Aila melihatku di sini nanti." Kata Adinda lirih. Adinda ingin menunjukan sikapnya, dia tidak ingin Yogi semakin marah.

Adinda berdiri bersiap untuk pergi, mungkin hari ini cukup baginya. Jika ini terus di lanjutkan mungkin akan berakibat buruk untuknya. Apalagi melihat reaksi Yogi, Adinda takut Yogi akan melakukan hal yang tidak di inginkannya.

Melihat sikap Yogi saat ini membuatnya sadar, ternyata dia telah meremehkan posisi Aila di hati Yogi.

Adinda berdiri, kakinya hendak melangkah namun genggaman di pergelangan tangannya membuatnya berhenti. Adinda menoleh dan melihat pergelangan tanganya di pegang erat oleh nyonya Herlina.

"Duduklah!" Perintah nyonya Herlina.

"Semuanya belum selesai dan kamu tidak bisa pergi begitu saja." Lanjut nyonya Herlina. Dia berbicara pada Adinda namun matanya menatap Yogi putranya.

"Aku akan menjelaskan semuanya Ma, tapi sekarang Adinda harus pergi." Yogi bekata tegas tak mau sedikitpun berkompromi.

"Tidak apa-apa nyonya, aku akan pulang. Aku tidak ingin kehadiranku di sini mengacaukan segalanya." Adinda berkata lirih. Kepalanya menunduk menyembunyikam matanya yang terluka. Kali ini dia merasa benar-benar terluka, sekarang dia baru sadar posisi Aila di hati Yogi lebih kuat dari yang di bayangkannya.

"Tidak, kau tidak bisa pergi, bagaimanapun anak yang kau kandung adalah calon cucuku jadi kau harus tinggal di sini untuk memastikan keselamatan calon cucuku." Kata nyonya Herlina keras kepala.

"Ma!"

"Kenapa? Kau keberatan? Apa kau tidak mau membiarkan Mama bersama calon cucu Mama?"

"Mama tahu tindakan Mama ini tidak masuk akal!" Bentak Yogi. Wajahnya memerah karena menahan amarah.

"Justru Mama melakukan semuanya dengan benar, Adinda juga adalah istrimu dan dia mengandung calon anakmu jadi sudah sewajarnya dia tinggal di sini agar kita semua bisa menjaga kandunganya."

"Mama tahu itu tidak mungkin!"

"Kenapa tidak mungkin? Apa karena Aila?" Tanya nyonya Herlina. Mendengar nama Aila Yogi membisu, karena mamanya menebak dengan benar.

Semua kemarahan yang di rasakanya bersumber dari Aila, dia takut Aila tiba-tiba muncul dan tahu semua rahasia yang di tutupinya. Yogi takut sangat takut bila membayangkan tindakan apa yang akan di lakukan Aila istrinya bila mengetahui semuanya.

"Cepat atau lambat Aila juga akan tahu semuanya, Gi. Jadi lebih cepat Aila tahu akan lebih baik. Lagi pula hingga sekarang dia belum juga memberikanmu keturunan jadi dia harus menerima kalau kamu mendapatkan keturunan dari wanita lain." Kata nyonya Herlina. Nadanya berubah lembut berusaha membujuk Yogi.

"Tidak Aila tidak boleh tahu, Aila tidak boleh tahu semuanya!" Sangkal Yogi.

"Apa yang tidak boleh aku tahu?" Sebuah suara familiar terdengar memecah perdebatan yang terjadi.

Kehadiran tak terduga dari pemilik suara tersebut membuat seisi ruangan sunyi. Mata Yogi menatap terkejut pada sosok pemilik suara.

Sosok yang paling tidak di inginkanya untuk muncul kini berdiri di hadapanya. Sosok isteri pertamanya Aila.

Bersambung.

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang