25.Rencana Kedua.

10.8K 489 5
                                    


Adinda perlahan membuka matanya. Dia mentap sekeliling tempatnya berada. Dia berusaha bangun namun tubuhnya terasa lemah tak bertenaga.

"Din berbaringlah, kamu butuh istirahat." Adinda menoleh ke samping dan menemukan Andre yang membantunya untuk kembali berbaring.

Adinda menuruti Andre lalu berbaring kembali karena kepalanya terasa amat pusing.

"Dre apa yang terjadi padaku?"

"Kau tidak ingat, tadi kau tiba-tiba pingsan." Mendengar perkataan Andre membuat ingatan Adinda kembali. Adinda akhirnya ingat penyebab dia pingsan.

Aila hamil itulah berita yang mengejutkannya hingga akhirnya dia kehilangan kesadarannya.

Wajah Adinda yang semula pucat menjadi semakin pucat begitu mengingat tentang kehamilan Aila. Adinda bingung dan panik, jika Aila hamil kesempatannya untuk bersama Yogi akan segera lenyap.

Dan Adinda tidak menginginkan itu, dia tidak ingin kehilangan Yogi. Jadi apa yang harus di lakukannya.

"Din kau tidak apa-apa?" Tanya Andre begitu melihat ekspresi Adinda yang tidak telihat baik. Apalagi wajah Adinda begitu pucat nyaris tanpa aliran darah.

"A...aku baik-baik saja." Sahut Adinda yang tersadar dari segala lamunannya. Dia menatap Andre dan sebuah ide tiba-tiba terlintas di benaknya.

"Dre bisakah kau membantuku...."

***************

Yogi menatap ponselnya, di layar ponselnya terdapat puluhan catatan panggilan tak terjawab dari Adinda.

Yogi menghela nafas panjang, dia sudah memutuskan pilihannya jadi dia harus tegas pada Adinda.

Dia tidak boleh lagi memberikan Adinda harapan agar semuanya bisa segera selesai.

"Direktur Yogi, siapa yang meneleponmu? Jika itu penting anda bisa mengangkatnya lebih dulu." Yogi tersentak lalu langsung menoleh menatap orang yang menegurnya.

"Tidak ini hanya salah sambung." Kata Yogi sambil tersenyum sopan.

Saat ini dia sedang makan di restoran untuk membicarakan rencana kerjasama proyek baru di perusahaannya.

"Benarkah? Kalau memang anda ada urusan keluarga pertemuan ini bisa di tunda." Fujumiya Takahasi berkata datar. Namun matanya menatap Yogi penuh arti.

"Tidak ada urusan apapun, saya hanya merasa sedikit lelah akhir-akhir ini. Mari kita lanjutkan meetingnya." Kedua orang itu kemudian melanjutkan pembahasan rencana kerjasama kedua perusahaan mereka.

Yogi menjelaskan dengan antusias proyek barunya, berharap Fujimiya bisa berinvestasi dan memilih bekerjasama dengan perusaahaannya.

Yogi tidak pernah tahu sejak awal Fujimiya akan tetap menemuinya, bukan hanya untuk urusan bisnis dan kerjasama mereka.

Namun untuk melihat seperti apa rupa dari orang yang menjadi suami dari wanita yang di cintainya.

Kedua orang itu sibuk membahas detail proyek baru yang di rencanakan oleh Yogi, hingga tanpa terasa waktu satu jam telah berlalu.

"Saya harap Mr. Takahasi bisa mempertimbangkan berinvestasi pada proyek ini." Kata Yogi setelah menjelaskan semua detail proyeknya.

"Baiklah saya akan kembali mempelajari proposal anda dan sekertarisku akan memberikan kabar secepatnya" kata Fujimiya dengan nada datar. Namun bagi Yogi perkataan Fujimiya memberikannya harapan yang besar.

Setelah kerja kerasnya dan masalah yang di hadapi dalam rumah tangganya kini Yogi bisa merasa sedikit lega.

Satu persatu masalahnya menemui titik terang. Proyek baru perusahaannya juga sebentar lagi akan berjalan. Meski Fujimiya tidak menyetujui langsung untuk berinvestasi namun setidaknya pria itu mau mempertimbangkannya.

"Terima kasih, saya sangat berharap kita bisa bekerja sama nanti. Kalau begitu permisi" Yogi berjabat tangan dengan Fujimiya lalu pergi.

Sepasang iris obsidian memandang punggung Yogi hingga sosok Yogi tak lagi terlihat.

Fujimiya menyesap kopinya, matanya menerawang memikirkan sosok wanita yang amat di rindukanya. Pertemuan dengan Yogi tadi hanya kembali membuatnya tidak bisa melupakan sosok di dalam hatinya.

Fujimiya tahu hatinya akan terasa sakit namun dia tetap ingin tahu. Bagaimana kehidupan wanita itu sekarang, apakah pernikahannya bahagia. Itulah sebabnya dia mengatur agar bisa terlibat kerjasama dengan Yogi, suami dari wanita yang di cintainya.

"Tuan ini waktunya bertemu dengan Mr Willy." Tegur Akira asisten Fujimiya.

"Ya aku tahu." Jawab Fujimiya acuh. Fujimiya bangkit dari kursinya, merapikan jasnya lalu melangkah pergi.

Adinda duduk di ruangan kantor Yogi. Menunggu Yogi kembali, setelah dari rumah sakit, Adinda memutuskan ke kantor Yogi untuk menemuinya.

Adinda tidak ingin hanya menunggu di rumahnya. Karena jika dia hanya duduk diam dan menunggu Yogi tidak akan pernah datang menemuinya.

Itulah sebabnya dia datang di sini, Adinda ingin menemui Yogi sebelum melakukan hal yang di rencanakannya. Sikap Yogi padanya akan menentukan apa yang akan di lakukan selanjutnya.

Suara pintu ruangan Yogi terbuka, Adinda yang sedang duduk di sofa menoleh. Sudut bibirnya tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman, begitu tahu orang yang masuk ternyata adalah Yogi.

Orang yang sejak tadi di nantikan kehadirannya.

"Mas." Adinda tersenyum lalu berdiri menghampiri Yogi. Mata Yogi melebar sesaat sebelum ekpresinya kembali normal.

Dia tidak menyangka Adinda akan datang ke kantornya padahal dia sudah sengaja mengabaikan telepon Adinda.

"Kenapa kamu ada di sini?" Tanya Yogi datar. Langkah Adinda terhenti saat mendengar nada acuh dari suara Yogi.

Senyumannya membeku, sebelum akhirnya ekspresinya kembali normal.

"Aku di sini untuk memberikan ini?" Adinda mengambil sebuah ampop coklat dari dalam tasnya lalu menyerahkannya pada Yogi.

"Apa ini?" Yogi meraih amplop itu dan memberikan pandangan bertanya pada Adinda.

"Itu adalah foto USG calon anak kita." Adinda berkata sambil tersenyum. Tubuh Yogi menegang saat mendengar perkataan Adinda.

Tanganya bergetar membuka amplop itu. Yogi memandang foto janin Adinda yang merupakan calon anak pertamanya. Pandangannya langsung melembut saat melihat foto itu, bagaimanapun dia tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Di dalam sudut hatinya dia sangat menantikan anak ini. Anak ini adalah anak pertamanya.

Itulah sebabnya dia tidak bisa menceraikan Adinda sekarang, setidaknya dia tidak akan menceraikan Adinda sebelum anak itu lahir. Dia juga sudah menghubungi pengacaranya untuk mengurus tunjangan yang akan di berikan pada anaknya kelak.

Sementara dia akan segera menemui Aila, untuk memohon pengertiannya. Agar Aila bisa bersabar sampai Adinda melahirkan anaknya.

Dia tahu Aila akan kembali terluka dengan keputusannya, tapi inilah yang bisa dia lakukan untuk semuanya.

Sekali ini saja Yogi berharap Aila mengerti. Karena setelah ini dia tidak akan pernah membohongi dan menipu istrinya lagi agar dia bisa menikahi Adinda secara sah di mata agama dan hukum.

Setelah ini Yogi berjanji dia akan menebus semua kesalahannya pada Aila.

"Dokter bilang calon anak kita adalah seorang gadis, dia pasti akan sangat cantik nanti." Kata Adinda lagi saat melihata ekspresi lembut di wajah Yogi yang memandangi foto hasil USG bayinya.

"Ya dia pasti sangat cantik, aku harap kamu bisa menjaganya nanti. Aku mungkin tidak bisa bersamanya karena kita akan bercerai setelah anak itu lahir, tapi aku akan bertanggung jawab dan memberikan semua yang di butuhkannya nanti." Tubuh Adinda kaku ketika Yogi kembali menyinggung hal yang tidak di inginkannya.

Tangannya terkepal erat di kedua sisi tubuhnya. Adinda tadinya berharap Yogi luluh setelah melihat foto USG dari calon anak mereka. Namun sepertinya usahanya sia-sia.

Dia hanya bisa melakukan rencana kedua saat rencan pertamanya ternyata gagal. Rencana kedua yang sebenarnya tidak ingin dia lakukan, tapi kini hanya ini satu-satunya cara.

Bersambung.

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang