28.Pertemuan Dua Wanita 2

22.5K 702 56
                                    

"Berarti kau tidak cukup berusaha. Kau belum berusaha keras, seharusnya kau berusaha lebih keras." Kata Aila dengan emosi.

"Aku sudah berusaha namun perasaan antara aku dan Mas Yogi sangat kuat. Lagi pula saat ini aku juga sudah mengandung anak dari Mas Yogi jadi... "

"Jadi apa maumu?" Potong Aila. Aila menatap Adinda tak sabar, dia sudah tidak tahan lagi membuang waktu di sini berbagi udara dengan wanita yang paling di benci olehnya. Apalagi setiap saat mendengar kata-kata cinta Adinda untuk suaminya, membuatnya merasa mual.

"Aku mohon kamu membujuk Mas Yogi, katakan padanya untuk tidak meninggalkanku. Aku mohon padamu." Kata Adinda memohon. Aila tertawa, tertawa sarkastik. Senyuman mengejek tampak di wajah cantiknya.

Aila tidak habis pikir darimana Adinda punya keberanian untuk meminta tolong padanya setelah apa yang di lakukan wanita itu padanya.

"Kenapa aku harus memohon untukmu?"

"Karena kalau tidak Mas Yogi akan menceraikanku. Aku mohon Aila kali ini saja. Aku sangat mencintai Mas Yogi, aku tidak masalah bila hanya menjadi isteri kedua, asalkan Mas Yogi tetap bersamaku"

"Apa kau gila? " tanya Aila sarkastik.

"Kau pasti gila kalau tidak kau terlalu tidak tahu malu karena bisa mengucapkan kata-kata itu padaku. Kau memintaku memohon pada suamiku untuk tidak meninggalkanmu yang tidak lain adalah wanita yang menghancurkan pernikahan kami. Aku benar-benar tidak mengerti dengan cara kerja otakmu." Sindir Aila dengan senyuman mengejek. Wajah Adinda kaku mendengar ejekan Aila, tangannya terkepal erat menahan emosinya.

Dia harus bertahan, dia tidak boleh kehilangan kesabarannya atau dia akan kalah.

"Aku tidak perduli apa yang kamu katakan, entah aku gila atau apapun. Aku hanya melakukan semua ini demi calon anakku, aku tidak ingin dia tumbuh tanpa seorang Ayah." Balas Adinda dengan tekad di matanya.

"Jangan menjadikan anakmu sebagai alasan!" Bentak Aila. Dia sama sekali tidak suka setiap kali Adinda menjadikan anak yang di kandungnya sebagai alasan agar dia bisa menerima wanita itu ke dalam rumah tangganya.

"Aku tidak pernah menjadikan anakku sebagai alasan Aila. Apa yang aku katakan adalah kenyataan, jadi aku mohon jangan terus bersikap egois dan kejam hingga anak yang tidak bersalah menjadi korban." Adinda berkata memohon.

Aila tertawa miris saat lagi-lagi Adinda menekannya dengan kehadiran anak Yogi. Aila tidak tahu bagaimana cara berpikir Adinda. Adinda memintanya untuk tidak egois, sementara orang yang paling egois di sini adalah wanita itu sendiri.

Adinda merusak pernikahannya dengan alasan cinta. Dan sekarang dia memintanya memohon pada Yogi agar Yogi tidak meninggalkan wanita itu, kalau tidak dia akan menjadi wanita kejam karena membiarkan seorang anak akan tumbuh tanpa seorang ayah.

Namun Adinda tidak pernah berpikir, bahwa penghianatannya dengan Yogi menyakiti hatinya. Dan bahwa kehadiran anak yang di kandungnya sekarang menjadi bukti dan selalu mengingatkannya tentang adanya penghianatan suami dan kakak angkatnya.

"Aku tidak akan pernah memohon untukmu. Apalagi memohon agar suamiku mepertahankan hubungannya denganmu." Balas Aila tegas.

"Kenapa kau begitu kejam? Bukankah kamu telah punya segalanya. Kenapa kamu bahkan tidak membiarkan aku memiliki Mas Yogi?" Teriak Adinda histeris. Mata wanita itu melintas dengan kebencian yang dalam.

Tidak ada lagi kelemahan yang di tunjukannya tadi untuk memohon belas kasihan pada Aila. Sepertinya dia tahu bahwa semua tindakannya tidak berguna.

Sudut bibir Aila tertarik membentuk sebuh senyuman. Akhirnya Adinda tidak tahan dan menunjukan wajahnya yang sebenarnya.

"Aku tidak perduli, aku lebih suka kamu bilang sebagai wanita kejam di bandingkan harus menjadi malaikat baik hati yang membiarkan suamiku bersama wanita lain." Kata Aila dengan sorot mata tajam.

"Kamu memang wanita kejam, aku berharap agar calon anak yang kau kandung mati sebelum di lahirakan. Karena wanita kejam sepertimu tidak pantas memiliki anak.. "

'Plak'

Adinda merasakan sakit di pipi kirinya akibat tamparan Aila yang tiba-tiba. Sudut bibir Adinda berdarah karena kuatnya tamparan yang di lakukakan Aila.

Wajah cantik Aila tersenyum namun sorot matanya begitu menakutkan. Aila tidak tahu darimana Adinda tahu tentang kehamilannya.

Dan Aila juga tidak perduli itu. Yang Aila tahu dia tidak bisa membiarkan Adinda begitu saja setelah kata-kata yang di ucapkan wanita itu.

Aila bisa menahan apapun yang di ucapkan Adinda untuk memaki dan menghinanya. Namun dia tidak akan pernah membiarkan sekalipun Adinda mengutuk calon anaknya. Anak di dalam rahimnya adalah skala terbaliknya, dia tidak akan pernah membiarkan siapapun mengutuk calon anaknya.

"Kau menamparku?" Tanya Adinda tak percaya. Matanya memerah karena kemarahan.

"Beraninya kau menamparku!" Teriaknya histeris, wajahnya terdistrosi. Matanya melintas dengan kebencian.

Adinda meraih gelas minuman di depannya dan melemparkannya ke arah Aila. Untungnya Aila waspada hingga di berhasil menghindarai gelas yang di lemparkan Adinda, membuat gelas itu jatuh berkeping-keping.

Aila menyeka keringat dingin, membayangkan bagaimana jika gelas itu mengenai kepalanya. Aila tidak pernah menyangka Adinda bisa berbuat senekat itu.

Aila tidak pernah berpikir bahwa semua ini adalah awal dan bukan akhir segalanya.

*******************

Sementara itu Liliana yang berdiri di depan pintu ruangan itu merasa sangat cemas, saat mendengar suara keributan di dalam ruangan.

Liliana merasa sangat khawatir tentang keadaan Adinda di dalam. Apakah Aila menyakiti Adinda, apalagi Adinda sedang hamil. Adinda pasti akan kalah jika bertengkar dengan Aila.

Liliana hendak masuk, namun dia mengurungkan niatnya. Bukankah ini kesempatannya, jika sampai Aila menyakiti Adinda dan calon anaknya maka Yogi pasti tidak akan memaafkan Aila dan akan menceraikan Aila.

Dengan pikiran seperti itu, Liliana akhirnya memutuskan menelepon Yogi. Dia ingin kakaknya Yogi bisa melihat wajah asli dari Aila itulah tujuan utamanya. Setelah Kakaknya Yogi tahu semuanya, kakaknya Yogi pasti akan menceraikan Aila.

"Halo Kak Yogi, Kak cepatlah datang ke sini! Ya, Aila bertengkar dengan Adinda. Aku takut Aila menyakiti Adinda. Ya, Kak cepatlah datang! Aku menunggu Kakak." Liliana lalu menutup teleponnya. Sudut bibirnya melengkung ke atas membentuk senyuman kepuasan.

Liliana berharap Kakaknya Yogi cepat datang ke sini.

Beberapa menit kemudian Yogi datang dengan nafas yang terengah-engah. Keringat membasahai dahi pria itu, sepertinya Yogi sangat tergesa-gesa kemari.

"Dimana mereka? " tanya Yogi.

"Mereka di dalam Kak, aku tidak berani masuk. " Jawab Liliana. Yogi lalu segera membuka pintu.

Dan pemandangan di hadapannya mengejutkan pria tersebut.

Adinda tergeletak di lantai dengan wajah pucat pasi dan rintihan kesakitan, sementara Aila berdiri tidak jauh darinya memandang Adinda dengan wajah pucat dan tampak sangat syok.

Bersambung.

Maaf kalau masih typo.

See you next part!!!

Cinta Pertama, Pernikahan kedua.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang